Ramalan Juleha Dimulai

379 17 0
                                    

Beberapa menit kemudian. Disinilah aku. Sebuah taman di atas bukit.

Aku duduk disebelah Anton. Suasana Bandung masih ramai. Ah, mungkin emang semakin malam makin ramai ya.

Aku alihkan pandanganku ke langit. Membayangkan semua kejadian yang telah lalu. Semuanya tentang takdirku, tentang masalah gaun yang harus jadi 3 hari lagi sementara sekarang masih 0,000001%.

"Ahhh, senang sekali ada di atas. Tempatnya bagus ya? Aku senang bisa menemukan tempat ini. Aku selalu ingin membawamu kesini, tapi tidak pernah ada waktu.." ucapnya sambil memejamkan mata.

"Ada apa di taman ini?" tanyaku. Dia melihat kearahku.

"Dulu aku punya teman, Rian namanya. Tempat ini adalah pertemuanku yang terakhir"

"Boleh aku mendengarkan?" tanyaku lagi.

"Hahhaha, iya... Enggak lah!" ucapnya sambil tetawa.

"Oke deh, silahkan cerita" jawabku

"Duluuu sekali, dia berjalan hendak menyebrangi jalan itu, tapi entah kenapa dia berhenti tiba tiba dan melambaikan tangan kearahku sambil tertawa tawa. Dan ketika berbalik, sebuah truk lewat dengan cepat.." ujarnya. Aku hanya mendengarkan.

"Kalau diibaratkan mungkin seperti kilat ya? Cepat dan singkat. Sementera guntur adalah jeritan yang selalu mengikutinya." lanjut Anton.

"Maafkan aku.." ucapku.

"Ini udah lama banget, Mon! Jadi nggak apa apa,, hahahaha" jawabnya. Aku tersenyum memandanginya.

"Oh iya,, gimana..?" tanya Anton yang sedang memperhatikanku.

"Gimana apanya?" tanyaku balik.

"Yahhh, apapun sih. Gimana si nenek? Siapa namanya? Jajang?" ucapnya lagi.

"Anneke.." jawabku singkat.

"Maksudku nama yang kau berikan padanya" ujarnya.

"Juleha"

"Ah iya, itu dia. Juleha sang nenek metal.." ucap Anton sambil memandang langit. Aku tersenyum.

"Jangan terlalu dipikirkan, Mon.." ucapnya. Aku tidak menjawab.

Aku menggeser badan lebih dekat padanya. Ahh, hangat..

Beberapa menit kemudian, aku baru sadar bahwa aku memeluk abang ini. Anton Daniel Kimura.

"Arg, anu,, maafkan aku. Tapi aku kedinginan dan kau hangat.." ucapku. Dia tidak berkata apapun. Hanya mendekatkan kepalaku di jaketnya.

Aku memandanginya. Ayahnya yang Jepang dan ibunya yang Jakarta sukses menghasilkan blasteran putih berwajah ondel ondel.

Pemandangan kota terlihat luar biasa dari sini. Lampu perumahan yang menyala dan lampu kendaraan yang berlalu lalang.

Taman ini cukup sunyi. Tidak ada orang lagi selain kami. Rasanya mewah sekali. Seaakan hanya dibuka untuk kita berdua..

Aku kembali melihat Bandung dari atas. Kami hanya diam selama sekitar sepuluh menit. Saling memperhatikan kota.

"Kau single sekarang?" tanyaku asal.

"Tidak, aku sudah memiliki dirimu" jawabnya. Aku memandanginya.

"Aku tidak bilang iya" ucapku.

"Tapi kau juga nggak bilang tidak" ucapnya. Aku tersenyum melihatnya.

"Kau tahu? Aku menyukaimu" ucapku tanpa melihatnya.

"Aku juga. Tadinya aku pikir aku nggak mungkin bisa bersamamu" katanya.

Paradise on EarthWhere stories live. Discover now