26 : titik terang

7.6K 1K 169
                                    

Rose terbangun dari tidurnya, hari ini ialah hari peringatan 1000 hari kematian ibunya. Jam masih menunjukkan pukul 2 pagi, Rose berniat keluar untuk mencari angin. Tetapi, ternyata pintu utama sedang terbuka.

Rose yang kepo lihat keluar dan lihat Taeyong lagi ngelamun sambil ngopi.

"Loh? Rose? Belum tidur?" tanya Taeyong.

"Kebangun," jawab Rose dengan nada rendahnya, kemudian duduk di sebrang Taeyong. "Kak Taeyong habis nangis ya?" goda Rose, ia melihat mata Taeyong yang memerah dan sembab.

Taeyong tersenyum tipis sambil berdeham. "Bukannya sok diem malah ngejek," ucapnya sambil terkekeh.

"Memang Kak Taeyong nangis kenapa?" tanya Rose, turut meminum kopi milik Taeyong. Memang minim adab.

"Gue kan udah kelas akhir ya Rose, biasalah overthinking. Gue pusing aja banyak tuntutan dari orang tua. Apalagi gue anak pertama, gue takut nggak sesuai ekspektasi mereka. Dan nyokap. Dia pengen gue ambil arsitektur, padahal gue pengennya teknik industri," jelas Taeyong.

"Kak Taeyong kan bisa coba dulu di teknik industri?" ucap Rose.

"Gimana ya Rose, suatu hal yang dilakukan tanpa restu orang tua itu berakhir gak baik biasanya. Apalagi itu ibu, ibu kan punya insting kuat. Dan ibu gue selama ini udah sesabar itu sama gue, mau gak mau gue harus nurut," ucap Taeyong sambil tersenyum.

"Oooh gitu ya," Rose tersenyum kecut. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya sejak kecil. Wanita itu terus berselingkuh dari ayahnya. "Yakin itu doang yang bikin Kak Taeyong nangis?" tanya Rose.

"Pacar gue selingkuh, udah jalan 2 tahun padahal," cerita Taeyong membuat Rose menahan tangisnya. Ia tahu betul, penghianatan adalah hal yang paling menyesakkan.

"Loh kata Mingyu habis ciuman?" ucap Rose berusaha sesantai mungkin.

"Hahaha anjir, gue nggak ciuman," jawab Taeyong sambil menyilakan poninya kebelakang.

"Terus gimana? Putus enggak?" tanya Rose.

"Enggak, dia minta kesempatan satu kali lagi. Mungkin gue juga salah gara-gara terlalu sibuk les dan buat dia jengah," jawab Taeyong.

"Tapi selingkuh bukan suatu hal yang bisa ditolerir, itu penyakit dan nggak bakal bisa sembuh," jawab Rose dengan amarah yang menggebu-gebu. Ia tidak setuju jika Taeyong harus memaafkan pacarnya itu.

Taeyong terkekeh, "apa lo nggak lihat Eunwoo? Dia juga pernah nyelingkuhin lo dan sekarang? Dia udah nggak gitu kan," jawab Taeyong.

Rose hampir lupa kalau ia juga pernah menjadi korban perselingkuhan. "Iya sih..." jawab Rose. Taeyong tersenyum tipis, membuat keduanya diam dan hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Lantas, gimana sama orang yang udah berkeluarga?" suara Rose memecah keheningan. "Apa itu juga bisa dimaafkan?" lanjutnya.

"Semua kesalahan itu bisa dimaafkan Rose. Apa lo lupa punya Tuhan Yang Maha Pemaaf, sementara lo sebagai makhluk. Kenapa terus menyalahkannya?" jawab Taeyong.

"Karena luka yang dia torehkan cukup dalam, Kak. Gue udah diperlakukan kayak anak pungut sama Bunda gue sejak kecil dan dia sibuk foya-foya sama selingkuhannya,"

Taeyong memijat pelipisnya, ternyata Rose sedang membicarakan ibunya. Semua anak kos tahu kalau ibu Rose sudah meninggal, tapi nggak tahu tentang tabiat buruknya.

"Maafin nyokap lo, Rose. Awalnya memang berat dan kayak gak terima, tapi lama kelamaan lo pasti bakal ikhlas. Terlebih nyokap lo udah nggak ada, lepasin beban dia Rose, dia pasti merasa bersalah di atas sana. Gue yakin itu," Rose enggan menjawab perkataan Taeyong dan malah terisak.

Partner in Crime [2014]🎀Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ