Chapter 5

2.5K 319 11
                                    


"Balik sama siapa Ei?" tanya Gading sahabatku sejak SD dulu sekaligus manajer, sekaligus pimpinan band tempat aku bernaung. Eh, apa dong nyebutnya, pokonya Gading ini punya band yang kebetulan bandnya ini bekerja sama dengan beberapa WO, makanya kita sering diminta untuk mengisi acara di acara-acara resepsi pernikahan dan beberapa acara lainnya.

Sejujurnya pekerjaan seperti ini gak terlalu besar sih penghasilannya. Tapi buat mahasiswa semester 6 sepertiku ya lumayanlah. Meskipun bapak dan ibu bisa memenuhi semua kebutuhanku tapi rasanya lebih nikmat kalau bisa membeli apa yang aku mau dengan uang hasil kerja kerasku sendiri.

Beruntungnya aku, aku memiliki orang tua yang demokratis. Bapak yang seorang dosen tidak pernah melarang aku untuk menjadi apapun. Mereka tidak pernah memaksaku agar bisa menjadi seperti mereka. Bapak bilang asal aku nyaman dan menikmatinya mereka gak masalah. Toh, apapun jenis pekerjaannya kalau dikerjakan dengan senang hati pasti hasilnya akan berkah.

"Ei, ditanya malah ngelamun," tanya Gading sekali lagi yang mau tak mau perkatannya barusan membuat aku kembali ke alam nyata.

"Balik sendiri lah. Bawa motor gue," kataku lalu memalingkan pandangan ke arah Gading. Gading ini anak band banget, cuy. kulitnya sawo matang, penampilannya slengean, tapi kalau lagi manggung beuuuh, jamin bikin klepek-klepek para jomblowati haus belaian. Sayang, dia sudah punya Namira yang dia cinta mati sejak SMP dulu. biarpun menjalani hubungan jarak jauh tapi masing-masing tetap bertahan.

"Temenin gue makan yuk?!" ajaknya. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku, sudah menunjukan jam 7.30 malam. bisa gendut badan Eijaz kalau gini. "Lu gak usah makan deh kalau taku gendut, nemenin gue aja. gue pengen curhat," putusnya. Aku menatap Gading yang memang malam ini terlihat kusut, pasti galau.

"Ya udah ayok!" satu senyuman terbit di bibirnya lalu menggiringku keluar studio setelah pamitan pada teman-temanku yang lain.

Dan disinilah aku, di sebuah warung nasi goreng di pinggir jalan favorit aku dan Gading sejak kami sekolah dulu.

"Kenapa lu?" tanyaku setelah kami mendapatkan tempat duduk dan Gading memesan nasi goreng kambing kesukaannya.

Kudengar desahan napas Gading. Aku tahu pasti ada sesuatu yang terjadi. Gading bukan laki-laki yang gampang galau. Malah terkadang aku berpikir, apa mungkin Gading gak punya hati sampai-sampai dia sangat easy going menghadapi setiap masalah yang di hadapinya. Tapi mungkin masalahnya kali ini cukup berat sampai-sampai mukanya kelihatan kusut kayak baju belum disetrika pembantunya.

"Namira minta break," katanya. Semua kata-katanya membuat mataku membola.

"Hah?"

Gading mengangguk, "Iya, minta break," mataku memicing seakan minta pernyataannya kembali diulang karena aku tidak percaya sama semua perkataannya barusan.

"Kok bisa?" tanyaku tak percaya dan Gading hanya merespon dengan gedikan di bahunya. "Urusan cinta, gue sama elu kok ngenes banget sih, Ding," Gading tertawa pelan lalu mengangguk. Gading kini fokus pada nasi goreng di hadapannya.

"Lu emang lagi ada masalah sama Namira?" tanyaku akhirnya. Gading melirikku sekilas.

"Ribut biasa aja sih. Masalah komunikasi doang," katanya. Klise beneran. Jadi guys, Namira ini lagi kuliah fashion di Prancis. Sejak awal perbedaan waktu memang jadi masalah mereka dalam beromunikasi. Gading bangun Namira tidur, Namira bangun sementara Gading udah harus tidur. Harusnya sih karena ini udah jadi tahun kesekian mereka LDR, komunikasi udah gak jadi masalah dong, kan udah kebiasaan juga. tapi ya entahlah, lagi dalam masa titik jenuh kali ya.

Stuck WIth You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang