Part 17

5.5K 354 0
                                    

Peci yang bertengger di kepalanya, baju koko yang melekat pada tubuh bagian atasnya, serta sarung yang melilit tubuh bawahnya dan sandal selop yang mengiringi langkahnya menuju ke mesjid. Sempurna!

Dia adalah Aiman yang sedang berjalan ke mesjid kompleks untuk menunaikan sholat magrib. Selepas itu dia mendengar ceramah singkat yang disampaikan oleh imam mesjid, sudah menjadi kebiasaan para jamaah mendengarkan tausiyah selepas sholat fardu.

Di umurnya yang makin bertambah, dia juga memperbaiki hubungan denganNya lebih mendekatkan diri, beribadah lebih rajin, dan menyempatkan diri untuk mengikuti kajian.

Di perjalanan pulang dia mampir ke rumah salah satu tetangganya yang memiliki anak sekitar 5 tahunan.

“Loh kok Nino mainnya diluar rumah?nanti masuk angin loh.” Ujar Aiman menghampiri anak kecil tersebut.

“Lagi nungguin ayah pulang dari mesjid.” Ujar Nino dengan nada khas anak kecil.” Ayahhhhhh.” Sambungnya sambil berlari ke ayahnya yang datang dari arah belakang lalu bocah itu mencium tangan ayahnya.

“Halo anak ayah, bunda mana?”

“Eh Mas udah pulang?” ujar sang istri yang muncul dari ambang pintu lalu mencium tangan sang suami dan mendapat balasan ciuman di kening.

“Tsk, diliatin anak kecil tuh.” Interupsi Aiman.

“Iri bilang bos.”

“Nino kok ngak meluk paman sih, ayo sini.” Aiman menyambut pelukan dari Nino.

“Pak Ibrahim dimana?kok ngak keliatan?”

“Udah jalan duluan tadi, biasa lututnya biasa kumat.”

Aiman asyik bermain dengan Nino yang tampak senang melihat kedatangannya.

ih papa-able”

“mupeng deh jadi istrinya”

“udah ganteng mapan lagi”

“assalamualaikum Imam soon-to-be”

Gurauan dari rombongan gadis-gadis kompleks yang baru saja pulang dari mesjid dan berlalu didepan Aiman. Niatnya ke mesjid malah berubah haluan buat ngelirik ikhwan yang cocok dijadiin mangsa.

“Jaman sekarang cewek-cewek kalau ngeliat yang bening-bening tingkat kewarasannya bergeser.” Ujar Aiman yang mulai ilfeel.

“Lagian kamu juga. Kok belum nikah sampai saat ini?” tanya ayahnya Nino.

“Tuh kan, pertanyaan itu lagi.” Aiman memberengut.

***

Tiga bulan sudah dilalui kerjasama antara kantor Aiman dan Arumi. Dan dalam tiga bulan itu Arumi tidak sama sekali mengenali Aiman. Aiman yang seolah menjaga jarak. Meminimalisir kemungkinan kalau-kalau dia akan bertemu dengan Arumi. Menghindar dari Arumi. Dan Arumi tidak sadar akan hal itu.

Seperti saat ini, rapat terakhir diadakan di kantor Arumi dan Aiman berusaha keras untuk menolak datang berbagai alasan dia utarakan dan ayahnya yang selaku boss accepting alasannya. Tapi diwaktu bersamaan Arumi juga tidak menghadiri rapat terakhir tersebut yang notabenenya di hadiri oleh semua kepala bagian di divisi keuangan tapi kali ini justu di wakili oleh bawahannya.

Untuk sesaat Aiman bernafas lega. Tapi tidak dengan hatinya.  Dia menyalahkan dirinya. Andai dulu dia mengejar Arumi, memperjuangkan Arumi, meyakinkan ayahnya untuk menerima Arumi, apa boleh buat itu hanya sebagai kata ‘andai’. Dia sudah kalah telak.

***

Ballroom hotel saat ini di dekor untuk ulang tahun perusahaan PT. Santoso Pratama, para tamu mulai berdatangan. Tak terkecuali Arumi yang namoak cantik dengan gaun terusan yang dia kenakan, cantik. Selain sebagai karyawan dia juga anak dari yang punya perusahaan. Tentu saja pesonanya lebih terpancar seolah lighting diruangan ini tertuju padanya.

Di lain tempat Aiman mondar-mandir untuk mencari alasan agar tidak ikut bersama ayahnya di ulang tahun perusahaan tersebut.

“Kamu kok belum siap-siap?” tanya pak Ibrahim yang sudah siap dengan setelan jasnya.

“A, A-nu Yah. Aiman gangguan pencernaan ngak bisak ikut.” Ujar Aiman memasang muka memelas biar lebih meyakinkan.

“Ya udah. Padahal ayah dengar yang punya perusahaan punya anak gadis loh. Mana tau kamu kecantol.”

Dia Arumi, Yah. Yang ayah tolak mentah-mentah di depan dia. Batin Aiman.

“Berarti ngak jodoh…” Ujar Pak Ibrahim sambil tersenyum.”untuk hari ini” sambungnya sambil melenggang pergi.

“Belum tau aja yang dimaksud itu siapa.” Gerutu Aiman.

Pak Harto a.k.a Abah Arumi menyapa para tamu yang hadir. Sebagai empunya acara dia harus bersikap ramah, tak terkecuali dengan Arumi yang menyapa para tamu yang lain atau sekedar berngobrol ringan dengan sesama karyawan.

“Selamat malam pak Ibrahim, terima kasih sudah datang.” Sapa Pak Harto sambil bersalaman dengan pak Harto.

“Malam Pak. Justru saya yang berterima kasih karena sudah di undang.”

“Sendirian?”

“Iya. Anak saya tiba-tiba berhalangan hadir. Padahal selama kerjasama kita dia yang paling banyak berkontribusi.”

Percakapan mereka berdua di interupsi oleh kehadiran Arumi.

“Bah, liat Ibuk ngak?” ucapnya yang masih belum sadar dengan lawan bicara abahnya.

Ketika dia berbalik, Arumi malah membelalakkan matanya kaget dengan apa yang ada dihadapannya.

“Malam Pak Ibrahim.” Sapa Arumi sambil menjabat dan mencium tangan pak Ibrahim selaku tamu undangan relasi perusahaan dan sebagai yang pernah jadi dosen pembimbingnya.

Datangnya bareng Aiman? Itu adalah kalimat yang tertahan ditenggorokannya tapi tidak dia utarakan.

***

Arumi mematut dirinya di depan cermin toilet, setelah berhasil membebaskan diri dari kejadian awkward moment itu dia berdiam diri di toilet.

Arrgghhhh

Kenapa?kok bisa?jadi selama ini? Dia masih terngiang-ngiang dengan percakapan singkat tadi.

“Dia dosen pembimbing aku dulu Bah.” Ujarnya karena keterkejutan Abah pada interaksinya dengan pak Ibrahim.

“Ngak nyangka kita bisa bertemu lagi dan nyatanya menjadi relasi perusahaan.”

“Betul pak saya juga tidak menyangka. Kalau begitu saya pamit dulu silahkan dilanjutkan obrolannya.” Pamit Arumi undur diri tapi belum sepenuhnya Arumi undur diri….

“Jadi dia anak gadis anda?” yang dibalas anggukan kepala oleh Abahnya.

“Anak saya masih single Arumi.” Ucap pak Ibrahim penuh penekanan dan Arumi yang sudah ngacir pergi menyembunyikan semburat merah meronanya karena malu.

Arumi akhirnya sadar, selama ini Aiman ada di dekatnya lebih tepatnya berkeliaran. Tetapi mengapa Arumi tidak menyadari itu? Lantas Aiman juga tidak bertegur sapa dengannya? Apakah dia tidak menyadari kehadirannya?hanya satu kemungkinannya Aiman sudah melupakan dirinya.

Sorry untuk typonya jangan lupa di vote...

My Love: ACC! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang