Part 19

19.1K 2.8K 1.5K
                                    

Weee, kalian malam Minggu ngapain, nich?

Yungjo malam Minggunya malah demam wkwkwkwk

Yungjo malam Minggunya malah demam wkwkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Voter ke berapa?








"Astaga, kau demam?"

Rasa-rasanya Yungi ingin menjawab pertanyaan Eunjo dengan—tidak, sayang. Aku sedang menikmati kehangatan suhu tinggi. Jadi bagaimana, ingin bergulingan di atas tempat tidur untuk menyalurkan rasa panas ini? Tapi jelas itu tidak akan terjadi dan sepertinya Yungi sadar pening ini membuat sirkuti otaknya menciut. Yungi hening saja dan menutup matanya kembali saat merasakan sentuhan lembut tangan Eunjo pada keningnya. Diam-diam ia tidak menyangka jika Eunjo bisa berkata dengan intonasi sedikit khawatir seperti sekarang.

"Ingin ke rumah sakit?" tanyanya sembari merogoh ponsel di dalam tas. Eunjo sendiri juga cukup terkejut, bagaimana manusia es ini bisa terserang demam. Mendadak merasa kasihan bagaimana Hyunki memuja-muja sang Paman kalau demam juga masih ingusan, "Kuat berjalan ke parkiran, kan?"

"Tidak usah." Yungi menahan pergelangan tangan Eunjo dan sang istri nampak memaku, "Aku hanya membutuhkan sedikit istirahat," imbuhnya dengan suara serak dan lemah.

"Kau yakin?" tanyanya dengan dahi yang sejujurnya mengerut tidak yakin.

Yungi mengangguk.

Oke, sekarang Eunjo mendadak terserang sindrom—apa yang harus aku lakukan di saat-saat seperti ini. Oh, ayolah. Bukan berarti ia se-bodoh itu untuk tidak mengerti bagaimana memperlakukan orang sakit. Tapi permasalahannya, dia harus memulai dari mana? Mengganti pakaian Yungi? Menyelimuti Yungi? Menyiapkan air panas untuk mandi, atau bagaimana? Eunjo lalu menggigit ujung kukunya dengan mata bergerak liar.

Yungi, yang dengan cepat bisa menebak seberapa membingungkan situasi ini, "Ini hanya demam biasa." Ia mengubah posisi untuk lebih nyaman, atau sebenarnya tengah menyembunyikan sesuatu, Yungi menutupi kedua matanya menggunakan lengan lalu berkata, "Aku belum makan siang, jika tidak merepotkan aku ingin makan sesuatu yang hangat."

"Kau ingin makan apa? Pizza?" Eunjo menebak-nebak dengan cepat.

Semoga Yungi tidak berharap terlalu banyak, "Bubur, barangkali."

Ini sebuah mandat! Entah bagaimana ceritanya Eunjo bisa berpikir seperti itu. Tapi, bisa jadi sudah terlanjur bingung, dan mendengarkan permintaan Yungi membuatnya tidak berdiam diri lebih lama. Kendati tanpa mengucapkan sepatah kata, Eunjo berjalan pergi untuk keluar dari kamar tanpa keberatan. Meninggalkan Yungi yang diam-diam menarik senyum tipis setelah pintu berdebum lirih. Sebenarnya kepalanya terasa pening, kedua matanya panas dan napasnya terasa berat. Tapi, ya. Mungkin ada satu sampai dua hal yang menarik.

Terakhir kali Eunjo merasa cukup was-was itu terjadi....eh, kapan ia pernah merasa was-was? Entahlah. Tidak tahu. Lupa, bisa jadi bingung. Ia hanya bisa memusatkan fokus pada nada tunggu ponsel pada telinganya, "Halo, bisakah aku memesan bubur?" tanyanya, punggungnya menggeliat dan sebelah tangan berusaha menanggalkan jas yang ia pakai, "Sungguh tidak bisa?" dahinya mengerut, bibirnya berdecak cukup kesal. Kecemasan itu seakan menamparnya ketika suara di seberang sana menjelaskan tanpa bisa ia bantah sama sekali, "Baiklah, terima kasih."

Snowdrop ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang