Bab 71. hidup damai?

2.1K 305 20
                                    

"Iya iya, lo menang deh Dam, males gue ladenin orang kek lo"

Adam tertawa, "Yoi dong, Adam, siapa yang berani lawan? Yang tajir sampai 7 turunan"

Aku mengangguk ngangguk, "iya iya lo tajir, gue kaum duafa"

Adam menepuk kepala ku, "makan nya pakai kartu telkomsel bukan Three"

"Iya iya Dam" ujar ku.

"Tri" panggil Adam dengan serius.

"Mm, apa?" jawab ku.

"Lo ilang kemana? Tiba tiba balik ada bawa cowo aja, pacar lagi. ini nggak kek lo yang dulu"

"Maksud lo, emang ada beda nya gue yang dulu ama sekarang?" tanya ku. kurasa aku tidak melakukan sesuatu yang berbeda atau bagaimana. Apa maksud Adam?

Sambil bersadar di dinding, "Beda Tri, beda banget. Lo- mmm...ck, gimana nyebutinnya , biasanya cowo cowo bakal lo friendszone atau siblingszone. Tapi dia, apa bagusnya sih tu cowok? Belum kenal lama, udah lo jadiin pacar segala"

"emang gue gitu?" gumam ku, mencoba berpikir.

hmmmm, iya sih, gue nggak pernah mikir segala pacaran atau menikah. Lagi pula siapa mau pacar orang kek aku. Masa depan aku udah suram. Cantik? mungkin? Keturunan ibu juga. Lalu aku punya banyak hal yang harus di lakukan. Seperti bayar biaya keperluan Wahyu, sekolah nya Wahyu lalu dengan nabung untuk biaya kuliah Wahyu, dan kalau bisa cari orang tua angkat untuk Wahyu. Wahyu sih bandel banget, padahal udah 3 pasang orang tua yang ku tawarin di tolak mulu. Padahal Dinda, Yuni, Bagas ama Bunga, lancar lancar aja.

Belum lagi Ibu yang harus aku rawat, uang itu limited edition, bagi ku. kalau bisa sih nanti pas lulus SMA, aku mau bawa ibu pindah ke tempat baru. Lalu berusaha untuk nyenengin Ibu, setidaknya bisa bikin dia bahagia. Lalu tiap bulan tinggal kirim uang ke Wahyu. Kalau Wahyu udah dapat kerja, aku tinggal menghilang. Lalu aku baru bisa fokus dengan kehidupan di tempat baru itu.

Aku pun mengangguk, "Bener kata lo Dam"

Adam juga mengangguk setuju, "Oh, Biru nanti bakal datang"

"Ohhhhh, jadi udah korban ke berapa?" tanya ku.

"Korban apaan sih?" tanya Adam.

"Itu lohh..."ujar ku memberi kode ke Adam.

"Aaaaaaaaa, hari ini bukan untuk itu"

"Tumben"

"Hari ini, dia mau liat kondisi lo"

"Gue?"

"Iya, ELO TRISHAAAA, emang siapa lagi sohib cewe dia satu satunya, yang sering bolos bareng ama dia, dari kecil. Hanya lo! , lain kali otak itu di pakai, bukan jadi pajangan." Gerutu Adam.

"Jangan marah dong Dam, lo kan tahu kapasitas otak gue yang sekecil biji wijen ini"

Adam tertawa mengejek, "Iya, otak lo sekecil biji wijen itu, bisa buat panel surya, green house, laboratorium mini, plus dengan roket kecil yang terbang sampai 500 meter, lalu gua apaan?"

"Kan hanya itu doang, gue nggak pinter"

"Sesekali gua pengen buka tu isi kepala, lo sendiri buat listrik di rumah lo yang itu, dengan 2 sumber daya, air ama cahaya matahari. Gua yang belajar rajin berperingkat 3 besar seangkatan nggak ada tu mampu bikin barang barang kek gitu"

"Tapi Dam-

"SHHHHHHH....gua nggak mau denger alasan lo lagi, lo terlalu merendahkan diri lo sendiri. Nggak bisa apa lo percaya dengan diri lo sendiri."

Aku menghela nafas, "Iya maaf, gue bakal percaya akan diri gue lagi" aku membuat lambing suwer. Adam hanya berdengus kesal.

"Pembicaraan kalian seru juga" Biru yang baru masuk ke kamar.

Gue ? Antagonis?! ✅Where stories live. Discover now