10 - Trust

6.3K 909 73
                                    

Hari kedua di Moskow. Pagi-pagi sekali Chitta datang dengan membawa sebuket bunga mawar putih -favoritku-, yang kemudian di letakkan pada vas porselain diatas nakas kamar tidur.

Mengambil tempat pada ruang santai terbuka di samping taman, kami berdua mulai berbincang ringan ditemani dua cangkir teh panas di cuaca yang dingin ini.

"Kau melarang ibu mu untuk datang, jadi aku yang pergi." Duduk bersandar sembari menatapku, wanita beta itu menghela napas beberapa kali. "Dia sangat khawatir."

"Keadaan sedang tidak aman. Aku tidak bisa membiarkannya pergi." Cangkir ku letakkan pada atas meja, lalu menatapnya. "Kau juga tidak seharusnya kesini sendirian, cukup berbahaya. Akan lebih aman jika berada disamping Alpha-mu."

Wajah cantik itu terdiam dengan menampakkan perubahan ekspresi, yang seketika membuat raut lembutku terdiam.

Beberapa detik, hingga ku kembali membuka suara. "Ada apa?"

Ia berkedip cepat, kemudian membalas tatapan.

Bibir tipisnya mengulas senyum lembut, namun aku tidak melihat sebuah ketulusan disana. "Tidak ada apa-apa. Dia hanya sedikit sibuk akhir-akhir ini."

Helaan napas beratku tertahan agar tidak terlalu terdengar. Aku tau ada sesuatu yang ia sembunyikan. "Dia sudah pulih?"

Chitta mengangguk, "Lukanya tidak terlalu parah. Kurang dari dua hari, dia sudah kembali beraktifitas." Tangannya bergerak meraih cangkir, menyesap teh sedikit, "dia sudah ijin padamu kan?"

Apa? Ijin menghilang beberapa hari?

Kepalaku mengangguk sekali, "sudah."

"Syukurlah."

Wajah cantik itu terlihat sendu, dengan fokus kosong menatap teh pada atas meja yang ia aduk pelan dengan sebuah sendok kecil.

"Ada apa?" Pertanyaan yang sama terlontar dua kali.

Sungguh. Aku tidak suka hal yang bertele-tele.

Ia mengulum bibir, masih tanpa membalas tatapan, "akhir-akhir ini, Johnny sedikit berubah. Ia terlalu banyak menghabiskan waktunya dengan telepon. Dia sering pergi keluar tanpa bilang apa-apa padaku, dan selalu terlihat gelisah tanpa mau membagi cerita." Kepalanya terangkat, hanya untuk menemukan hazel beningnya dengan milikku. "Aku menghawatirkan-nya."

Sudah kuduga.

Bukan apa-apa, tapi aku sudah merasakan ada yang tidak beres dengan hubungan keduanya. Mengingat jarang sekali sepasang kekasih ini bertengkar, membuatku menaruh curiga jika salah satunya mulai bersikap dingin pada sekitar.

Seperti biasa. Aku tidak bisa melakukan apapun kecuali diam dan memberi tepukan hangat. Sesekali memberi saran dan pengertian yang menenangkan, meskipun pengaruhnya mungkin tidak terlalu besar.

Aku sangat tidak ahli dalam hal percintaan. Bahkan aku baru bertemu dengan mate-ku beberapa waktu yang lalu, dan mulai merasakan bagaimana diabaikan memang sungguh tidak menyenangkan.

Jeno menyebalkan.

Tiba-tiba saja teringat bagaimana pria itu begitu sibuk dengan urusannya dan lebih banyak meninggalkanku, seketika membuat dadaku bergemuruh karena jengkel.

Buru-buru kusingkirkan pikiran negatif pada kepalaku, lalu kembali fokus pada wanita cantik di hadapanku ini.

Kuraih tangannya lalu kugenggam pelan. Mencoba memberi kata-kata semangat yang cukup untuk membuatnya tenang.

Aku tau ia sangat membutuhkan teman bicara saat ini, jadi kuputuskan untuk menemaninya lebih lama hingga tidak sadar matahari terlihat lebih cerah dari sebelumnya.

The Elder's Mate [Nomin | GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang