11: bagaimana bisa?

2.4K 377 126
                                    

suara embusan napas berat satu-satunya pria yang paling tua di dalam ruangan beriringan dengan isakan pelan dari sosok lain yang saat ini tengah meringkuk pada lantai dingin ruang tamu sembari memegangi pipinya yang terasa kebas luar biasa.

ruam kemerahan tercetak di permukaan lembut kulitnya, sakitnya tak tertahankan karena pria itu menamparnya berulang kali tanpa ampun. tapi sekarang tidak ada yang bisa dia lakukan selain diam dan menerima, toh untuk melawan pun akan percuma; karena sejak awal dia tidak pernah di anggap ada.

“beraninya kamu permalukan nama keluarga?!” suara sang kepala keluarga menggema kembali setelah hening yang cukup lama. sorot matanya nyalang tertuju pada tubuh ringkih anak bungsunya yang masih setia bersimpuh dibawah kakinya.

“m-maafin felix pa..”

“apa maaf bisa perbaikin semuanya? kamu seharusnya tau sudah ribuan orang yang lihat video nggak senonohmu itu, felix! sebenarnya apa yang ada di dalam otakmu itu hah?!”

“pa, udah.” kini giliran chris yang menyela. Sedari tadi tangannya sudah mengepal di dalam saku, tak kuat melihat adik kesayangannya diperlakukan begitu. malang tatapan sang ibu terpaksa membuat chris harus diam di belakang felix.

“sebelum pihak universitas yang ngeluarin kamu, papa duluan yang bakal kirim surat pernyataan drop out kesana.”

baik felix maupun chris sama-sama membulatkan mata. yang paling muda mendongak, manik berlapis cairan bening itu menatap penuh sorot sendu. dengan gerak tertatih dia merangkak dan meremas kain celana bahan ayahnya.

“f-felix masih mau kuliah pa, jangan.. d-rop out..” dia berucap terbata di antara isak tangis.

chris hanya mampu menutup wajah menggunakan satu tangan, tak kuasa melihat adiknya memohon-mohon seperti budak di bawah sana.

“udah cukup kamu jadi anak nggak berguna. jangan sampai kelakuanmu hancurin nama besar keluarga yang kakekmu bangun dengan susah payah. mulai sekarang semua fasilitasmu papa tarik, dan jangan berani-berani keluar karena chris bakal awasin kamu. sekali lagi kamu berulah, papa nggak bakalan segan coret namamu dari daftar keluarga.”

ayah dan ibunya lantas pergi begitu saja. jangankan menjelaskan, kesempatan berbicara sepatah kata pun tidak felix terima. pulang-pulang hanya tamparan dan makian yang dia dapat, padahal dia sedang kalut dan takut.

bagaimana jika semua orang menghakiminya? bagaimana nanti? bagaimana dengan kuliahnya? tapi nyatanya keadaan memang tidak seberpihak itu. dan felix mengerti, lagi-lagi dia harus terluka.

"dek," chris memanggil dengan sangat pelan karena ragu sekaligus takut.

"kenapa harus aku? k-kenapa harus aku yang ngerasain ini?"

kini giliran felix yang mencicit kecil. wajahnya mendongak menatap chris dengan pandangan putus asa. binar di manik kucingnya meredup, nyaris hilang sama seperti saat dimana ayah dan ibunya menyatakan perasaan kecewa kepada si sulung untuk yang pertama kali. chris ingat, dan dia ikut merasakan sakit. maka sekarang tidak ada hal yang bisa chris lakukan selain menghela napas serta berjongkok guna memeluk tubuh adiknya.

"kita obati luka kamu ya, nanti infeksi."

"capek kak," gumamnya lemah. kepalanya bersandar total pada pundak chris yang terasa sedikit lembab efek terkena tetesan air hujan.

"kalau gitu kamu bisa tidur."

tubuh felix diangkat tanpa kesulitan berarti. chris keluar dari rumah megah itu tanpa kata. ketika kaki menginjak pelataran, bisa chris rasakan remasan kecil di sisian pundak beserta sebuah dengung kecil dari sosok yang tengah dia gendong.

psycho | seunglix ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang