12: baik-baik saja

2.3K 404 85
                                    

haruskah felix tetap bersikap biasa saja setelah semua hal yang terjadi?

bagaimana mungkin senyumnya masih bisa mengembang? bagaimana mungkin nada bicaranya di buat ceria?

felix tidak punya apa-apa untuk di bagi selain rasa sakit dan air mata. dunianya yang telah hancur semakin tidak karuan bentuknya setelah kesialan bertubi datang hanya dalam waktu hitungan bulan saja.

terlebih sekarang, sempurna.

dua hari yang lalu seorang bapak tua bertopi datang ke apartement chris sembari membawa selembar map coklat pudar yang tidak mau felix tebak berisi apa. felix kembali masuk ke apartement dengan langkah gamang dan jantung yang bertalu tiada terkira.

dia duduk di sofa, menarik napas sebentar, baru kemudian membuka bungkusan tersebut dengan tangan yang bergetar. ketika header yang menampilkan nama universitasnya tertangkap pandangan mata, felix sudah bisa menerka apa kelanjutan dan isi dari surat dengan warna putih gading tersebut.

surat pengeluaran. kata pengantarnya terlalu bertele-tele tapi isinya hanya berkata bahwa dia sudah resmi bukan lagi salah satu mahasiswa di kampus tersebut. kejam sekali, lantas membuat felix berhasil menangis tanpa isak hanya dalam hitungan detik. itu lebih menyakitkan daripada saat papa atau mama mencacinya dengan kata-kata kasar.

untungnya chris sedang tidak ada di apartement, jadi felix bisa leluasa berteriak dan menyalahkan dirinya sendiri kenapa dia harus terlahir ke dunia. felix tau itu bukan salahnya, tapi keadaan memaksa untuk menjadi seperti ini. keadaan menekannya terlalu kuat hingga felix menjadi sebuah serpihan kecil yang tidak berarti. dia sudah tamat.

tiga hari berikutnya terasa seperti kosong. apa yang felix lakukan hanya menatap jendela dari balik kamar milik sang kakak. menonton pertunjukan bagaimana sang cakrawala terbit membiaskan sinar kuning cantik dari timur sampai berubah menjadi jingga keunguan mampu membuat hatinya sedikit menghangat. felix suka matahari. sendiri, namun tidak pernah mengeluh dan eksistensinya mendapatkan puja puji dari banyak orang.

"felix, kamu lewatin sarapan dan makan siangmu lagi?"

tanpa perlu menoleh, felix jelas tau itu siapa. suaranya terlalu familiar, namun akhir-akhir ini terhias nada kecewa dalam setiap baitnya.

"kamu sengaja mau bikin dirimu sendiri sakit?"

"nggak." kali ini felix menjawab cepat. dia malu karena suaranya sedikit pecah efek dehidrasi. tapi sungguh, malu karena menjadi seorang adik yang tidak berguna jelas mensugesti pikirannya lebih banyak.

"sampai kapan kamu mau begini?"

ada suara embusan napas dari pria yang lebih tua. chris dengan pakaian kusut begitupun wajahnya akibat melewati hari-hari yang sulit di tempat kerja menjadi semakin tak karuan ketika felix yang terlihat layu menyambutnya di ujung ranjang seperti biasa.

jas dokternya di gantung pada dinding dekat lemari, sementara tas hitam yang semenjak tadi dia jinjing di biarkan bersandar pada rak dekat nakas. chris melangkah mendekat guna menghapus sisian kosong di samping felix, ikut menonton cantiknya pemandangan langit sore yang mungkin sebentar lagi akan berubah menjadi gelap.

"kamu bisa cerita. itu nggak akan menyelesaikan masalah tapi itu bisa buat hatimu jauh lebih lega."

lengan kemeja putih polos yang kainnya di gulung sampai ke siku itu di sandarkan ke bagian belakang badan, menumpunya secara pas guna merilekskan sendi yang terasa pegal karena tak mendapat banyak waktu untuk bersantai.

curi-curi pandang sesekali di lakukan demi menuntaskan rasa penasaran akan bagaimana ekspresi si pemilik konstelasi cahaya di pipinya yang cantik. tapi sekarang felix bukan lagi langit berbintang yang penampilannya di damba jutaan umat manusia. kini anak itu tak ubahnya hanya seperti lubang hitam yang semu dan hampa.

psycho | seunglix ✔️Where stories live. Discover now