Bab 6 - Rumah

1.7K 208 29
                                    

Rumah

"Selamat datang di rumah kami," sambut Talitha mengiringi langkah mereka ke dalam rumah yang hangat itu.

Nathan menatap seisi rumah, foto-foto keluarga, perabot-perabot di seluruh rumah, tatanannya yang rapi di beberapa tempat, dan beberapa tempat yang agak berantakan. Nathan tersenyum. Ia bisa melihat kakak Talitha bertanggung jawab untuk sudut-sudut yang rapi, sementara bagian yang berantakan itu pasti bagian Talitha.

Meski begitu, tempat ini tampak seolah tak pernah ditinggalkan pemiliknya. Entah bagaimana, Nathan masih bisa merasakan bahwa setidaknya, kakak dan kakak ipar Talitha masih ada di rumah ini. Dugaan Nathan, Talitha sedikit pun tidak mengubah letak perabotan atau apa pun di rumah ini. Mungkin, gadis itu merasa lebih nyaman dengan membiarkan rumah ini tetap seperti ini, seolah kakak dan kakak iparnya masih ada di sini.

"Aku akan membawa Jia ke kamarnya dulu, setelah itu aku akan mengantarmu ke kamarmu. Istirahatlah dulu sebentar di ruang tengah," kata Talitha seraya berjalan ke arah tangga.

Nathan mengamati gadis itu melangkah hati-hati, terlalu hati-hati, menaiki tangga. Ia menelengkan kepalanya, tidakkah itu terlalu berlebihan? Bahkan meskipun dia sedang menggendong Jia yang sedang tertidur, Jia tidak akan bangun selama dia tidak berlari menaiki tangga. Namun saat ini, Talitha seolah sedang menghitung setiap anak tangga yang dia naiki. Dia melangkah dengan terlalu pelan dan hati-hati.

Nathan mendengus geli seraya melangkah ke ruang tamu, tertarik dengan foto keluarga yang dipajang dalam ukuran besar di salah satu sisi dinding. Talitha mirip dengan kakaknya. Di foto itu, Talitha tampak ceria. Begitu kontras dengan Talitha saat ini.

Nathan menatap foto Talitha bersama Jia di meja sudut ruangan. Foto dalam bingkai lucu berwarna biru itu membuat Nathan tersenyum. Talitha tersenyum lebar dengan salah satu tangan menggenggam tangan mungil Jia yang diarahkan ke kamera. Bahkan Jia pun tertawa saat foto itu diambil. Saat itu, mereka mungkin tidak pernah menduga, segalanya akan menjadi seperti ini.

Suara langkah kaki Talitha di tangga membuat Nathan berdiri tegak dan berjalan ke ruang tengah, ruangan yang paling berantakan di rumah itu. Di depan televisi, ada mainan yang berserakan, mainan Jia, pastinya. Sementara di sofa, ada selimut dan bantal yang juga berantakan, dan di meja kaca di depan sofa itu, ada berbagai macam makanan dan minuman soda, sementara cukup jauh dari kekacauan itu, ada botol susu Jia.

Nathan membayangkan Talitha bermain game di sini, sementara Jia bermain di dekatnya. Membayangkan Talitha sibuk dengan ponselnya, sementara Jia sibuk dengan mainannya. Membayangkan Talitha menikmati soda dan Jia meminum susunya dengan wajah mengantuk seperti di taksi tadi. Bayangan-bayangan itu membuat Nathan tersenyum.

"Oh, maaf, aku belum sempat membereskannya," jelas Talitha begitu ia berdiri di sebelah Nathan dan mengamati semua kekacauan yang dibuatnya itu.

"Aku tak pernah tahu bagaimana sulitnya mengurus bayi, tapi sekarang ... aku bisa melihat betapa kacaunya itu," kata Nathan.

Talitha tersenyum malu. "Aku yang mengacaukan segalanya, sebenarnya. Biasanya lebih rapi jika ada kakakku. Dia ... selalu membereskan kekacauanku, sama seperti membereskan mainan-mainan Jia."

Nathan mengamati ekspresi kerinduan dan kesedihan di wajah Talitha, dan itu mengganggunya. Ia tahu, hidup Talitha pasti sangatlah berat setelah kakak dan kakak iparnya meninggalkannya hanya dengan Jia.

"Oh ya, maaf, tapi sepertinya tadi kau belum memperkenalkan dirimu padaku," kata Talitha seraya menatap Nathan. "Namamu ..."

Nathan berusaha untuk tetap tenang, meski saat ini ia luar biasa gugup. Apakah ia harus menyebutkan namanya atau tidak, ia masih ragu. Namun, tidakkah akan ganjil jika tunangannya tidak tahu namanya? Nathan berdehem. Lagipula, Talitha pasti juga sudah lupa dengannya. Talitha harus lupa.

The Baby's ProjectWhere stories live. Discover now