1

1.5K 109 9
                                    


Kalau aku beri tau, apakah ada yang akan mengerti?

.



.



.


Sosok bertubuh kurus itu berjalan anteng menuju ruangan yang disebutkan padanya, ruang administrasi. Jung Hoseok, siswa pindahan dari Gwangju itu menapakkan kakinya di Seoul dengan sebuah alasan tentunya. Dan untuk sekarang ia ingin menuntaskan masalah kepindahannya dulu dan ruangan kelas yang akan ia tempati.

Selesai dengan urusannya dengan pengurus administrasi siswa, Hoseok mampir ke ruang guru. Ia akan memasuki kelasnya bersama guru yang bersangkutan. Kelas 2-3, kelas yang menjadi tempat baru Hoseok. Ia dan gurunya masuk ke dalam kelas tersebut. Sekejap kelas berubah hening dan mulai terdengar dengungan bisik-bisik antar siswi mempertanyakan sosok yang dibawa guru mereka.

Hoseok menatap datar ke seluruh penjuru kelas. Hingga ia dipersilahkan memperkenalkan dirinya.

"Jung Hoseok. Aku berasal dari Gwangju. Salam kenal." Hoseok dipersilahkan memilih tempat duduknya. Hoseok menurut dan memilih posisi dari barisan ketiga. Ia memilih bangku nomor dua dari belakang. Tatapan mata mengekori dirinya hingga ia duduk. Ia tidak peduli dan mulai mendengarkan sang guru yang menjelaskan materi.

.   .   .

Jam istirahat tiba. Hoseok tidak berniat sama sekali untuk keluar atau apapun. Ia tidur di kelas. Ia sungguh mengantuk. Tepat saat dia ingin terlelap, suara tapakan kaki bergerombol terdengar mendekatinya.

"Hei, kau!" Hoseok mengangkat wajahnya. Menatap gerombolan lelaki yang mendatanginya. Hoseok menatap mereka datar dan menelungkupkan kepalanya lagi. Namun kali ini sebuah tendangan dari bawah mejanya membuat kepala Hoseok terantuk. Hoseok mengangkat kepalanya cepat dan menatap mereka nyalang.

"Wooo! Dia berani sekali," ledek salah satu dari mereka. Hoseok berdiri dari duduknya. Maju ke depan lelaki yang tampak menjadi ketuanya. "Aku tidak ada urusan denganmu. Bersikaplah dengan jantan," tekan Hoseok lalu menerobos kerumunan orang di depannya itu. Sampai di depan pintu ternyata banyak juga yang bergerombol menyaksikan bagaimana nasib Hoseok dengan gerombolan preman sekolah itu.

Hoseok lagi-lagi melempar tatapan datarnya dan menjauh dari sana. Waktu istirahatnya terganggu, ia putuskan mencari tempat sepi saja.

. . .

Tidur kurang lebih 10 menit membantu juga. Hoseok kini beranjak kembali ke kelas. Sesampainya di sana ia membelalak melihat bangkunya yang penuh pecahan telur dan bukunya yang basah berserakan. Tasnya juga tampak dilempar sembarangan. Hoseok mengepalkan tangannya kuat. Tunggu saja, ia akan menemui ketua gerombolan bajingan tadi.

Hoseok mulai merapikan keadaan di depannya. Di depan pintu juga terdengar dengungan bisik-bisik yang ramai—lagi. Mereka tampak iba pada Hoseok. Dada Hoseok sesak sekali. Ia ingin menghabisi mereka semua. Hoseok ingin menangis saja rasanya mengingat ia lemah sekali soal ingin bertengkar. Bukan, bukan karena Hoseok kurus dan lemah.

Tapi karena seorang yang ia sangat sayangi itu, melarangnya melakukan hal demikian.

. . .

Hoseok melangkah keluar dari supermarket. Ia sudah menyelesaikan part time-nya. Pukul 10 malam tepat, mereka sudah tutup. Hoseok kini menapakkan kaki menuju tempat yang sudah menjadi langganannya untuk dikunjungi. Rumah Sakit.

Ia membuka pintu ruangan dan menampilkan sosok lemah yang sedang duduk di atas ranjangnya itu. Ia melipat tangannya cemberut menatap kedatangan Hoseok.

"Kau belum tidur, Ji?" Tanya Hoseok seraya membuka jaketnya. Jung Jiwoo, adik Jung Hoseok. Jiwoo hanya mempoutkan bibirnya sedikit kesal.

"Aku menunggumu pulang. Lama sekali," protesnya. Hoseok mendekatinya dan mengecup pucuk kepala adiknya itu. Jiwoo tersenyum kecil. "Padahal kakak keluar tempat kerja tepat waktu, loh. Kau saja yang tidak sabaran," ucapnya sambil terkekeh pelan.

"Jiwoo sudah makan, kan?" Jiwoo menggeleng pelan. Raut wajah Hoseok berubah saat menyadarinya. Ya, ruang rawat inap Jiwoo ini termasuk murah. Dan urusan makanan yang diberikan pada pihak rumah sakit pastinya tidak serta-merta tepat waktu. Kadang mereka juga tidak memberi Jiwoo makan. Hoseok harus kerap kali mengingatkan dirinya yang mati-matian minta adiknya tetap dirawat di rumah sakit sekalipun tempatnya bukan sekelas VIP atau menengah.

Syukur bila sehari penuh adiknya itu dikasih jatah makanan dari rumah sakit. Hoseok yang meminta konsekuensinya, maka ia harus menerimanya. Hoseok juga kerap membawakan makanan dari luar untuk adiknya.

"Uang kakak belum ada. Maaf ya, Ji," ucapnya penuh sesal sambil mengeratkan pelukannya pada Jiwoo. Jiwoo menggeleng cepat. "Tidak apa-apa. Jiwoo masih kenyang kok." Ia berbohong. Padahal dalam hatinya ia berharap kakaknya punya sesuatu untuk dia makan.

"Ya sudah. Sekarang tidur, ya." Jiwoo menurut. Ia segera membaringkan dirinya dan disusul Hoseok yang duduk di samping ranjangnya menjagai adiknya itu sepanjang malam.

.

.

.

TBC

Di sini Jung Jiwoo adiknya Hoseok ya. Kalo real life mah kakaknya Hoseok wkwkwk.

Sebenarnya ini spontanitas. Gak tau bakal berlanjut dengan mulus atau kandas di tengah jalan, hehe. Jangan lupa voment :')



Can't Take My Eyes Off YouWhere stories live. Discover now