Cahaya Hijrah

19.2K 1.2K 1
                                    


Hidup menjanda sangat sulit untuk Ishana. Terlebih ia harus membesarkan Ziva seorang diri.Ishana takut anaknya mendengar omongan buruk orang lain atas ibunya. Walaupun ia bukan wanita baik, tapi Ishana tidak ingin Ziva terkena dampak buruknya . Ia ingin membesarkan Ziva menjadi lebih baik darinya.

Pertama kali menginjakkan kaki di lingkungan pesantren ini, Ishana kerap kali mendapat gunjingan dari tetangga sekitar. Mau menjawab, ia sendirian dan pasti semakin buruk di mata para tetangga. Namun, ia berusaha tidak menggubris dan tetap bersikap baik terhadap mereka. Kedekatannya dengan umi Halimah yang disegani di lingkungan sekitar pesantren, membuat lama kelamaan gunjingan mereda. Sikap Ishana, Ziva dan juga ibunya yang santun lambat laun membuat para tetangga akhirnya menyukai mereka.

Hijrah, mungkin kata itu yang bisa Ishana sebut saat ini. Secercah cahaya islam datang menghampirinya, menemani langkahnya dalam setiap perjalanan lika liku kehidupan yang ia jalani.

Semua berawal ketika Ishana ingin menenangkan diri usai perpisahannya dengan Arjuna. Saat itu sakit masih mendera. Hampir tiap malam ia menangisi nasibnya. Menyesal karena telah meninggalkan Raka, putra sulungnya. Meskipun di depan Arjuna ia berusaha setegar mungkin, namun sebenarnya hatinya rapuh.

Ishana sangat bersyukur karena Allah memberikan keistiqomahan dalam hijrah. Masa masa berhijrah ia lewati dengan memperbanyak ibadah, menghafal Al-Qur'an dan mengikuti kajian- kajian. Hijrah membuat hidupnya lebih bercahaya. Masa masa kelam itu kini berubah menjadi pelangi yang menerangi langit setelah hujan.

*****

Senja selalu menjadi waktu yang ditunggu Ishana.Seperti saat ini, menanti matahari tenggelam di kursi teras belakang rumahnya. Senja, yang hadirnya mampu melukis warna sang pelangi berwarna jingga. Dibalik senja selalu tersimpan cerita.

Dulu, ia kerap menikmati senja dari atas balkon rumahnya sambil menikmati secangkir kopi. Jika Arjuna pulang kantor lebih cepat, ia akan ikut menikmati senja bersamanya. Saling bercerita banyak hal. Kadang bercengkrama dengan kedua anaknya, hingga adzan Maghrib berkumandang.

Tiba tiba matanya berkaca kaca. Ia rindu Raka, putranya. Sudah sebesar apa Raka sekarang? tanyanya dalam hati.

"Hana, sebentar lagi Maghrib,"suara ibunya dari dalam rumah menyadarkan Ishana dari lamunan.

"Iya Bu, sebentar lagi Hana masuk,"ucapnya.

Ishana menghela napas panjang. Disekanya airmata yang mulai mengalir.

Suara Adzan Maghrib berkumandang. Ia bergegas masuk ke dalam dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.


Dear Readers, 

Thank you ya udah ngikutin cerita Ishana...

RINDU UNTUK ISHANA  (Terbit)Where stories live. Discover now