5

619 90 23
                                    

.    .    .


Yoongi menatap datar ke arah Hoseok. Hoseok gugup. Dia harus bilang apa sekarang? Suasananya canggung sekali.

"Tidak baik meninggalkan adikmu seperti tadi," ucap Yoongi lalu mengusak rambut Jiwoo. Rontok. Yoongi terdiam lalu menatap Hoseok yang netranya mulai berkaca-kaca.

"Hei, Jiwoo. Kau ingin makan sesuatu? Kakak yang traktir, tapi kau harus berhenti menangis, oke?" Jiwoo menoleh dan mengusap matanya. Menatap Yoongi sebentar dan menarik senyum lebar.

"Kakak beneran?" Yoongi mengangguk seraya tersenyum. "Yoongi?" panggil Hoseok melerai. Yoongi malah menarik pelan pergelangan tangan Jiwoo dan mengajaknya memilih makanan cepat saji. Jiwoo tampak ragu memilih banyak-banyak, namun Yoongi justru memperbolehkan Jiwoo memesan yang dia suka.

Hoseok hanya mampu melongo. Ia terabaikan sekarang dan merasa bahagia di saat yang bersamaan. Melihat interaksi Jiwoo dan Yoongi, hatinya merasa lega sedikit. Namun merasa khawatir juga. Yoongi ada maksud lain tentang ini? Atau hal lain?

Yoongi mengambil posisi duduk di bangku yang ada di sana. Ia menatap Hoseok lagi namun penuh intimidasi.

"Jadi ini alasanmu selalu tidur di kelas? Menyembunyikan segalanya, begitu?" Hoseok terdiam. Ia terpaku berdiri, tidak tau ingin mengatakan apapun.

"Yoongi..." Hoseok menarik napas panjang. "Kenapa kau ada di sini?" Mengalihkan pembicaraan. Yoongi mengendikkan bahunya. "Aku kebetulan lewat tadi. Dan aku melihat adikmu di depan ruangan ini lalu melihat dirimu. Ya begitulah," bohongnya. Jelas-jelas ia sedang menjalankan rencananya.

Hoseok menggangguk paham. "Aku akan ganti uangmu secepatnya. Terima kasih sudah membantuku." Yoongi berdehem saja. "Kau tidak ada maksud lain, kan? Atau kau mungkin ingin menjebakku atau—"

"Pikiranmu berlebihan. Oh, Jiwoo-ya pesananmu sudah datang." Yoongi bergegas menemui pengantar makanan dan segera membayarnya. Ia menenteng bungkusan besar tersebut ke dalam ruangan, membuat senyum Jiwoo merekah.

"Ayo makan," ajaknya dan disambut Jiwoo dengan senang. Ia membantu Jiwoo mengeluarkan kotak makanan dari dalam plastik. Jiwoo melahap corn dog dan bingung karena sesuatu yang keluar dari dalam, seperti permen karet. "Itu keju, Jiwoo. Tarik terus sampai habis," jelas Yoongi. Jiwoo terkekeh saat kejunya belum habis juga. Hoseok terdiam melihat reaksi Jiwoo. Baru kali ini adiknya makan yang seperti itu. Dia pasti bingung sekaligus senang sekali.

"Yoongi," panggilnya. Yoongi menoleh di tengah melahap pizzanya. Ia berdehem pelan sebagai jawaban.

"Terima kasih. Aku akan ganti uangmu secepatnya." Yoongi mengendikkan bahunya saja dan melanjutkan makannya. "Ayo makan. Kau juga belum makan, kan? Kami tidak sanggup menghabiskan ini berdua," sanggah Yoongi, mencoba mengurangi canggung di antara mereka berdua. Hoseok mengangguk dan bergabung dengan pesta makan kecil itu.

. . .

Hoseok memandang wajah tidur Jiwoo yang tenang. Di sana masih ada Yoongi. Yoongi belum pulang juga.

"Pulanglah, Yoon. Orang tuamu nanti kecarian."

"Tidak ada orang di rumahku sekarang. Nanti saja. Jadi, Jiwoo sakit apa?" Hoseok menarik napas kasar. Apa iya dia harus beri tau?

"Kanker darah." Yoongi membelalak mendengarnya. Pantas saja Jiwoo terlihat pucat dari yang sewajarnya. Lagi, rambutnya yang rontok itu.

"Jadi aku harus bekerja lebih ekstra untuk pengobatan Jiwoo. Kupikir aku akan lakukan apapun untuk dia."

"Orang tuamu kemana?" Hoseok tidak menjawab. Dia beranjak memperbaiki selimut Jiwoo dan kembali pada posisi duduknya. Ia menatap Yoongi lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Can't Take My Eyes Off YouOnde histórias criam vida. Descubra agora