Part 12 : Ramalan

1.3K 190 110
                                    

coba absen dulu, masih ada gak yang nungguin cerita ini?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

coba absen dulu, masih ada gak yang nungguin cerita ini?

ngga tau karena mood aku ilang-ilangan atau aku yang sensi sama dikitnya apresiasi, part ini jadi lama update-nya. jadi aku bener-bener minta maaf buat itu. sebagai gantinya, aku nekat nulis ini sampe 2,6++k wordswhich means i wrote this more than i used to be (TvT)/ but, i hope you'll enjoy. luv ya ❤

pandora

"MEMANGNYA kita bisa mempercayai itu seratus persen?" Jean menutup belatinya dengan selongsong selepas mengasahnya beberapa waktu lalu.

Sambil duduk-duduk di atas robohan batang mahoni, mengemil keripik jagung Doritos rasa sapi panggang, serta pemandangan Kim Taehyung memainkan pedang di sebelah timur sana—tepat di samping pohon pinus kena catuk burung—keempat demigod Woodvilles sekaligus Aurie tengah membentuk lingkaran layaknya permainan domikado. Selepas Aurie membeberkan perihal mimpinya semalam entah mengapa kawan-kawannya ini mendadak menjadi Sherlock Holmes gadungan cuma dalam satu detik. Seriusan.

Jimin baru saja melepaskan satu anak panah yang menancap sempurna pada target tepat di sebelah Taehyung dan Hoseok yang masih fokus berlatih pedang sampai kedua kawannya itu terperanjat saat atensinya tertuju pada Jean.

"Tidak bisa seratus persen. Tetapi bukan berarti untuk tidak boleh mempercayainya 'kan?" tukasnya.

Jean cuma mengedikkan bahu laiknya mengatakan—ya ya terserah kau—sesaat balik menyematkan belati di gesper pedangnya. Secara intuitif, demigod lain membenarkan penuturan Jimin barusan. Meski itu tidak berarti dengan Taehyung yang tiba-tiba datang berhentak layaknya perompak Carribean kecolongan harta karun diikuti Hoseok di belakangnya sambil sepersekon kemudian menjitak kepala Jimin serta merta. Tak pelak lagi bocah Apollo satu itu mengaduh kesakitan seraya mengelus kepalanya tatkala Taehyung memakinya habis-habisan. "Sialan sekali panahmu itu. Kau mau membunuhku ya?" selorohnya.

Cukup menampakkan dua alis menukik, sepasang bronze melirik si lawan kelewat nyalang, Taehyung tak punya banyak dusta untuk rasakan sel-sel monster di tubuh Jimin bergetar-getar. "Kenapa aku? Salah sendiri dekat-dekat papan targetku! Lagipula kau kan juga tidak mati," balas si Park keki sembari masih berusaha mengusak bagian belakang kepalanya.

Dia mendesis sengit. "Ah dasar, Tae. Jitakanmu itu kelewat biadab. Sungguh!"

Sungut merah menyala semacam lampu konser menyembul dari kepala Taehyung. Demi nama ayahnya Yang Agung, rasanya ia ingin sekali membalas ledekan Jimin atau kembali menjitaknya lagi dan lagi. Hanya saja, keadaan buruknya, niat itu urung lantaran Shin Jean lebih dulu mendesis sebal dengan alis menurun tajam, bibir melengkung, dan sorot mata lancip menusuk netra seperti hendak melempar ultimatum—sebaiknya hentikan perdebatan konyol kalian atau kutendang kalian satu-satu—yang sumpah demi anggur Dyonisus, itu sanggup menciutkan setidaknya beberapa bagian nyali Taehyung juga Jimin.

Pandora : Secret of the BoxWhere stories live. Discover now