Jay Story

712 137 14
                                    

"Makasih Soy buat kuenya. Tumben banget... pasti ada yang lo mau dari gue 'kan?"

Dengan percaya dirinya, Jay berkata seperti itu. Dia tengah menghampiri Soya di kelasnya. Berhubung guru tidak masuk, apa salahnya Jay menemui adik sahabatnya. Apalagi gadis itu baru saja memberinya cheescake kesuakaannya.

"Ucapan lo barusan nyakitin hati gue, Jay!" sahut Soya sambil menunduk sedih. Tenang, dia bercanda.

Mendengus sebal, Jay bersidekap dada dan malas menanggapi Soya. "Ngomong sama tembok aja sana."

"Lagian kuenya kurang enak, asin banget masa...

... harusnya itu tambahin sedikit cream. Atau—"

"—astaga Jay! Kalo nggak enak kenapa abis?! Dasar munafik!" Ayra tak bisa menyembunyikan kesalnya lagi. Tapi detik berikutnya dia tertawa.

Begitu lah Jay dan Soya.

"Anjir ketawanya nggak ada anggun-anggunnya sama sekali. Lo cewek jadi-jadian apa Soy?" lanjutnya masih dengan tawa yang menggelikan.

Soya mendelik dan memukul lengan Jay. "Lah lu kayak ketawanya gak ada ganteng-gantengnya! Anjir mana ampe nangis pula, ngakak aslian!" sahutnya lalu kembali tertawa.

Jay yang awalnya ingin menjitak kepala gadis itu, tapi dia urungkan. Setelah melihatnya tertawa lepas begitu, malah membuat Jay tanpa saar ikut tersenyum.

"Maafin gue, Jay. Dan makasih juga udah bikin gue ketawa." Soya menghentikan tawanya dan tersenyum manis ke arah Jay.

Ya, Soya akhir-akhir ini agak sedikit murung karena memikirkan orang tuanya. Lebih tepatnya dia merindukan mereka. Sudah sebulan lebih mereka tidak bertemu. Komunikasi pun hanya sebatas video call. Tentu saja itu tak mengurangi rasa rindunya, yang ada malah semakin bertambah.

Tanpa mereka berdua sadari, siswa/i yang ada di kelas tersebut menatap aneh ke arah keduanya. Tak sedikit ada juga yang iri atau cemburu pada Soya yang mampu membuat seorang Jay tersenyum.

Ya, Jay terkenal dengan wajah angkuh serta sikap acuhnya di sekolah. Bahkan tak sedikit juga seniornya menganggapnya begitu. Tapi, masih saja pemuda itu banyak yang menyukainya. Padahal kalau sudah bersama sahabat-sahabatnya, Jay tipikal cowok humoris.

"Gue maafin. Tapi makasih buat apa?" sahut Jay dan berakhir dengan bertanya.

Soya merapikan bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Sebenarnya kelas sudah selesai, tapi dia sedang menyelesaikan catatannya.

"Makasih karena udah ngejagain saat gue demam tempo hari. Gue tau dari Daniel."

"Astaga, bocor banget mulutnya tuh bocah. Berhubung cuma ada gue di sana dan Daniel ikut sakit, ya udah..."

"Oh, jadi karena terpaksa? Ya udah makasihnya gue tarik lagi kalo begitu!" sahut Soya yang mudah merajuk.

Jay akhirnya menjitak kepala Soya pelan. "Jangan keseringan ngambek. Pikir aja sendiri, gue terpaksa atau nggak," jawabnya dan beranjak dari duduk lalu pergi begitu saja dari hadapan Soya.

Astaga Soy. Tolong ubah sikap jelek lo itu. Sedikit-sedikit ngambek. Marah. Nangis. Hmm...

"Soy, sayangnya gue bener-bener nggak bisa mengabaikan lo. Salahkan aja perasaan yang gue punya ini," gumam Jay setelah keluar dari kelas Soya.

Beberapa menit kemudian, Soya baru menyadari kalau Jay tidak kembali ke kelasnya. Berarti Jay benar-benar merajuk. Jadi, Soya bergegas menyusul Jay.

Namun, saat Soya hendak keluar kelas, dia terhalang oleh tubuh tegap yang ada di depannya. Siapa lagi kalau bukan Daniel, saudara kembarnya.

"Niel, minggir ah! Gue mau ngejar Jay. Bakalan susah baiknya kalau dia udah marah!" ucap Soya dengan wajah paniknya.

Daniel tak bergeming. Dia malah menunduk lesu dan berusaha menahan buliran yang ada di ekor matanya. Melihat itu, membuat Soya terfokus pada kembarannya.

"Ada apan Niel?" tanya Soya yang tiba-tiba saja memiliki perasaan tak enak karena ekspresi Daniel yang seperti itu.

Daniel tak berani menatap Soya langsung. "Ayo kita pulang sekarang..."

"Emangnya ada apa? Jawab yang bener!"

Baru saja Daniel ingin menjawab, pintu kelas terbuka dengan dentuman keras. Ternyata pelakunya Jay.

"SOYA!" teriaknya dengan wajah panik setelah membaca berita di internet.

***

Ada apa ya kira-kira?

With Jake,
©Aya, 2k20

Palang Merah Cinta | Kim SunooWhere stories live. Discover now