☘️ Dua Puluh Delapan ☘️

15.8K 1.2K 147
                                    

Via memasuki area Kantin, ia celingak-celinguk mencari keberadaan Vendo. Sampai akhirnya ia menemukan lelaki itu, tanpa pikir panjang, Via langsung menghampiri Vendo.

"Vendo," panggil Via.

Vendo langsung menatap kearah Via, ia yang tadinya duduk langsung berdiri dihadapan Via, menatap wajah gadis itu. "Lo sakit? Wajah lo pucet."

Via tersenyum lalu ia menggeleng pelan. "Via gak kenapa-kenapa. Nanti pulang Sekolah, Vendo mau gak antarin Via? Via gak bawa mobil, tadi berangkat sekolahnya sama Arga."

Vendo mengangguk mengiyakan. "Iya, tapi beneran lo gak papa? Gak mau istirahat aja di UKS?"

"Enggak, Via mau istirahat dikelas aja, Via kesini cuman mau nyari Vendo kok. Via mau ke kelas dulu ya."

"Gua antar lo ya."

"Gak usah, Vendo disini aja sama teman-teman Vendo," tolak Via halus.

"Gak papa kok—"

"Via sama gue aja Kak." Adit tiba-tiba datang menghampiri Vendo dan Via, ia berdiri disebelah Via. "Ayok Vi ke kelas, gue juga mau ke kelas."

Via mengangguk, "Ayok." Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke kelas. Vendo hanya diam, menatap kepergian Via dan Adit.

"Panas gak tuh," sindir Jefran.

"Kenapa harus panas? Kan gue sukanya sama Felly bukan Via," sahut Arya menirukan gaya bicara Vendo.

Alfi tertawa mendengarnya. "Hahaha jago banget lo anjrit!"

"Gengsian banget heran," celetuk Rafka.

"Siapa yang lo maksud gengsian?" Vendo menatap Rafka dingin.

Rafka menyengir. "Hehe, gak gak, lupain."

***

Kini Via berada didalam ruang kelasnya, XI IPA 1, ia duduk di kursinya. Kedua sahabatnya pergi ke Kantin untuk membelikannya makanan serta minuman, awalnya ia menolak untuk dibelikan, tetapi kedua sahabatnya itu memaksa.

Didalam kelas, hanya ada dirinya dan Adit, teman-teman sekelasnya mungkin pergi ke Kantin untuk mengisi perut mereka.

Via membuka bukunya dan ia mulai membaca rumus-rumus yang ada disana. Adit menghela nafasnya, ia menutup buku tersebut, hal itu membuat Via menatap kearah Adit.

"Kenapa, Dit?"

"Udahan dulu ya belajarnya? Muka lo pucat banget, lo lagi sakit, harus banyak-banyakin istirahat."

Via menghela nafasnya lalu ia mengangguk pelan. "Ya udah deh, Via udahan dulu belajarnya."

"Nah gitu dong, pasti lo lapar kan? Sabar ya, Nindy sama Sandra masih beliin lo makanan," ucap Adit.

Via tersenyum kecil. "Via gak laper kok, gak pengen makan malah, hehehe."

"Gak boleh gitu dong Vi." Adit menyelipkan helaian rambut Via. "Kalau lo gak makan, ntar sakitnya gak sembuh-sembuh, mau?"

Via memanyunkan bibirnya, jelas ia tidak mau berlama-lama sakit. "Gak mau lah," jawabnya.

"Makanya kalau disuruh makan itu nurut." Adit mencubit pelan hidung Via. "Duh! Main cubit aja sih!"

"Iya, maaf. Btw, olimpiadenya kapan sih?"

"Masih lama sih—"

Drrrttt...drrttt...

Via menatap layar handphonenya, sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman saat melihat ternyata yang menelponnya adalah Mamanya.

"Bentar ya Dit, Mama Via nelpon." Adit mengangguk, mengiyakan ucapan Via.

Vendo for Via Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang