"Today, I'm thinkin' about the things that are deadly
The way I'm drinkin' you down
Like I wanna drown, like I wanna end me"
Burry a Friend ————↺——— 3.33 🕊༻✦༺
Koning Willem III School de Batavia
07.00 AMNtahpun sudah keberapa kalinya, Anne melihat Anna tak macam hari-hari biasa. Gadis penyendiri itu kian terlihat murung. Lebih tepat kian rapat menutup diri dari hingar-bingar eufoni sekitar.
Kembarnya tak pernah terbuka sedikitpun, biarkata Anna kerap dijumpai berbincang dengan papanya — ntah perihal apa, sudah jelas pembicaraan mereka pasti menguras pikiran — tapi pun Rudolph tak tahu menahu masalah apa yang merundung salah seorang daranya.
Kadangnya gadis itu sering terlihat melamun, meringis seorang diri, lalu meneleng kepala pelan. Anne yakin, amat yakin sekali kembarnya ini sedang memupuk satu masalah, tiada bisa dipungkiri ikatan batin yang sudah terbentuk sejak dalam kandungan mamanya begitu kuat.
Ia mengingat, sepengetahuannya selama ini Anna tiada pernah punya kawan. Bukan! Bukan maksud Anne merendahkan atau menyepelekan kembarnya. Tapi memang itu adanya. Tak kan mungkin jika ia memiliki masalah dengan seseorang, barang kawan saja tidak punya — yang tentu berbeda amat jauh dengan dirinya.
Papanya pun tak kalah pendiamnya dengan Anna. Ntah sebab apa dua orang itu senang sekali melamun ria. Mengukir hari hanya dengan diam seolah memikir sesuatu yang rumit. Kendati pun papanya ini masih sering dijumpai memoles senyum dan tawa di wajah.
"Anne!!"
Anne terhenyak. Suara seorang itu benar-benar merusak pagi harinya. Sepersekian detik ia memutar bola matanya malas melihat sosok yang amat menyebalkan menunjukan batang hidungnya dengan cengiran lebar khasnya. Persis seperti kuda!
Pemuda itu beralih menduduki bangku di depan Anne, lalu salah satu tangannya menopang dagu sembari mengerjap-ngerjap dengan senyuman tak jelas.
"Kemana kawanmu?" Dara itu bertanya dengan malas. Tanpa sedikitpun menatap lawan bicaranya. Lebih memilih memfokuskan agahnya pada tumbukan lembar berserak di atas meja sekolahnya.
"Dia sedang sakit," jawab pemuda itu. "Mengapa? Rindu kau dengan ia?"
"Cih! Baguslah dia sedang sakit. Jikaperlu dia mati pun malah bagus." Hendrick hanya tertawa samar mendengar tuturan Anne. Sebenci itukah pada kawannya? Sampai-sampai dara itu mampu berucap yang terdengar amat kejam.
"Ah ... Siapa tahu kau rindu bertengkar dengannya? Tak ada yang mampu menandingi kehebatanmu dalam mencari perkara, kecuali kawanku satu itu."
Anne memandang malas lawan bicaranya ini. Rambut ikalnya sudah melebihi telinga tapi tiada ada niat memotong sama sekali. Sungguhpun bukan mencerminkan ciri pelajar yang baik.
YOU ARE READING
[Lacrimosa]; Dara-Dara Runtuh
Historical Fiction[𝐂𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝] ❬ 𝗛𝗶𝗻𝗱𝗶𝗮-𝗕𝗲𝗹𝗮𝗻𝗱𝗮, 𝟭𝟵𝟮𝟳 ❭ Tiap garis hidup itu punya aksara masing-masing yang membikin itu hidup mau hitam atau putih (atau mungkin abu-abu, barangkali) Cakrawala kemanusiaan terlalu meliuk menyucikan insani. S...