BAB 15 LONCENG PANGERAN PAUL

77 17 0
                                    

Tangga yang dilalui sangat terjal. Bob sudah payah sekali. Rudi berhenti ketika melihat anak itu terpincang-pincang, lalu mengulurkan ujung tali bekas selimut yang masih tetap dibawa. "Pegang yang kuat!" katanya. "Aku akan menarikmu ke atas." Kini Bob bisa naik tangga dengan lebih mudah, karena dihela dari atas oleh Rudi. Satu tingkat tangga sudah dinaiki.

Kemudian dua. Kelihatannya para prajurit yang mengejar belum juga mengetahui bahwa mereka lari ke atas. Di ujung atas tingkat tangga ketiga terdapat pintu pagar yang kekar. Pintu

itu berderik-derik ketika didorong untuk membukanya. Rupanya sudah lama sekali tidak ada yang lewat di situ. Ketika mereka sudah lewat, Rudi menutupnya kembali lalu menguncinya dengan gerendel besi yang besar sekali. "Supaya pengejar kita agak terhambat sedikit," katanya.

"Jaman dulu bahkan gereja pun tidak selalu aman dari serbuan pasukan-pasukan tentara musuh. Pada saat-saat begitu para pendeta bersembunyi dalam menara menara lonceng, sedang pintu-pintu gerbang ini kemudian dikunci dari atas. Nanti masih ada dua lagi yang harus kita lewati."

Saat pintu pagar yang kedua dikunci oleh Rudi, di bawah prajurit-prajurit pengawal yang mengejar masuk berhamburan ke dalam ruang kaki menara. Mereka mendongak. Begitu melihat para pelarian, mereka langsung mengejar naik tangga. Tapi pintu pagar pertama ternyata terkunci dengan gerendel. Para prajurit itu menggoncang-goncangnya dengan kesal. Tapi pintu pagar itu tetap saja tidak bisa dibuka. Sesaat kemudian terdengar seruan minta diambilkan peralatan guna memotong terali pintu pagar itu.

"Agak lama juga mereka harus menunggu sebelum bisa lewat di situ," kata Jupiter tersengal-sengal sambil terus mendaki. "Pokoknya kita menang waktu sedikit."

Mereka sudah sampai di tempat yang lebih tinggi dari kubah St. Dominic. Orang-orang dan kendaraan yang lalu-lalang di bawah nampak kecil sekali. Suasana saat itu kelihatannya biasa-biasa saja. Hanya dalam menara lonceng itu saja keadaannya sedang gawat.

Rudi serta ke tiga remaja dari Amerika itu kini sampai di ruangan terbuka tempat lonceng. Lonceng Pangeran Paul yang

besar tergantung di bawah atap yang meruncing ke atas, bertopang pada balok-balok kayu yang kokoh. Sebelum memasuki ruangan itu masih harus dilewati pintu pagar yang ketiga. Setelah semuanya masuk, dengan cepat Rudi menutupnya kembali dan sekaligus menggerendelnya dari dalam. Sekawanan burung merpati menggelepar terbang dari tempat mereka hinggap di pinggiran tempat itu. Rupanya kaget melihat tahu-tahu ada manusia masuk ke situ.

Keempat remaja itu berhenti sebentar untuk mengatur napas. Di bawah, para prajurit kedengaran sedang sibuk berusaha mendobrak gerendel pintu yang merintangi. Bunyinya berisik sekali-berdentam-dentam. Tapi rupanya tanpa banyak membawa hasil.

"Sebentar lagi mereka pasti akan mendatangkan ahlinya," kata Rudi menduga. "Jadi kita cepat-cepat saja bertindak sekarang. Kita lihat dulu-bagaimana cara membunyikan lonceng ini! O ya- sebaiknya kita tarik saja talinya ke atas, jangan sampai yang di bawah itu mendapat akal untuk mengencangkannya kembali."

Di lantai ruang lonceng itu ada lubang besar tempat lalu tali penarik lonceng. Rudi tegak di bawah lonceng besar itu, lalu mulai menarik tali ke atas. Pete dan Jupiter bergegas membantu. Dengan cepat tali itu sudah mulai tertarik naik, bergulung-gulung di lantai seperti ular berbulu. Para prajurit di bawah berteriak kaget ketika melihat tali bergerak naik ke atas. Tapi mereka tidak sempat lagi menyambar ujungnya yang lewat di depan hidung.

Tali sudah berhasil diamankan. Kini perhatian anak-anak beralih ke Lonceng Pangeran Paul.

Ukurannya besar sekali. Di pinggiran sebelah bawah terukir kata-kata dalam bahasa Latin. Tali lonceng yang mereka tarik ke atas tadi ternyata diikatkan ke sebuah roda yang terpasang di salah satu sisi lonceng itu. Tali itu harus ditarik kuat-kuat dari bawah untuk memutar roda. Dengan begitu lonceng ikut terputar dan membentur pemukulnya yang besar. Jupiter, Bob, dan Pete terheran-heran melihatnya, karena mereka hanya mengenal lonceng-lonceng kecil yang dibunyikan dengan jalan mengayun-ayunkan pemukulnya.

(09) TRIO DETEKTIF : MISTERI LABA-LABA PERAKWhere stories live. Discover now