21. Kehancuran Rara

364 55 39
                                    

“Gimana rasanya? Enak gak? Masih punya malu?”

Aylin menatap Sisca dengan tampang songong. Tangannya ia lipat di depan dada. Seringai tercetak jelas pada bibirnya.

“LO GILA?! GAK ADA OTAK! MAKSUD LO NYEBARIN FOTO ITU APA ANJING?!”

Aylin duduk santai di meja depan Sisca. Ruang kelas sepi, tentu saja karena ini sudah pulang sekolah. Setidaknya ini mempermudah Aylin untuk menjatuhkan Sisca.

“Gue salah apa sama kalian?! Gara-gara kalian, nama gue tercemar! Gue harus masang muka seolah-olah gue gak peduli padahal gue malu! Gue salah apa, ha?! Urusan gue cuma sama Kak Rara bukan sama kalian!” Sisca berteriak histeris. Air matanya tumpah.

Aylin mengangkat bahu acuh. “Terus gue peduli gitu?” Aylin terkekeh. ‘Gue bisa kejam juga, ya? Ajaran Zyana nih. Yang sesat-sesat kan ajaran dia.’

“Lo lupa perkataan gue? Rara bagian dari kami. Dia temen gue, sodara gue, keluarga gue. Kalau kata Zyana sih ya, lo main-main sama kami, pertanyaannya cuma satu, ‘Want to die?’” Aylin menyeringai puas. “Lain kali, cari tau dulu siapa lawan lo-”

“Lo cuma backing-an Kak Rara!”

Aylin berdiri dan mendekat ke arah Sisca. Sisca langsung memundurkan tubuhnya.

“Kami gak punya backing-an. Kami keluarga. Apa otak lu sedangkal itu sampai gak bisa nerima apa yang gue ucapin?”

Sisca terdiam sambil terus menangis. Aylin tidak peduli. Bahkan ia malah mengeluarkan senyuman. Puas dengan keadaan Sisca yang menderita.

“Satu peringatan terakhir. Jangan ganggu Rara lagi.” Setelah mengatakan itu, Aylin keluar kelas Sisca dan segera menghubungi Rara.

“Halo, Ra?”

Terdengar suara seseorang dengan kencang. “Dengarkan Papi!”

Aylin menegang. Itu suara Papi Rara. Tanpa menunggu lagi dan tanpa mematikan sambungan telepon, Aylin segera pergi ke parkiran dan masuk ke dalam mobilnya.

Aylin menyalakan mesin mobilnya. “Oke, tarik napas. Roh Vivi yang biasanya ugal-ugalan, ayok mampir bentar ke tubuh Alin, biar Alin bisa kebut-kebutan kek Vivi waktu itu.”

Aylin segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan melebihi biasanya. Ia hanya bisa berdoa dalam hati supaya nyawanya masih bisa selamat.

“Rara gak mau dijodohin!”

Aylin mengerutkan keningnya. ‘Dijodohin? Rara?’

“Kami belum bilang loh, kamu mau dijodohin sama siapa.”

Itu mami Rara. Sepertinya keduanya sedang membujuk Rara.

Rara bilang enggak ya enggak.”

Aylin segera paham dengan pertengkaran Rara dan orang tuanya. Ini masalah perjodohan. Ia segera menaikkan kecepatan mobilnya.

Sepuluh menit kebut-kebutan, Aylin kini berada di depan rumah Rara.

***

“Jawab jujur atau nyawa lo melayang.”

Gudang sekolah kini terasa pengap. Belum lagi cahaya yang remang-remang membuat kesan horor lebih terasa. Vivi duduk di kursi dengan kedua kaki kanan di atas kaki kiri. Berbeda dengan Zyana yang memilih posisi duduk seperti di angkringan. Emang gak ada cewek-ceweknya.

FUCKGIRL COMEBACK [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang