05 - Save me

7.8K 1K 147
                                    


NAPAS-ku tercekat sedetik setelah mendengar kalimat Chitta diseberang panggilan,

"Johnny... Tidak sedang bersamamu?"

dengan perasaan aneh ku menunggu jawaban Chitta. Pikiranku sudah melayang, terlanjur memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Aku sudah menunggu sampai larut malam. Memangnya dia tadi bilang ada dimana?"

Aku memejam, lalu menggigit bibir bawahku bingung. Apa yang harus kukatakan?

Johnny sialan, kau berhutang kejujuran padaku!

"Ah iya, aku lupa kalau dia ada perlu sebentar. Dia mungkin akan sedikit terlambat menjemput mu." Aku berbohong, dengan mengumpat berkali-kali dalam hati. "Apa kau membutuhkan sesuatu? Apa perlu kuperintahkan orang untuk menjemputmu?"

"Ah, tidak perlu. Aku hanya khawatir saja, tapi syukurlah kalau kau berkata demikian."

Suara ketukan jariku pada meja menggema pelan. Pikiranku sudah terbelah, tidak bisa lagi fokus dengan perkataan Chitta di seberang, "kalau begitu aku mandi dulu ya, nanti jika ada sesuatu yang penting, telepon saja."

Terdapat jeda, sebelum akhirnya wanita beta di seberang panggilan itu bersuara,

"Baiklah. Jaga diri ya, sampai jumpa."

Sambungan terputus. Dengan perasaan kacau kulempar asal ponsel keatas kasur, kemudian berbalik menuju kamar mandi.

Bahkan didalam shower-pun, otakku masih bergelut dengan kelakuan Johnny yang tidak bisa kumengerti.

Berani sekali dia berbohong kepadaku?

Lihat saja, kalau sampai dia berbuat yang aneh-aneh!

Dalam hati, aku masih berharap dia tidak melakukan tindakan bodoh -seperti yang dilakukannya tujuh tahun yang lalu.

Semoga.

Setelah mandi dan mengeringkan rambut, aku berjalan pada closet depan ranjang, kemudian memakai legging hitam musim dingin dan sweater putih tebal, lalu berjalan menuju ruang tamu.

Aku berkaca pada cermin samping pintu untuk merapikan coat, ketika suara ketukan pintu terdengar dan menggemakan suara perempuan dari luar,

"Room service."

Sedetik aku merapikan surai pirangku, kemudian berjalan untuk membuka pintu dan menyuruhnya untuk masuk.

"Tadi ada sedikit genangan air di balkon, saya tidak sengaja menumpahkan teh."
Ku berbicara pada wanita muda di belakang tanpa menoleh -karena berkutat memasukkan dompet dan ponsel kedalam tas selempang.

"Iya nona."

Wanita itu kemudian melewatiku yang terduduk pada sofa depan televisi, menuju balkon luar.

Dan saat itu juga, sesuatu yang menganggu berhasil menghentikan aktifitasku.

Aku mengerjap beberapa kali hanya untuk memastikan perasaan aneh ini.

Hhmm...

Apa ini?

Aku menoleh, menatap wanita muda berseragam pelayan yang kini sedang membersihkan meja pada balkon.

Mataku memicing.

Dia... Manusia.

Wanita itu adalah manusia. Tetapi, ada suatu hal aneh yang benar-benar mengangguku.

Dia kembali melewatiku sembari membawa cangkir teh yang kugunakan pagi tadi, dan meletakkannya pada meja dorong yang tadi ia bawa.

Aku menatap nanar sosok itu.

The Elder's Mate [Nomin | GS]Where stories live. Discover now