15: rindu (end)

3.9K 480 182
                                    

hujan rintik baru saja reda. felix keluar dari mobil berpayungkan sweater merah muda yang membalut tubuhnya sambil sesekali menggumam heran kenapa akhir-akhir ini sydney sering di landa hujan. padahal daerah itu merupakan salah satu yang paling minim curah hujannya dalam setahun.

matanya melirik rak di samping pintu. di sana ada sepasang sepatu pantofel hitam milik chris, yang mana berarti jika sang pemilik sedang berada di rumah. felix mendengar bunyi sedikit gaduh dari arah dapur, jadi dia memutuskan untuk pergi ke sana buru-buru setelah sepatunya berhasil di lepas.

benar saja, punggung lebar chris terlihat mondar mandir tanpa tau kalau sang adik sudah pulang semenjak tadi. felix mengulas senyum kecil. kanvas hasil gambarannya dia letakkan di atas meja dengan hati-hati, kemudian si manis berjinjit pelan mendatangi sang kakak yang belum juga menyadari keberadaannya.

"kok masak banyak, memangnya mau ada perayaan?"

"oh, felix." chris mencoba menguasai ekspresi wajahnya, refleks hampir mengusa surai hitam felix namun dia teringat kalau tangannya sedang kotor.

"jadi?" felix berjinjit menumpukan dagunya pada salah satu pundak milik chris, sementara lengannya yang kecil melingkari pinggang kokoh sang kakak. terasa hangat seperti biasa.

"no, hari ini paman john bilang aku nggak harus datang karena ada dua pekerja baru yang bisa gantikan shiftku. jadi aku cuma kerja dari hari senin sampai dengan kamis."

"itu bagus. waktu kakak di rumah jadi sedikit lebih banyak. karena aku... takut sendirian."

suara felix yang memelan di akhir menghentikan gerakan chris secara spontan. pisau dan wortel di hadapannya dia abaikan. tangan yang kotor kemudian dibasuh menggunakan air keran, barulah di usapkan pada apron hitam yang membalut tubuh depannya.

ada hela napas, tapi chris tidak mau menunjukannya terlalu kentara. pelukan felix dia lepas hati-hati, tapi tak lama diganti dengan sebuah pelukan balik dari dirinya sendiri guna mencoba memberi ketenangan untuk tubuh kecil felix yang terasa sedikit bergetar.

"udah merasa lebih baik?"

"um." felix sigap menjauh karena waktu banyak termakan oleh keheningan. dia tersenyum sekilas sebelum berjinjit dan memberikan kecup kecil di pipi kiri chris, "terimakasih."

"kamu harus makan, sebentar lagi supnya jadi."

"okay." felix duduk di salah satu kursi. kanvas yang sedari tadi dibawanya dia perhatikan lamat-lamat.

lagi-lagi, batinnya. ini adalah lukisan ke-26, dengan satu sosok yang sama namun dengan latar dan hiasan yang berbeda. terkadang satu menggunakan latar putih, dihiasi bunga anggrek dan krisan, terkadang hanya berupa setengah wajah dan sebagian lagi tercoret oleh tinta abstrak, terkadang pula hanya berupa bayang-bayang samar berpadukan cat warna sepia yang memancarkan kesan lampau nan sedih.

felix tidak tau kalau dia punya bakat melukis. hanya iseng coba-coba saat seorang paman kenalannya di gereja mengajaknya ke sebuah rumah seni milik si paman. felix di persilahkan mencoba, dan karya pertamanya terbilang tidak buruk.

sejak saat itu melukis jadi hobi barunya. lalu satu bulan belakangan kegiatan itu jadi sumber penghasilan karena si paman menawarkan untuk memajang semua karya felix di tokonya.

tapi 26 lukisan yang berisi wajah orang itu tidak pernah felix jual, hanya dia simpan memenuhi dinding dan lantai kamar. felix bahkan tidak mengerti apa yang sudah dia lakukan.

setiap perasaan takut muncul, hal yang felix lakukan untuk meredam rasa itu adalah dengan melukis sosok tersebut. padahal seharusnya felix tau kalau sosok yang ada dalam lukisan itulah yang sudah membuatnya hancur dan terus dihantui perasaan was-was bahkan hingga kini.

psycho | seunglix ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang