Part 13

18.1K 2.9K 1.9K
                                    

Mantul kalian ya, targetnya bisa banget terpenuhi hanya dalam kurun waktu satu setengah jam!!
😭😭👍🏼👍🏼🙏🏼🙏🏼

Karena sudah super fast update, satu malam dua part, aku tunggu kericuhan komennya di part ini juga yaa. Muhehehee

Absen vote semalam dua kali ini mah, wkwkwkwkw voter keberapa nih?!











"Aku ingin mencari udara segar dulu."

Yungi masih terdiam di atas kedua tumpuannya. Setelah debum pintu itu terdengar, ia memang harus menyusul Eunjo, dan Yungi tentu berniat melakukannya. Tetapi, Yungi jelas masih ingin menyampaikan sesuatu di keheningan ruangan ini, ia lalu membungkuk singkat kepada Ibu Eunjo dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan, "Maaf baru mengetahui keadaan Ibu," jedanya dengan sorot iba, "Putrimu adalah manusia keras kepala yang sangat susah untuk dimengerti, suka marah-marah, tidak mau mendengarkan orang lain, seenaknya sendiri dan juga galak," jeda Yungi, "Tapi seburuk-buruknya manusia pasti memiliki sisi baik yang sengaja tidak ia tunjukkan, bukan?"

Suara bip tenang yang tersambung pada monitor itu adalah satu-satunya suara yang terdengar setelah kalimatnya. Yungi lalu menggosok tengkuknya, berdehem singkat saat ia menyadari tiba-tiba berucap begitu saja. Entahlah, Yungi sendiri juga tidak tahu kenapa ia bersikap cukup aneh hari ini. Apakah ia hanya merasa lega pada akhirnya mengetahui jawaban yang selama ini menganggu pikirannya? Yungi lalu melangkah pergi, kala ia menutup pintu ruangan bernuansa putih itu, sebuah air mata perlahan menetes pada sudut mata ibu sang istri.

Kala Yungi berjalan di koridor ruang, ia melihat sebuah pintu yang sepertinya mengarah ke arah taman belakang, dan kedua matanya merangkum Eunjo tengah duduk menumpuk sebelah kakinya di samping lampu taman yang sudah dihidupkan untuk menyambut malam.

Yungi lalu duduk, dan Eunjo lagi-lagi mengesat air matanya dengan cepat sembari mengalihkan wajah. Situasi ini seakan menggambarkan, sekeras apapun batu ternyata masih bisa basah jika terkena tetesan hujan. Sebuah embusan napas besar Yungi lontarkan, ia lalu menggeliat guna melepaskan jaket yang ia kenakan. Entahlah, Yungi hanya berpikir orang seperti Eunjo pastilah benci terlihat lemah seperti sekarang. Maka, merasa penuh inisiatif yang sederhana, Yungi membentangkan jaketnya dan menutupkannya di atas kepala sang istri.

Jelas itu tidak romantis sama sekali jika dicocokkan dengan kamus-kamus romansa ala-ala telenovela. Tetapi, entah kenapa hal itu malah membuat Eunjo yang tertegun, dan air matanya semakin merembes keluar, kendati pupilnya masih membola takjub dengan apa yang Yungi lakukan.

"Kalau mau menangis, yang puas sekalian," kata Yungi, "Orang tidak akan bisa melihatmu jika kau melakukannya." Yungi malah menepuk-nepuk kepala sang istri, sedangkan Eunjo juga masih dalam posisi menunduk, "Kau harus bersyukur memiliki suami yang peka seperti ini."

"Kau pasti akan mengejekku setelah ini," sewot Eunjo dengan tarikan isak yang terdengar jelas, ia masih sibuk mengesat air matanya, diam-diam menampik fakta jika pipinya terasa panas.

"Tentu saja," gamblang Yungi, "Kapan lagi aku bisa mengejekmu dengan leluasa."

Eunjo seketika menatap tajam dengan mata yang meradang hebat, sedangkan Yungi seakan sengaja melakukan hal itu karena ia juga ingin melihat bagaiman wajah Eunjo ketika menangis.

"Tapi aku tidak akan melakukannya, bodoh." Yungi tiba-tiba menyentilkan jemarinya pada dahi Eunjo, tentu Eunjo refleks mengaduh dan meringis, "Aku masih tahu mana yang bisa dijadikan lelucon dan tidak."

Eunjo tidak tahu apa yang menyerang titik terdalam sanubarinya kali ini. Tetapi jujur, ia menyukai renspons yang Yungi berikan sejauh ini. Terasa tidak berlebihan, dan menurutnya juga tidak terasa kurang. Eunjo hanya merasa nyaman, dan diam-diam penyesalan tentang memberitahu Yungi tidak seburuk perkiraannya.

Snowdrop ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang