Pikachu Kematian

318 16 0
                                    

Dia adalah Nenek Anneke. Bajunya yang berwarna kuning, mengingatkanku akan pikachu.

Aku sedang tidak ingin mengetahui ajalku, makanya aku tetap berlari dan berusaha mengabaikannya.

Aku sampai di kampus dan melihat Lai Costanza. Dosen teman temanku.

"Eh, Mona?" ucapnya. Aku tersenyum padanya.

"Wajahmu kelihatan sedih? Ada apa? Ceritalah padaku" ujarnya.

"Kenapa aku harus cerita padamu?"

"Setiap model yang ingin sukses, harus punya dosen yang bisa bikin dia sukses juga, Mon" ucapnya lagi.

Aku tersenyum dan mulai menceritakan segalanya.

Di tengah tengah cerita, sekilas aku melihat wajah pikachu tua (baca: anneke).

Ahh, kenapa sih aku diikuti nenek nenek? Memangnya hidupku belum cukup buruk atau gimana sih? Tuhan...

Setiap kali aku coba untuk menghindar, semakin sering dia muncul di hadapanku.

Saat ini dia sedang mengacungkan dua jempolnya dan samar samar aku mendengar 'sebentar lagi, nak'..

"Mon..?" ucap Lai.
"Ya? Eh, anu, kayaknya aku harus segera pergi, kucingku kayaknya lagi diare. Maaf ya, daaah" ujarku cepat dan menghampiri nenek Anneke.

"Apa maksudmu sebentar lagi?" tanyaku langsung.
"Kau sudah mengetahuinya. Tapi kau tidak mau mengakui. Sampai jumpa gadis kecil, kau melakukannya dengan baik" jawabnya dan menghilang.

"Iya deh, aku akui, sebentar lagi aku mati kan?" gumamku sambil berlalu.

Aku berjalan dan menemui teman temanku.

"Monaaa!"
"Eh? Meidy?" ucapku tersenyum.
"Maafkan aku, Mon.." ujarnya.
"Aku yang salah, hahaha" ucapku.

"Kau kembali?" ucap Kenji dari jauh sambil menghampiriku.
"Begitulah.." jawabku singkat.
"Kau masih percaya kami?" tanya Anton.
"Gitu deh. Aku baru saja nggak percaya sama seseorang, aku ga mau mengulangi kesalahan dua kali" jawabku.

Anton tersenyum padaku dan berkata,, "Jangan mengulangi kesalahan yang sama...."
"Masih banyak kesalahan lain yang belum dicoba" lanjutku.

"Kalian idiot" komentar Meidy.
"Makasih pujiannya" jawab Anton.
"Oh, percayalah, hanya dia yang menganggap itu pujian" kataku.
"Aku sangat tersentuh" lanjut Anton
"Tepat di hati ya" ucap Meidy.
"Aku nggak bilang dimana aku tersentuh" ucap Anton. Aku tertawa mendengar mereka.

Aku berjalan bersama Meidy dan mulai latihan lagi. Berlanjut berlanjut dan berlanjut terus hingga malam hari.

Besoknya, 16 April.

Aku berjalan bersama Kenji dan Meidy ke ruang rias, sementara Anton menemui dosennya.

Aku duduk sementara Meidy merias wajahku dan Kenji menata rambutku.
Sekilas aku melihat lihat semua orang di ruangan ini.

Di depanku duduk seseorang yang tersenyum ketika melihat handphonnya. Di sebelahnya ada seseorang lagi yang merias kukunya sendiri. Mereka senua terlihat biasa. Berarti aku juga terlihat biasa. Padahal kemarin aku baru saja berantem.

"Mungkin.. Hanya aku yang menganggap ini dengan tidak serius.." gumamku.

"Kapan kau pernah serius melakukan sesuatu?" tanya Kenji tanpa menatapku. Aku diam.

"Maafkan aku" jawabku.

"Tenang aja, semua akan baik baik saja. Yah, semoga sih." ucap Meidy.

Tiba tiba Anton masuk. Entah kenapa aku melihat kesedihan di wajahnya. Dari caranya berjalan, ia terlihat seperti menyembunyikan kesedihan, tapi wajahnya tetap tegar. Aku bisa mengenali ekspresi itu karena aku melihatnya setiap kali berkaca.

"Semuanya selesai? Meidy, antar Mona ke ruang tunggu. Acaranya akan dimulai jam 10 nanti." ucapnya.

"Ya, sudah selesai juga" jawab Kenji. "Aku akan mengambil gaunnya"

Aku berjalan bersama Meidy ke ruang tunggu.

Beberapa menit berjalan dan setelah sampai, aku bertemu Kenji. Wajahnya ceria sekali sambil mengayunkan sebuah gaun yang akan kupakai nanti. Aku duduk disebelahnya.

"Hei, sepertinya Anton akan sedih sekali ya.." gumam Meidy.
"Hah?" ucapku tidak mengerti.
"Dia nanti bakalan ngelanjutin kuliah di Paris, mon" lanjut Kenji.
"Haaah?" ucapku lagi.
"Kau belum tau?" ucap Kenji tidak percaya.
"Dia tidak berkata apapun padaku" ucapku sedih.

"Mungkin dia belum siap.." ucap seseorang dari belakangku. Anton.
"Kau ini menyebalkan sekali" ucapku ketus dan memeluknya. Walaupun sudah beberapa bulan pacaran, aku tetap merasa kalau hubungan kami masih baru dan rapuh. Aku tidak ingin menghancurkannya dengan hal yang kecil.

"Maafkan aku, Mon. Tapi aku akan pergi ke Paris minggu depan. Setelah kelulusan hari ini, aku masih harus mengirusi passport.." ucap Anton. Aku hanya diam. "Aku janji kau akan menjadi model yang hebat" lanjutnya sambil tersenyum.

"Hei, kalian bersiap siap ya! Mona Agatha, kau nomor 4" ucap Lai dari balik jendela. Sedetik kemudian, ia menghilang.

"Aku akan berusaha.." gumamku pelan sambil berlalu. Teman temanku mengikuti dari belakang.

Aku berganti baju dan menunggu.
Acara dimulai. Peserta pertama dari tim Kaoru. Lalu dari Keenan dan ketiga dari Kei.

"Berjalanlah sesuai pribadimu sendiri. Berjalanlah seolah surga ada di depanmu, dan kau memasukinya dengan tenang" ucap Anton padaku. Aku mengangguk dan berjalan meninggalkannya.

Aku berdiri di atas panggung. Walaupun aku dikelilingi banyak penonton, di depanku gelap, seolah aku berdiri sendirian.

Lampu soror yang ternyata begitu terang menyinariku dari belakang. Musik klasik diputar dan aku mulai berjalan.

Di tengah panggung, aku melihat wajah ibu dan adikku yang tersenyum kepadaku. Dan jangan dilupakan, bahwa di ujung panggung, aku juga melihat nenek Anneke. Senyumnya yang menyeramkan seolah menandakan bahwa ajalku sudah mau tiba.

Aku mengabaikannya dan terus berjalan. 5 menit yang singkat berlalu. Aku kembali ke belakang panggung. Dua detik kemudian aku mendengar tepuk tangan dari belakang.

"Semua itu untukmu, Mon. Kau melakukannya dengan baik" ucap Anton padaku. Aku memeluknya.

6 jam berlalu dan aku menerima penghargaan pertama sebagai kostum yang terbaik.

Di saat aku sedang mengobrol dengan teman temanku, aku melihat ibu dan adikku. Aku segera menghampiri.

"Mama.."
.
.
.
.

Paradise on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang