[•] Prologue

1.2K 97 10
                                    

“When your crush, become your stepbrother.
Bumi gonjang-ganjing!”

;—dhvkim, 2021.

•••


Sheila menatap pantulan dirinya di cermin dengan lesu—sebenarnya sedikit senang. Ia berjanji tak akan melupakan hari ini dan dua minggu lalu, di mana sang bunda dengan tiba-tiba menyuruhnya berdandan rapi dan meninggalkan buku fisikanya yang masih minta dibelai.

Setelah berdandan dan berpakaian rapi, keduanya pergi ke sebuah kafe. Sheila tidak bertanya, kenapa, ada apa, dan lain sebagainya—dia hanya menurut karena masih lelah sehabis kencan dengan buku fisika. Sampai di mana dua orang pria beda usia datang dan duduk di bangku seberangnya dan sang bunda.

“Hei, maaf ya lama,” ucap si pria yang lebih tua—mungkin seumuran dengan bundanya.

“Enggak, kok. Kita juga baru aja sampai,” jawab sang bunda sambil tersenyum manis.

Perasaan Sheila sudah tidak enak, ditambah orang di depannya ini sedang menatapnya secara terang-terangan. Ada apa sebenarnya? Sheila gugup, jantungnya marawisan, hatinya takbiran.

“Oh iya, langsung aja, ya? Eum—minggu depan kita menikah.” Sheila menoleh kearah bundanya.

Mulutnya menganga, matanya melebar. Jujur, ia tak masalah kalau bundanya menikah lagi, tapi—argh, Sheila tak bisa mengakuinya. Maksudnya—kenapa harus dengan pria itu?

“Oke, aku setuju aja. Lagian kasian si ayah mah ngejomblo, miris!” ucap lelaki di depannya, dengan santai.

“Kalau kamu, gimana, La?” Sang bunda bertanya, calon ayah tirinya juga tengah menatapnya penuh harap dengan senyuman manis, pun dengan lelaki itu.

Sheila bingung. Ia mengedarkan pandangannya, menatap ke sembarang arah yang penting tidak berkontak mata dengan ketiga manusia itu. Sheila berakhir menunduk, lalu menggangguk dengan kaku. Ia ingin menangis demi apapun. Bunda dan calon ayah tirinya menghembuskan napas lega.

Gadis 15 tahun itu sebenarnya ingin menolak dengan telak. Namun, itu ‘kan pilihan bundanya, kebahagiaan bundanya, ia tak boleh egois dan mementingkan perasaan pribadinya.

“Oh iya, kalian kenalan aja dulu. Eh, udah kenal belom sih? Satu sekolah ‘kan?” ucap pria itu—mari kita panggil Pak Juna saja agar simpel.

“Kalo aku sih udah kenal dia, Yah. Kamu Sheila ‘kan?” ucap lelaki itu, lalu beralih menatap Sheila dengan senyum semanis madunya.

Sheila terdiam sejenak, sebelum akhirnya sadar dan mengangguk kaku. Sudah kubilang, dia gugup.

“La, atuhlah jangan tegang gitu. Kalian ‘kan nanti jadi saudara. Masa kaku gitu kamunya?” ucap sang bunda, membuat Sheila makin tak karuan.

“Iya nih, Sheila kaku kayak kanebo kering. Bewete, aku yang jadi kakaknya ‘ya, La?” canda si lelaki, lalu dilanjut dengan pertanyaan.

“I—iya, kak Rangga,” jawabnya singkat.

Kedua orang dewasa di sana, tertawa kecil. Sheila terlihat seperti anak kucing yang diajak berburu dengan seokor singa. Lucu sekali, sudah gugup—pipinya merah pula. Sheila bukannya merasa kiyowo malah sangat malu.

“Oh, tak kira kamu gak ngerti namaku, dek.” Panggilan di akhir kalimat itu sukses membuat Sheila ambyar seperti nasi kucing yang kehilangan karetnya.

Mana mungkin sih, Sheila tidak tahu nama gebetannya.

Ya, calon kakak tirinya adalah—gebetannya sendiri.

Stepbrother!✔Where stories live. Discover now