Part 19

5.7K 342 5
                                    

Beberapa menit sebelum Aiman menghampiri Arumi di parkiran, dia mendapat wejangan dari sang ayah diruangan perawatan.

“Kenapa dia bisa ada disini yah?” tanya Aiman.

“Dia yang nolongin Ayah. Bahkan nungguin sampe ayah siuman.”

“Ayah ngak marah?” tanya Aiman yang mendapat gelengan kepala dari ayahnya.

“Ayah sadar dia perempuan yang baik, setelah waktu itu muncul di hadapan ayah dengan penampilannya yang berhijab dan sekarang dia menolong ayah. Dia orang yang memiliki rasa simpati dan empati yang bagus. Ayah tahu kamu belum bisa melupakan dia sepenuhnya. Kalau kamu tidak mau kehilangan dia kejar sekarang.”

“Restu ayah?” lirih Aiman.

“Acc.”

Aiman langsung meninggalkan ruang perawatan tersebut.

Lain halnya dengan Arumi, langkahnya serasa berat untuk menuju ke mobilnya, dia tak sanggup harus bertemu dengan Aiman. Sesampainya di mobil dia masih menangis rasanya hatinya nyeri melihat orang yang pernah—ralat yang masih dia cintai ada dihadapannya. Sampai dia dicegat oleh Aiman dan menyuruhnya keluar dari mobil.

“Rum, bisa keluar sebentar?” pinta Aiman.

Arumi membuka pintu mobilnya dan keluar dengan wajah yang masih sembab.

“Mau ngapain bang?”

“Sekali lagi Rum. Beri abang kesempatan.”

Arumi mengernyit tidak mengerti maksud dari Aiman.

Bismillahirrahmanirrahim…Arum Aku ingin memintamu mendampingiku disisa hidupku, menjadi pelengkap imanku, menjalani ibadah terlama di hidup ini, kuingin kau menjadi makmumku yang mencium tanganku setelah salam dan mengaamiinkan doaku,
Menikahlah denganku!” Lantang Aiman.

Arumi terperanjat, mencoba mencerna kalimat yang barusan dia dengar. Ini mimpi?kok dadakan begini?melamar di parkiran rumah sakit tapi aneh hatinya justru menghangat.

Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Tarik nafas buang. Satu tarikan nafas Arumi merespon dengan anggukan kepala.

Aiman senang bukan main, ia ingin segera memeluk Arumi tapi sadar belum muhrim.

“Sorry, Aku hampir khilaf.”

“Ekhem” deheman itu membuat mereka dejavu. Ayah a.k.a pak Ibrahim menyusul mereka keparkiran dengan menggunakan kursi roda dan meminta bantuan ke salah satu perawat.

“Sekarang ngak ada alasan lagi buat kamu uring-uringan Aiman. Sekarang perasaanmu udah tersampaikan.” Ayah terkekeh melihat wajah malu-malu dari mereka.

***

Setelah mereka mengantar pak Ibrahim ke ruang perawatannya, disinilah mereka berada di kantin rumah sakit. Aiman ngak ada romantis-romantisnya kencan pertama malah di kantin rumah sakit.

Mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing, masih tidak menyangka hal yang beberapa jam lalu terjadi.

“hm, Kamu banyak berubah.” Mulai Aiman.

“Bang Aiman juga banyak perubahan.”

“Makin ganteng?” Narsis Aiman.

“Sejak kapan jadi kepedean begini?”

“Kepedean didepan calon istri ngak apa-apa kok.”

“Kata pak Ibrahim selama ini kamu uring-uringan tapi wajah tidak membuktikan.”

“Memang. Aku mulai memperbaiki diri setelah itu dan mengenai bentuk fisik akhir-akhir ini sering berolahraga terus dapat bonus tambah ganteng gini.” Narsis lagi.

Arumi hanya ber-oh ria

“Maaf.”

“Untuk?”

“Selama ini aku tidak ada kabar, mungkin kamu mengira aku mundur tanpa berita. Sebenarnya Aku ingin berjuang sama kamu, tapi ayah langsung memberikan pekerjaan yang selalu ke luar kota. Kontak kamu juga tidak bisa dihubungi. Empat tahun bukan waktu yang singkat, aku selalu memikirkanmu dan aku selalu berdoa untuk kita. Dan sepertinya doa itu diijabah meskipun aku harus menunggu dalam jangka waktu yang lama.” Klarifikasi Aiman.

“Lantas, kenapa Bang Aiman tidak pernah menyapa Arumi duluan?padahal selama 3 bulan ini kita kerja sama perusahaan. Cecar Arumi.

“Aku merasa bersalah. Aku merasa tidak pantas muncul dihadapanmu apalagi mendampingimu.”

Percakapan mereka berlalu cukup lama saling menyalurjan rasa kerinduan, mengungkapkan perasaan masing-masing.

“Kapan acara lamaran resminya?” tanya Aiman.

“Sesegera mungkin aku perlu ngomong ke orang tua aku dulu.” Putus Arumi.

Dan tugas selanjutnya adalah mencari cara buat ngomong di depan Abah dan Ibuk.

Votenya dong reader...

My Love: ACC! (Complete)Where stories live. Discover now