Cantik - Episode Dua Puluh Satu🍃

42 6 6
                                    


Dari kejauhan Shireena menatap Rafqis yang berdiri tegak dengan pakaian formal berjas biru dongker dalaman kemeja putih. Dasi bertengker berlist putih-biru gelap memadukan penampilan tampannya.

Sungguh pakaian formal yang pas membalut tubuh sedikit berisi berkat tangan Shireena saat masih bersamanya.

Ketulusan kasih sayang yang berhasil membuat Rafqis sudah nampak lebih cerah dan sehat. Namun bathinnya juga bertanya. Apakah Rafqis mencarinya? Atau malah membiarkannya pergi dari kehidupannya?

Atau dan atau. Kalimat atau menyentak hati yang bergelut dalam bimbang. Shireena sudah memutuskan untuk tidak lagi menempel pada Rafqis. Meski satu penghalang Rafqis untuk hidup tanpa beban yaitu Demian sudah Shireena singkirkan.

Sedangkan penghalang lainnya adalah Shireena sendiri. Ia tidak lagi ingin menjadi beban dalam kehidupan Rafqis. Cukup pernikahan selama satu bulan lamanya, mengajarkan Shireena arti dari kelembutan, kebaikan serta rasa tulus untuk mengingatkan.

Shireena lihat Marco tengah membukakan pintu mobil untuk Rafqis dengan wajah datar. Lalu Clara hanya berdiri di depan pintu bersama ibu yang telah melahirkan serta membesarkannya.

Shireena datang untuk melihat bagaimana keadaan rumah tanpanya. Karena memang semua harus baik-baik saja meski Shireena tengah memendam rasa rindu.

Tidak berniat menghampiri. Melihat dari jauh saja sudah cukup terobati. Shireena tidak akan menimbulkan segala aspek untuk ibunya bertanya. Cukup fokus pada kesembuhan dirinya dan nanti ia akan menjemput ibu beserta Clara–––bila memang Clara ingin ikut dengannya.

"Sudah?" Herry bertanya disela lamunan Shireena. Pagi ini pria itu menjemput Shireena dari rumah kontrakan untuk diajak kerumah sakit mengganti perban.

"Hemm..." ia mengangguk dan Herry melanjukan mobil sedan hitam miliknya.

======●●●======

"Sudah berhasil kamu temukan?" Rafqis menggoyangkan kursi kebesarannya. Memposisikan diri untuk duduk lebih nyaman lagi.

Marco menggeleng, "belum. Dia hilang tanpa jejak. Herry juga tidak memberitahukan keberadaan Shireena. Katanya, Shireena cek out setelah sadar dan Herry juga kehilangan kabar darinya" suara penyesalan itu terdengar kelu.

"Kamu percaya begitu saja?" Rafqis memasang kancing jasnya seraya berdiri. "Shireena ada bersamanya. Tidak mungkin ia pergi jauh hanya dengan membawa diri"

======●●●======

"Brengsek kau Marcoooooooooo!" makian itu terlontar di tengah hutan. Demian.

Ya. Demian sedang ditengah hutan. Tepatnya di tepian lauttan bersama wanita sexy.

"Sudahlah., Marco begini karena sayang denganmu. Lagipula ada uang sepeninggalannya dia dalam menitipkanmu padaku" usapan hangat di hadiahkan untuk Demian di punggungnya.

"Ada uang mau kau gunakan untuk apa? Ini hutan!mana ada mall dan club. Lain kali otakmu di pake yang sedikit itu" ucap Demian berapi-api. Mulut kasarnya tak lepas dari semua umpatan dan makian.

Thakkkk!

Wanita itu memukul kepala Demian. "Otakmu yang sedikit. Sudah bagus kutemani disini masih aja kau tak tau terimakasih. Dasar tua bangka! Kau bisa kubunuh disini. Jangan macam-macam" Jane memelototkan matanya. Tidak terima dengan sikap Demian. Dia bukan perempuan yang gila belaian seperti teman tidur Demian. Ia hanya ditugaskan untuk mengontrol segala kesakitan jiwa Demian atas pesan Marco.

Dan memastikan agar Demian tidak kembali ke ibukota dimana Rafqis, Shireena serta yang lainnya tinggal.

"Kau berani mengancamku?" Demian berkacak pinggang.

"Dan kau berani mendelikkan matamu? Mau kucolok?"  Jane menunjukkan dua jarinya. Jari telunjuk dan jari tengah.

Ciut.

Demian terduduk dengan kesal. Kepalanya masih sakit akibat campuran obat tidur dosis tinggi pemberian Marco.

======●●●======

Akhir pekan dihabiskan Shireena dengan membersihkan rumah juga barang-barang hasil pinjaman uang dari Herry. Ia membeli peralatan dapur beserta untuk isi kulkas. Senilai uang dengan nominal lima belas juta rupiah——dipinjam Shireena.

Dengan semangat, membuka lembar baru di kesehariannya. Hari ini setelah ia membereskan pekerjaan rumah ia akan membeli mesin cuci. "Kubuka lembaran baruku dengan bismillah" Shireena berujar sendirian. Tangannya dengan cekatan membersihkan debu-debu yang menempel di kaca luar.

"Assalamu'alaikum mbak."

Shireena menengok kebelakang meilhat asal sumber suara, "wa'alaikumssalam" balasnya dengan senyum sekedar.

"Warga baru ya, mbak?" wanita itu berjalan mendekati Shireena. Ia mengulurkan tangan, "Ghea" wanita berniqab dengan mata sipit memperkenalkan diri.

"Shireena" ia menerima uluran tangan itu dengan baik.

"Asli mana, mbak?"

Shireena tampak berfikir, ia baru ingat KTP, atm, serta kartu-kartu belanja ah——lupakan kartu belanja. Maksud Shireena KTP yang lebih penting untuk menyatakan identitas tidak ada padanya.

Karena Shireena tampak diam, Ghea melanjutkan. "Sudah lapor RT, mbak?"

"Maaf sebelumnya, aku orang baru. Kartu identitasku mungkin hilang. Entahlah."

"Bagaimana dengan kartu keluarga. Ada?" Ghea bertanya lagi.

"Tidak ada juga" mereka sama-sama terdiam. "Tak apa nanti kita minta tolong ke paman ana buat laporan. Ana takut nanti mbak di kira hal macam-macam disini. Oiya, mau ikut ana?"

"Kemana?"

"Pengajian ke masjid Al-Iman. Nggak jauh kok darisini. Daripada mbak bengong dirumah sendiri." Tawar Ghea halus.

Lagi. Shireena tampak berfikir, ia mau saja tapi tidak ada pakaian panjang dilemarinya. Gamis. Herry hanya membelikan pakaian pendek meski di bawah lutut. 

"Maaf, mungkin lain kali" Shireena menolak meski hatinya berkata sangat ingin. Entah. Hatinya seolah meronta-ronta menyuruhnya ikut tapi lisannya menolak.

"Baiklah. Tapi serius mbak tidak ingin ikut?" 

"Emm..., sebenarnya aku nggak punya baju gamis"

Direvisi, 14 Juli 2020
06.17Pm

Cantik - Rahasia Di BALIK NIQAB || Edisi Revisi📝Where stories live. Discover now