The Destiny of Allah [END]

18

"Masukkk.."seru Yuli dari dalam mobil.

"Bentar ih,nanti ada maling masuk."

"Udah lah,udah di kunci kan?"

"Udaaaahh.."

"Keburu siang nih,ayo."

"Ya kan aku udah di dalam."

"Eh iya wkwkw."

"Mau kemana si?"tanya Laras penasaran.

"Kan aku udah bilang, rahasia."

"Kasih bocoran dong."

"Yah nanti jadi ngga rahasia lagi, gimana si kamu."

"Ya udah lah, terserah."

"Itu ada makanan di belakang."ucap Yuli mengacungkan ke sebuah plastik.

"Wah,tau aja orang lagi lapar."

"Yehh lah muka mu keliatan kali."

"Udah hafal yakk.."

"Pokoknya stay with me lah."

"Ih ih apaan sumpah."

"Hahahaa.."keduanya tertawa lepas.

"Kita jarang kaya gini ya?"pecah Laras.

"Iya,kangen momen momen dulu."

"Yang kita belom kenal yang namanya kepahitan hidup."

"Walaupun pahit, dijalanin ngga kok,
ada manis-manis nya."

"Emang Le Mineral."

"Iya ih, perasaan baru kemaren kan ya,masih haha hihi."

"Pas belom memikirkan rumitnya skripsi,praktikum dan teman-temannya."

"Baru 2 tahun kuliah itu mah."

"Pas masih umur 20 tahun,yang masih happy happy aja."

"Udah, berlalu dengan cepatnya ya?"

"Iya,ngga nyangka bakal kaya gini."

"Makasih ya Yul,kamu udah stay temenin aku walau dalam keadaan apapun."

"Iyaa sama-sama,aku juga minta maaf kalau aku punya salah ke kamu."

"Masih ingat ngga Yul? Pas kamu ulang tahun ke 15."

"Itu mah alay banget."

"Hahahaaa.."

Guyonan demi guyonan menghiasi perjalan menuju pantai Nampu, mengingat kisah lama yang merindukan.

"Mau ini ngga?"tanya Laras menawarkan roti.

"Mau dong."

"Nih."

"Susah ras..aku nyetir gini."

"Buka mata mu."canda Laras.

"Buka mulut kali."protes Yuli.

"Iyaa bawahnya mata, bawahnya hidung."

"Ribet amat."

"Santai kenapa."

"Ih,sebenarnya kita kemana? Mau pulang kampung?"

"Enak aja,pulang kampung,aku jadi supir gitu?"

"Iya,supir pribadi."

"Keenakan yang haqiqi itu."

"Masih lama ya yul?"

"Seperempat menit lagi."

"Eh ngomong-ngomong ini kan,di Wonogiri? Kita mau ngapain?"

"Iya,bener."

•••