Bertemu Kembali

26K 1.4K 8
                                    


Ishana mengambil sebuah bingkai foto dari laci meja riasnya. Foto keluarga dengan empat gambar manusia di sana. Arjuna, Raka, Ziva dengan senyum ceria dan dirinya dengan senyum anggun.

Diusapnya wajah Arjuna dalam bingkai itu. Apa kabar kamu sekarang, Mas?Anakmu dengan Arnetta pasti sudah besar ya?laki laki atau perempuan? Batin Ishana.

Tangannya beralih mengusap wajah Raka, putra sulungnya.

Bunda rindu,Nak. Ishana meneruskan dalam hati.

"Kamu ngk ingin temui Raka?"sebuah sentuhan dipundak menyadarkan Ishana dari lamunan. Dimasukkannya kembali foto itu ke dalam laci meja riasnya.

Ishana menatap wajah ibunya.

"Raka pasti bahagia Bu, kan tinggal sama ayahnya."ujarnya tersenyum tipis.

"Temui dia, Nak. Raka pasti merindukanmu. Ajak Raka kemari, ibu juga kangen," kata ibunya seraya mengusap rambut Ishana.

"Raka hanya berpisah denganku, Bu. Masih ada ayah, mama dan adik tirinya. Hana yakin Netta pasti sangat menyayangi Raka. Netta mengenal Raka dari bayi," kata Ishana.

"Raka tidak akan kehilangan kasih sayang hanya karena berpisah dengan ibunya." lanjutnya lirih.

"Jangan kamu sebut nama perempuan itu di depan ibu!"geram ibunya.

Ishana membalikkan badan menghadap ibunya. Menggenggam tangan wanita yang ia sayangi itu.

"Ibu, Hana sudah ikhlasin semua. Hana harap ibu juga ikhlas ya. Biar hidup kita bahagia," ucapnya.

"Hana pasti akan menemui Raka suatu hari nanti," lanjutnya .

Ishana mencoba bersikap kuat, tapi kenapa air mata ini harus turun.

"Menangislah, Nak." ujar ibunya sambil menangkap tubuh Ishana di pelukannya, menepuk pelan punggungnya. Sejenak mereka berdua larut dalam perasaan masing masing,

"Bunda,"suara Ziva membuat Ishana melepaskan pelukkan ibunya. Segera dihapus airmatanya.

"Ada Ustadz Ardi di depan mau ketemu Nenek."

" Ya Allah, ibu lupa tadi Umi Halimah telepon, kalau pesanan kuenya mau diambil sama Ustadz Ardi,"kata ibu sambil tergopoh gopoh berjalan ke luar kamar menuju dapur.

Ishana merapihkan jilbabnya. Dilihatnya lagi wajahnya di cermin. Lalu bergegas menyusul ibunya.Melewati dapur, ia melihat ibunya sedang memasukkan kue kue pesanan umi Halimah ke dalam kotak di bantu oleh Ziva. Segera ia menghampiri mereka.

"Biar Hana bantu, Bu,"katanya.

"Ngk usah Han, kamu bikinin minum buat Ustadz Ardi. Dia pasti nunggu lama di ruang tamu," pinta ibunya. Ishana segera menyiapkan teh hangat dan membawanya ke ruang tamu.

"Maaf nunggu lama ya Ustadz. Ibu lagi menyiapkan kue kuenya dulu,"kata Ishana sambil menaruh cangkir teh hangat di meja.

Ustadz Ardi menoleh. Menganggukkan kepala.

"Terima Kasih," ucapnya singkat.

Ishana berdiri di tempatnya sambil memegang baki. Baru teringat bahwa lelaki yang duduk di hadapannya itu keponakan Umi Halimah yang ia temui di toko buku beberapa hari yang lalu.

"Saya minum ya tehnya,"suara Ustadz Ardi mengagetkan Ishana.

"Eeh i-ya Ustadz, silahkan,"kata Ishana sedikit gugup.

"Aduuuh Ustadz, saya minta maaf jadi menunggu lama.Ini pesanan umi Halimah,"suara ibunya membuat Ishana menarik napas lega.

"Oiya ngk apa apa ibu Khadijah, saya mungkin yang datang kemari terlalu cepat,"sahut Ustadz Ardi sambil mengambil kotak kue dari tangan ibunya Ishana.

"Saya langsung pamit aja ya, Bu,"pamit Ustadz Ardi seraya bangkit dari sofa.

Ibu Khadijah, ibunya Hana mengantar Ustadz Ardi sampai pintu pagar. Sementara Ishana memperhatikan dari dalam rumah. Baru kali ini ia berhadapan langsung dengan lelaki yang Umi Halimah kenalkan di toko buku beberapa waktu yang lalu. Waktu itu ia terburu buru akan menjemput Ziva, jadi tidak begitu memperhatikan sosok lelaki yang semenjak kedatangannya dari Kairo mampu membuat seluruh santriawati pondok terpesona. Apalagi semenjak Ustadz Ardi turut mengajar di Sekolah Menengah Atas Al Munawar. Sosoknya yang kharismatik selalu menjadi perbincangan. Ishana belum pernah bertemu lagi dengannya meskipun ia mengajar di tempat yang sama dengan Ustadz Ardi. Hanya sesekali ia mendengar suaranya ketika mengumandangkan adzan atau mengisi kajian khusus ikhwan.

Sampai hari ini Ustadz Ardi datang ke rumahnya untuk mengambil kue pesanan bibinya itu.



Dear Readers,

Ustadz Ardi ngk banyak bicara ya? atau lagi menahan debar di dada?haahahhaa

Tunggu next-nya yaaa

RINDU UNTUK ISHANA  (Terbit)Where stories live. Discover now