9. Bali, aku datang!

559 78 19
                                    

“Wadaww! Gue di Bali? Edannn!”
“Gengs! Hari ini gadang ya!”
“Eh, Rara! Di mana tempatnya?!”

Rara mendengkus kesal. Ia menatap Zyana sengit. Mereka baru saja sampai di vila dan Zyana sudah bersikap seperti orang gila.

Perjalanan ini sudah mereka rencanakan dengan matang. Termasuk saat ini, mereka sengaja mengatur waktu keberangkatan agar bisa sampai tepat saat matahari terbit. Salah satu kamar di vila milik keluarga Rara memiliki balkon yang dimana kita bisa melihat pantai dengan pasir putih dan deretan pohon kelapa yang melambai dengan sunrise sebagai background pemandangan. Benar-benar menakjubkan.

“RARA!”

“Zya! Jangan malu-maluin anjir!” omel Vivi menatap Zyana kesal.

Zyana menjulurkan lidahnya meledek Vivi. “Bodo! Sejak kapan gue punya malu?”

Aylin mengusap dadanya sabar. “Kapan-kapan gue kasih stok kewarasan, Zy.”

Zyana menggeleng, ia menolak usul Aylin. “Gak mau, jadi gila udah enak.”

“Goblok!” kesal Rara.

Zyana hanya tertawa menanggapi. Mereka berempat akhirnya masuk ke dalam vila. Rara berjalan di depan memimpin ketiga sahabatnya. Saat sampai di depan kamar, Zyana langsung menyerobot masuk. Tentu saja setelah ia mencuri kunci dari tas selempang Rara.

“ZYA KOK NYOLONG SIH?!” teriak Rara kesal.

Zyana tertawa. “Minjem Rara cantik, bukan nyolong.” Ia meletakkan kopernya asal dan langsung menuju balkon. “GAES BURUAN ANJER!”

Ketiga sahabatnya langsung menyusul Zyana di balkon. Mereka berdiri takjub. Udara yang dingin, tapi sejuk membuat mereka memejamkan mata menikmatinya. Sejenak, mereka melupakan semua penat yang ada.

“Melek gess, mataharinya udah mau ‘say hello’ tuh!”

Ucapan Aylin membuat ketiganya langsung membuka mata. Mereka terdiam saat matahari sedikit demi sedikit mulai menampakkan dirinya. Bahkan tanpa sadar, mereka menahan napas. Udara yang tadinya dingin, kini terasa lebih hangat.

Setelah beberapa menit dan matahari sudah sepenuhnya terlihat. Mereka langsung mengembuskan napas perlahan.

“Subhanallah banget.”
“Ih ya Allah, Rara terharu, pengen nangis.”
“Ya Allah, beruntung banget gue bisa liat ginian.”

Aylin, Rara, dan Vivi masih setia menatap matahari dengan perasaan haru.

“Weh jangan nangis anjir!”

Ketiganya menoleh serempak. Kompak menatap Zyana kesal.

“Lo bisa gak sih gak usah ngerusak suasana!”
“Eh, Ropeah! Ini tuh jarang, jadi ya nikmatin lah.”
“Zya gak ngertiin sikon banget sih?!”

Zyana mengerucutkan bibirnya. “Kok jadi gue yang salah sih?”

Pletak

“Emang elo anjir!” Vivi langsung menjitak kepala Zyana. Ia mengembuskan napas pelan, berusaha untuk tidak mencekik leher Zyana.

Zyana mengusap kepalanya. Ia beralih pada Aylin. “Kok lo jadi manggil gue Ropeah sih?!”

“Suruh siapa lo manggil gue Saodah.” Aylin membalas kalem.

“Kapan? Gue gak pernah tuh!”

“Pikun.”

“Enak aja! Gue gak pikun ya!”

Vivi langsung menyeret Zyana masuk. “Udah diem! Beres-beres tuh!”

Akhirnya mereka semua mulai membereskan barang-barang yang dibawa. Apakah mereka satu kamar? Tentu, alasannya biar bisa saling mengerjai. Persahabatan tanpa akhlak.

FUCKGIRL COMEBACK [END]Where stories live. Discover now