Part 10

23.6K 3K 2.1K
                                    

Korban ke-ambyaran Paman Yungi di part kemarin, sini absen vote duluu

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Yungi tidak ingat sudah berapa lama ia menikah dengan Eunjo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Yungi tidak ingat sudah berapa lama ia menikah dengan Eunjo. Sepertinya sudah beberapa bulan, atau bahkan sudah melewati satu musim penuh—atau mungkin nyaris satu tahun? Entahlah, yang jelas Yungi memang tidak pernah memikirkan kedetailan waktu itu terlalu jauh, sama dengan kepindahan tidurnya yang sudah tidak lagi di dalam studio.

Bersamaan sinar matahari yang menerobos masuk melalui sibakan tipis gorden pada jendela kaca samping, Eunjo berujar dengan ekspresi yang cukup susah untuk dipetakan.

"Kau sudah bangun." Eunjo berkata tanpa menambahkan intonasi pertanyaan, atau bahkan respons saat seseorang merasa antusias. Benar-benar datar, tidak jauh berbeda dengan eskpresi Yungi yang posisinya tidurnya menghadap padanya.

"Sejak lima menit yang lalu," jawab Yungi dengan suara serak bangun tidur dan mata sipit yang terlihat menggemaskan—tapi, tentu tidak terlihat menggemaskan bagi Eunjo. Terbukti sang istri malah menarik sudut bibirnya bangga sebelum berkata penuh percaya diri.

"Wah." Eunjo mengangguk tipis sebanyak dua kali, "Indah sekali pemandangan pagimu karena melihat wajahku selama itu."

"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu."

Keduanya lantas hening, benar-benar tidak ada konversasi lanjutan kecuali suara deru pendingin ruangan, dan kehangatan selimut tebal yang membungkus keduanya dengan nyaman. Barangkali rasanya seperti terdampar pada tumpukan bulu halus yang hangat, dan seharusnya itu bisa memberikan sepercik sensasi debar ala-ala pasangan yang tengah di mabuk asmara. Sayangnya, terkadang sebuah harapan itu terlalu tinggi untuk bertanggal. Bukannya merasa malu-malu kucing yang lucu, Eunjo yang merasakan ada sesuatu yang tidak berada di tempat semestinya, langsung saja mencebik tanpa kendala.

"Yung," panggilnya di sela-sela napas besar dan tatapan datarnya.

"Hmm?" timpal Yungi dengan takaran rasa malas yang benar-benar terasa

"Bisa tidak, tanganmu itu tidak berlarian ke mana-mana?" tanya Eunjo dengan nada sedikit mengejek, "Jangan menguatkan asumsiku jika kau adalah Kakek-Kakek hidung belang kurang belaian. Pegang sana pegang sini" Kali ini Eunjo menyilangkan kedua tangannya masih dalam posisi berbaring—sewot.

Padahal, posisi mereka saling berhadapan, seharusnya bisa saling kecup sana-sani, mengelus pipi dengan romantis, atau saling mengacak rambut bangun tidur saking gemasnya. Sayangnya, tidak.

"Memangnya kenapa?" timpal Yungi dengan sebelah alis yang terangkat tidak habis pikir, "Pinggangmu berkurang kalau kupeluk begini?" katanya bersamaan mengeratkan pelukannya pada pinggang sang istri sebelum berkata menohok, "Berlubang, ya?"

Mau tidak mau Eunjo menyipitkan tatapannya dan Yungi juga tidak kalah melakukan hal yang sama, "Cepat singkirkan tanganmu!" tandasnya.

Barangkali, jika Hyunki ada di sini, sang Paman dan sang Bibi sudah direkrut menjadi anggota abadi no uwu-uwu club.

Snowdrop ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang