3 | Gugup.

630 293 406
                                    

Seseorang mengetuk pintu kamar yang saat ini sedang aku tempati. Sungguh, jika dihitung kurang lebih sudah lima kali dalam semenit ia mengetuk pintu terus menerus. "Ra, udah belum?"

"Tau 'sebentar' engga sih?!" Aku berucap dengan nada yang sedikit tinggi. Sepertinya wajar, karena aku sudah terlanjur kesal dengan seseorang yang sejak tadi mengetuk pintu.

Aku mengoleskan lipstick berwarna peach di bibirku, lalu kembali merapihkan rambutku yang sedikit berantakan. Aku menghembuskan napas lalu tersenyum.

"Ra, jangan gugup." Aku bermonolog pada diri sendiri, seakan-akan sedang menyemangati diri ini yang tengah gugup.

Lalu setelahnya aku mengambil ponselku di atas meja rias dan mengambil sebuah tas kecil yang akan ku gunakan, sedangkan tas sekolah aku simpan di lemari baju yang tidak ada isinya.

Mungkin kalian akan bertanya, "Mengapa di dalam lemari baju tidak ada isinya?"

Dan jawabannya, karena sekarang aku sedang berada di rumah Renjun.

Setelah tadi berbincang-bincang dengan Renjun di mobil, akhirnya aku setuju untuk bertemu dengan orang tua Renjun dan ikut makan malam bersama. Ralat, ternyata bukan hanya Ibunya Renjun saja yang hari ini pulang, Ayahnya pun juga. Namun jarak kedatangan mereka selisih 3 jam yang artinya Ibunya Renjun akan 3 jam lebih cepat sampai dibanding dengan ayahnya.

Ketika aku sampai di rumah Renjun, Bibi menyambutku dan memberiku waktu 15 menit untuk bersiap sekaligus merias wajah, tak lupa dengan memilih baju serta hiasan yang akan ku pakai. Mungkin ini terlihat berlebihan, tapi percayalah bahwa Ibunda Renjun adalah seseorang yang terlihat elegan. Jadi terkadang aku merasa tidak pantas bila tidak memakai pakaian yang terlalu biasa untuk acara pertemuan sekaligus makan malam ini.

Sebelum melangkah ke luar kamar, aku kembali bercermin, memastikan semua yang aku pakai dari atas sampai bawah terlihat rapi. Dan ketika aku telah selesai, aku membuka pintu dan dikejutkan dengan Renjun yang telah menungguku sejak tadi menggunakan kemeja berwarna putih polos yang terlihat sangat cocok di badannya.

"K-Kiera?" Entah mengapa Renjun tiba-tiba berucap dengan gugup ketika melihat wajahku.

Apa aku salah memakai riasan?

Apa ini terlalu berlebihan?

Sebenarnya Renjun kenapa?

"Kamu kenapa?" Tanyaku heran. Sebelah tanganku memegang bagian pipi, bisa saja kan ada sesuatu yang menempel disana tanpa aku sadari?

"Ini beneran Kiera?" Pertanyaan Renjun membuatku terkejut sekaligus tak mengerti. Apa dia mengira bahwa ini bukan Kiera yang ia kenal karena berpenampilan beda?

Atau dia mengira aku robot yang dapat berjalan karena saat ini aku memakai high heels yang cukup tinggi?

"Ini Alluna, mantan kesayangan kamu." Jawabku asal. Dan setelahnya, wajah Renjun berubah menjadi masam karena ucapanku tadi.

"Aku engga kenal sama yang namanya Alluna. Dia udah hilang dari kehidupanku." Renjun memalingkan wajahnya dari ku, namun setelahnya ia kembali menatap wajahku, tetapi kali ini tatapannya lebih intens dan dalam.

Aku memundurkan wajahku saat Renjun memajukan sedikit wajahnya sembari menatapku dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Aku menatap ke arah sekitar, mencoba mengalihkan pandanganku dari Renjun. Namun hasilnya nihil, Renjun masih menatapku dengan tatapan yang sama seperti tadi.

"K-Kenapa?" Oh tidak, mengapa kini aku yang terlihat gugup?

"Kamu ... cantik." Renjun tersenyum, tetapi sayangnya jarak yang tadi ia ciptakan belum berkurang sedikitpun. Sungguh, ini adalah jarak terdekatku dengan Renjun. Jika dihitung, mungkin saja ini hanya tersisa satu jengkal sebelum akhirnya wajah Renjun mengenai wajahku.

𝑇ℎ𝑎𝑛𝑡𝑜𝑝ℎ𝑜𝑏𝑖𝑎Where stories live. Discover now