BAB 7 LARI!!!

88 17 0
                                    

Pintu digedor-gedor lagi dari luar.

"Buka pintu, atas nama Wali Negara! Jangan membangkang terhadap penegak hukum!" seru orang tadi sekali lagi.

Pete dan Jupiter menyandarkan punggung mereka ke daun pintu, seolah-olah berat tubuh mereka bisa membantu pintu tetap tertutup. Sedang Bob masih saja menatap Labah-labah Perak yang berlapis glasir hitam indah di tangannya dengan pandangan nanar. Pikirannya kacau. Benda itu harus cepat- cepat disembunyikan! Tapi di mana?

Ia lari kian kemari, gugup mencari-cari tempat penyembunyian tanpa hasil. Di bawah permadani? Jangan! Bagaimana kalau di bawah kasur? Sama saja! Kalau begitu di mana? Di mana tempat yang aman?

Bunyi gedoran di pintu semakin bertubi-tubi. Para pengawal rupanya hendak mendobraknya. Setelah itu keadaan menjadi semakin membingungkan. Tirai-tirai jendela tersingkap dengan tiba-tiba. Dengan cepat Pete dan Jupiter bersiap menghadapi

serangan dari arah itu, sementara seorang pemuda melangkah masuk.

"Ini aku-Rudi!" desis orang yang baru datang itu. "Aku bersama adikku, Elena."

Elena muncul dari balik tirai, berpakaian seperti pria. "Cepat-kalian harus lari dari sini!" desak gadis itu. "Mereka

hendak menangkap kalian dengan tuduhan melakukan kejahatan berat terhadap negara!"

Pukulan berirama terdengar menghantam daun pintu. Bunyinya seperti ada yang memakai kapak. Tapi daun pintu terbuat dari kayu keras yang tebalnya hampir sepuluh senti, jadi masih bisa tahan selama beberapa menit lagi.

Suasana saat itu seperti adegan dalam film saja. Segala- galanya berjalan begitu cepat sehingga ketiga remaja itu tidak mungkin bisa bereaksi dengan tenang. Satu-satunya yang terpikir saat itu ialah bahwa mereka harus cepat-cepat pergi dari situ!

"Ayo Pete!" seru Jupiter. "Bob, bawa Labah-labah itu!"

Bob masih nampak tertegun sesaat. Kemudian lari menyusul yang lain lain, sementara Elena sudah lebih dulu menuju ke balkon.

Mereka berkerumun dalam kegelapan yang sejuk di situ, sementara di bawah nampak cahaya lampu-lampu di kota. "Dari balkon ini ada langkan sepanjang dinding sampai ke sisi belakang istana," kata Elena. "Ukurannya cukup lebar. Jadi tidak mungkin jatuh, asal kalian tetap tenang. Aku yang di depan."

Gadis itu melangkahi sandaran balkon, lalu berdiri di langkan yang terbuat dari batu. Jupiter agak ragu sejenak. "Kameraku!" katanya. "Aku lupa membawanya!"

"Tidak ada waktu lagi!" kata Rudi dengan nada mendesak. "Pintu itu masih tahan dua tiga menit saja lagi. Kita tidak boleh membuang waktu satu detik pun!"

Jupiter merasa tidak enak karena harus meninggalkan kameranya yang sekaligus juga merupakan pesawat walkie- talkie. Tapi apa boleh buat! Ia menyusul Pete. Mereka beringsut-ingsut dengan muka dan tubuh dirapatkan ke dinding batu yang kasar, mengikuti Elena yang berjalan dengan langkah cepat dan pasti.

Tidak ada waktu bagi mereka saat itu untuk merasa takut. Di belakang mereka terdengar bunyi gedoran bertubi-tubi pada daun pintu yang rupanya belum juga bisa didobrak. Ketika mereka sampai di pojok bangunan, sesaat Bob terhuyung.

Pegangannya terlepas disentakkan angin malam yang menghembus agak kencang. Sungai Denzo yang deras dan gelap menunggu jauh di bawah. Tapi dengan cepat Rudi mencengkeram bahu anak itu. Bob berhasil memulihkan keseimbangannya, lalu mulai beringsut-ingsut maju lagi.

"Cepat sedikit!" desis Rudi dekat telinganya.

Sepasang merpati yang tidur di langkan merasa terganggu oleh kemunculan mereka. Burung-burung itu terbang menggelepar di sekitar kepala. Bob sudah hendak menunduk supaya jangan terbentur merpati. Tapi untung masih bisa menahan diri. Coba kalau tidak-pasti ia langsung jatuh! Ia menyusul teman- temannya yang sementara itu sudah sampai di sebuah balkon

(09) TRIO DETEKTIF : MISTERI LABA-LABA PERAKWhere stories live. Discover now