O4

27 17 1
                                    

"Pertama, apa yang harus gue lakuin sekarang?" Entah sudah ke berapa kalinya pertanyaan itu keluar dari bibir Barra. Namun selama itu tak ada satupun solusi.

"Hadueh... Gini banget hidup." Gumamnya sembari mengusap wajahnya kasar. "Gue mana tau caranya orang pacaran gimana,"

"Apa tanya Hesa aja, ya?" Barra sontak menggeleng ribut. "Yang ada gue nggak nemu solusi. Ah elah!"

Barra di landa bingung. Bisa saja ia melanggar tantangan Hesa. Tapi ia bukan pengecut. Sebisa mungkin ia harus mengatasi dan menyelesaikan tantangan ini.

Ya. Itu baru lelaki.

"AKH! TAPI GUE GA PERNAH PACARAN DODOLL!" Seru Barra frustasi.

"BARRA BERISIK! TURUN SINI, ADA TEMEN KAMU TUH DI DEPAN!" Mama Barra berseru mengomel. Mendengar itu, Barra mendengus. "Sapa sih? Suruh pulang aja, Ma!"

"HEH! NGGAK BAIK GITU! CEPET TURUN!" Balas Mama dengan suara menggelegar. Barra dengan langkah gontai keluar kamar. "Ck, sapa sih?"

"Masa' Hesa? Atau Joshua? Tapi mereka pasti langsung masuk aja." Barra sibuk menebak-nebak sambil berjalan. "Apa Johan? Atau Darren? Tapi mereka sukanya masuk lewat jendela kamar gue."

Terlalu sibuk bermonolog, Barra tak sadar bahwa dirinya sudah berdiri di pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah.

"Barra!"

"Siap—ngapain lo di sini?"















"Barra, gue kangen." Helaan nafas panjang dari Barra membuktikan bahwa pemuda itu lelah dengan gadis di hadapannya. Barra terpaksa menarik gadis itu menjauh dari rumahnya dan berhenti di taman komplek agar keluarganya tak mendengar percakapan mereka.

Narayana Anastasia, nama gadis itu. Akrab di panggil Aya, ia merupakan sahabat kecil Barra. Ah, ralat, mantan sahabat.

Barra membenci Aya. Karena Aya menyukainya. Tidak, Aya terobsesi pada Barra. Terobsesi memiliki Barra sejak kecil.

"Ayo kita pacaran. Gue masih cinta sama elo, Barra." Ajak Aya tak tau diri, bahkan ia sampai memeluk lengan Barra dengan erat. Menempelkan tubuh depannya pada lelaki itu. Mendengar itu, Barra tersenyum remeh. "Lo bukan cinta, tapi obsesi. Sampai kapanpun gue nggak mau jadi pacar elo. Idih."

"Tapi lo jomblo, 'kan? Lo nggak pernah pacaran selama ini. Berarti lo juga suka sama gue. Iya 'kan?" Tutur Aya percaya diri. Mendengar itu, Barra menyatukan kedua alis tak terima. "Nggak—"

Bruk!
Splash!

Ucapan Barra terpotong oleh seorang gadis bersurai pirang menabrak Aya dari belakang hingga gadis itu jatuh ke depan dan terduduk di tanah. Namun sepertinya kesialan Aya tak hanya itu.

Minuman yang di bawa gadis pirang itu juga turut jatuh dan mengenai dress yang ia kenakan.

Melihat itu, Barra menahan tawanya.

"Sialan! Maksud lo apa?!" Aya bangkit dengan sendirinya dan mencengkram lengan gadis pirang itu kesal.

"Oh, sorry sorry, suruh sapa lo ganggu pacar gue." Gadis itu, Ashley, berujar santai. Alis Aya menukik, kemudian ia tertawa lebar. "Barra? Pacar lo? Nggak mungkin. Cantik aja, masih cantikan gue. Lo apaan? Menang menor doang."

Mendengar itu, Ashley tertawa. "Lebih nggak mungkin lagi elo jadi pacarnya Barra. Emang bener kok gue pacarnya Barra."

Aya terdiam mendengar penuturan ringan Ashley. Ashley tersenyum mengejek melihat respon Aya.

"Kaget lo? Idih." Ashley mencibir. "Nih, sangu buat ganti baju. Lagian pake dress kok siang-siang."

Mungkin terdengar jahat, tapi Ashley nggak peduli. Entah kenapa ia kesal melihat gadis kecentilan itu menempel pada Barra.

Aya terkejut mendengar itu. Sedangkan Barra tersenyum penuh kemenangan.

"Udah denger 'kan? Dia emang pacar gue. Udah sono pergi lo. Nggak usah balik lagi ke sini."

[✓] 𝐁𝐄 𝐇𝐎𝐍𝐄𝐒𝐓Where stories live. Discover now