Part 6

6.2K 387 0
                                    

Arumi harap-harap cemas menanti proses bimbingannya kali ini sudah sejam dia duduk tapi belum ada sepatah katapun dari dosbingnya. Pak dosen masih fokus pada tumpukan draft skripsi yang diajukan oleh mahasiswi bimbingannya.

“Kamu kok miskin kalimat sekali baru juga 3 baris udah buat paragraf baru lagi”

“I-iya pak.” Jawab Arumi terbata-bata.

“Lain kali buat yang benar, revisi lagi.” Putus pak Ibrahim.

Glek

“Satu hal lagi, lain kali kalau bimbingan skripsi harus rajin, jangan kayak yang lalu bab 1 jedanya seminggu, bab 2 jedanya 2 minggu, nanti bab 5 jedanya 5 minggu juga.”

“Sampai-sampai saya lupa kalau kamu itu adalah anak bimbingan saya.” Cerocos pak Ibrahim.

“Iya pak, mohon maaf dan terima kasih atas bimbingannya hari ini.” Ujar Arumi sambil menatap pria paruh baya yang ada dihadapannya serta kacamata yang bertengger dipangkal hidungnya.

“Silahkan.” Ucap pak Ibrahim sambil menyodorkan draft skripsi ke Arumi.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.”

***

Drrtt drrrtttt

Ringtone ponsel Arumi berbunyi yang menampilkan nama Aiman di layarnya. Arumi bergeming mengumpulkan niat bangun dari tidurnya. Setelah dia bimbingan tadi siang daan pulang ke rumah dia memutuskan untu merebahkan diri dan akhirnya tidur.

“Assalamualaikum Bang.” Serak Arumi khas orang baru bangun tidur.

“Waalaikumussalam. Abang ganggu yaa? Arum sepertinya lagi tidur.”

“Ngak kok bang, ini Arum udah bangun buktinya jawab panggilan dari Abang.”

“Malam ini Arum ada kegiatan?”

“Hm, ngak ada.”

“Boleh makan malam bareng abang nanti?”

“Boleh bang.”

“Abis magrib abang jemput, assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.”

Dan Arumi pun beranjak dari tempat tidur karna sejam lagi Aiman menjemputnya untuk mengajaknya makan malam. Makan malam?sekedar makan malam sajakan?ngak ada hal lain?
Di satu sisi, Aiman berteriak kegirangan karena Arumi menerima ajakannya untuk makan malam. Meskipun Arumi tidak pernah menolak ajakannya tetapi dia selalu merasa Arumi akan menolak ajakannya. Bagi Aiman, Arumi dihidupnya bagaikan garam dalam masakan, garam yang membuat masakan menjadi enak dan tidak hambar, garam sebagai pelengkap bumbu masakan.

Begitupun dengan Arumi, sejak pertemuan mereka di kampus tempo hari hati dan pikiran Aiman selalu tertuju pada Arumi. Hanya Arumi yang membuat jantungnya berpacu lebih cepat diluar batas normal. Benar kata Ferry es batu kini telah meleleh didepan cewek manis.

***

Arumi berjalan menuruni tangga mengenakan dress panjang sejengkal dibawah lutut dipadukan dengan sepatu flat dan sling bag serta rambut yang digerai. Dia menghampiri Abahnya di ruang tamu yang nampaknya sedang berbincang dengan Aiman.

“Tuh Arum udah siap.” Ucap Abah yang melihat Arumi menghampirinya.

Cantik manis batin Aiman menatap Arumi.

“Udah lama?” Tanya Arumi ke Aiman kemudian duduk disamping Abahnya.

“Ngak kok baru aja dateng.” Jawabnya.

“Diminum dulu.” Potong Ibuk yang datang dari arah dapur sambil membawa nampan minuman dan kue.

“Iya Tante.” Jawab Aiman sambil meminum minuman yang telah disediakan.

“Kita permisi dulu Om dan tante.” Pamit Aiman.

“Abah , Arum pergi dulu ya.” Pamit Arumi sambil salam takzim kepada kedua orangtuanya dan diikuti oleh Aiman.

Mereka pun berjalan keluar rumah menuju mobil Aiman di susul oleh kedua orang tua Arumi yang menatap kepergian anaknya.

“Anak kita udah gede yaa, perasaan baru kemarin dia berada dipangkuanmu sambil menangis gara-gara mainan. Eh, sekarang mainnya udah ama lelaki.” Lirih Abah.

“ Bukannya Arum dari kecil udah main ama lelaki ya Bah?anak tetangga kita yang dulu sebelum pindah.” Nostalgia Ibuk.

“Oh iya Abah lupa. Bagaimana kabarnya sekarang?mungkin dia seumuran dengan Aiman.”

“Kita masuk ke rumah, tidak baik angin malam.” Ajak Abah sambil memeluk posessif pinggang istrinya.

Jangan lupa di vote....

My Love: ACC! (Complete)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora