Part 22 (Last)

24.2K 2.7K 1.7K
                                    




Gila sih, kalian mah dikasih tantangan apapun dimanapun, ditinggal kedip doang udah terpenuhi. Ampun banget sama The Power of Hyoniverian! Ampun kalian jago! Jadi voter ke berapa nih di chapter terakhir ini? 50 besar semoga mimpi ditatap Yungi kayak gini wkwkwkwk

 Ampun banget sama The Power of Hyoniverian! Ampun kalian jago! Jadi voter ke berapa nih di chapter terakhir ini? 50 besar semoga mimpi ditatap Yungi kayak gini wkwkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













"How are you?"

"I'm good, how are you?"

"I'm fine. Thank you."

Pernahkah kalian mendengar kalimat itu?

Yungi yakin, barangkali itu adalah kalimat wajib dalam belajar Bahasa Inggris di sekolah. Setiap siswa yang duduk di bangku kayu mendengarkan guru merapalkan percakapan sederhana dengan menggunakan pembukaan itu. Rasa-rasanya intonasi dan jumlah katanya tidak berubah, atau mungkin dia merasa jika waktu bergulir secepat ini. Lalu, apakah percakapan sederhana itu berlaku untuk menggambarkan keadaan Eunjo saat ini? Yungi berharap semua bisa digambarkan sesederhana itu.

Jongkuk juga beberapa kali mampir ke sini ketika pulang dari kantor—tanpa Hyunki tentu saja, karena sepertinya sang adik tidak ingin menambah beban rasa pusing pada sang Kakak. Tapi, ya. Apa yang sudah terjadi memang bergulir seperti bola bowling pada lantai yang licin. Pin yang sudah tertabrak jatuh hanya bisa di pasang lagi tanpa bisa mengulang waktu. Yungi lebih-lebih ingin bersyukur jika keadaan perlahan semakin menyenangkan untuk dijalani.

Hari ketiga puluh dua di Selasa pagi setelah Eunjo menumpahkan seluruh emosi dan air matanya pada Yungi. Sinar kuning pucat sang surya berusaha memburai rasa kantuk. Menerobos benda apapun yang bisa dilewati tanpa permisi, hingga terjatuh pada luasan flat kamar Yungi. Tepat pada pukul tujuh pagi, alarm dari ponsel Yungi berdering—menggugah mimpi untuk segerea bersua dengan realita. Yungi mematikan alarmnya, menguap tipis dan bergumam sembari mengelus lengan Eunjo hanya untuk memastikan sang istri mendapatkan tidur nyanyak dan bangun dengan perasaan lebih baik.

"Aku ada meeting hari ini," kata Yungi kala ia mendekatkan wajahnya nyaris-nyaris menelusup masuk pada ceruk leher Eunjo, lengannya memeluk pada pinggang cukup posesif—sepertinya Yungi dalam mode lembut dan dominannya pagi ini, "Tapi aku bisa pulang lebih cepat dan mampir ke kedai untuk mengambil laporan dari Byun."

Eunjo sebenarnya sudah membuka matanya sejak tadi. Sebelum alarm Yungi berbunyi dan bersautan dengan cuitan burung di luar sana. Sejujurnya, Eunjo diam-diam merasa cukup bersalah ketika Yungi seakan mengatasi semua hal yang ada seorang diri. Berat tubuh Yungi pada punggungnya, lingkaran lengan pada pinggang dan perutnya, embusan napas hangat dan suara serak yang terdengar oleh telinganya, entah kenapa hal itu terasa menenangkan baginya. Bisa jadi menjadi sedikit obat di tengah semua hal memuakkan yang ada pada hidupnya.

Dan sepertinya semua sensasi itu berhasil mengejutkan Yungi juga ketika Eunjo tiba-tiba mengubah posisi dan menghadap padanya. Kantuk Yungi seakan sirna ketika Eunjo perlahan menelusupkan tangan pada sisi tubuhnya. Eunjo menenggelamkan wajah pada dada Yungi, menggosokkan pipinya sejenak hanya untuk mengais afeksi lebih dalam lagi. Pelukan Eunjo semakin erat sampai tidak ada jarak lagi di antara keduanya, dan Yungi refleks untuk melingkarkan kakinya di bawah sana.

Snowdrop ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang