[13] Terimakasih, Bunda

240 43 5
                                    

Stepbrother!

•••

Keesokan harinya, mereka benar-benar izin. Tentang olimpiade Sheila, kabarnya sudah digantikan oleh Wanda. Sheila tentu kenal dia, gadis itu menjadi saingannya dalam seleksi.

Mungkin Wanda sedang tertawa puas karena berhasil menggantikannya. Ah, memikirkannya membuat Sheila ingin mengumpat. Namun, ia sadar, dia tidak pantas mengumpat dengan tutur katanya yang lemah lembut.

“BUNDAAA, PENGEN MANDI~”

Hm, baru juga disinggung. Sudah keluar jiwa barbarnya. Ceritanya Sheila ingin mandi, tapi tidak diperbolehkan oleh bunda. Karena, yah—sulit pastinya mandi dengan keadaannya yang sekarang.

“Dilap aja 'ya? Kalo mau mandi, emang mandinya gimana?” tanya bunda. Lelah sekali menghadapi anak gadisnya yang super keras kepala ini.

“Duduk, pake bangku. Lagian ‘kan di kamarku ada kamar mandi, jadi gausah turun,” jawabnya dengan puppy eyes-nya.

Bunda menghela napas pasrah, lalu mengangguk. Sheila langsung saja berteriak kegirangan. Dari kemarin ‘kan dia belum mandi, rasanya lengket dan tidak enak.

Gadis itu lalu turun dari ranjang dibantu bunda. Rangga membantu membawa bangku saja, dia tidak bisa kalau membantu Sheila ke kamar mandi karena tangannya masih sakit.

Bathrobe-nya di sini. Kalo ada apa-apa panggil bunda, jangan panggil aku!” ucap Rangga sambil terkekeh lalu melenggang pergi.

Sheila mencibir, lalu meminta agar pintunya ditutup kembali. Ia lalu melakukan ritual mandinya. Gadis itu tidak menyabuni kakinya yang masih sakit, katanya sulit.

Beberapa menit kemudian, ia selesai. Sheila lalu memakai bathrobe-nya dan memanggil bunda. Beliau langsung membuka pintu karena sengaja menunggu di depan kamar mandi. Takut anaknya memanggil dan dia tidak dengar.

Bunda lalu menuntun Sheila ke ranjang. Di sana sudah ada pakaian dalam, sweatshirt oversize, dan celana pendek. Bukan apa-apa, Sheila tidak bisa pakai celana panjang dengan kakinya yang seperti ini.

Setelah berpakaian, ia lalu merebahkan tubuhnya lagi dibantu oleh bunda. Wanita itu lalu turun untuk mengambil sarapannya. Sebenarnya Sheila sedang tidak ingin makan, tapi bunda memaksa. Katanya kalau tidak mau makan nanti tidak jadi dibelikan pasta gigi yang ada mobil-mobilannya.

Sheila ini 15 tahun atau 5 tahun, sih?

Bunda datang dengan semangkuk bubur ayam dan segelas susu. Beliau lalu menyuapi Sheila dengan telaten. Padahal yang sakit kakinya, tapi minta disuapi. Sheila ini bukan hanya keras kepala, tapi juga manja yang keterlaluan.

“Cepet makannya, abis ini ganti perban.” Bunda menyuapkan buburnya lagi, dan Sheila mengangguk setelah menerima suapan itu.

Beberapa menit kemudian, dia selesai makan. Bunda turun untuk meletakkan mangkuk dan gelas kotornya. Beliau kembali dengan seorang dokter dan Rangga. Lelaki itu juga habis mandi dan ganti perban sepertinya.

“Ini cedera karena main basket juga?” tanya sang dokter sambil melepas perbannya.

“Bukan, dok. Latihan silat, jatoh salah posisi, terus ketimpuk samsak.” Sheila meringis kesakitan kala sang dokter sedikit mengurutnya.

“Gak latihan deng, dok. Sengaja mukulin samsak si Sheila mah,” timpal Rangga dengan senyuman mengejek. Sheila hanya merengut sebal dan kembali meringis sakit.

“Gapapa, sebentar lagi sembuh kok. Jangan kebanyakan jalan 'ya? Tapi jangan diem doang juga, nanti malah kaku.” Sang dokter lalu melilitkan perban setelah tadi mengurut dan memberi salep pada kaki Sheila. Gadis itu mengangguk dan bergumam mengiyakan sebagai jawaban.

Stepbrother!✔Where stories live. Discover now