BAB 16 DIMANA LABAH-LABAH PERAK ITU?

95 19 0
                                    

Keempat remaja itu sama sekali tidak melawan ketika digiring menuruni tangga menara yang tinggi. Setiba di bawah, mereka langsung dikelilingi oleh prajurit-prajurit pengawal yang semakin bertambah jumlahnya, lalu dibawa cepat-cepat ke luar lewat pintu samping. Di jalan-jalan masih ada orang, tapi tidak lagi sebanyak tadi. Orang-orang itu menatap mereka dengan

pandangan ingin tahu. Mereka baru menepi ketika dibentak oleh para pengawal.

Rudi, Jupiter, Bob, dan Pete digiring menuju ke sebuah bangunan kuno yang letaknya beberapa blok dari gereja. Di dalam mereka dihadapkan ke depan dua petugas polisi berseragam biru.

"Mereka ini penjahat yang melawan negara!" kata perwira pasukan pengawas dengan lantang. "Kurung mereka sampai ada perintah dari Adipati Stefan yang akan menentukan nasib mereka-mereka ini!"

Kedua petugas polisi itu nampak ragu-ragu.

"Tapi Lonceng Pangeran Paul-" kata seorang dari mereka. Perwira pengawal tidak memberi kesempatan padanya untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Perintah Wali Negara! Laksanakan!" Kedua petugas itu tidak berani membantah lagi. Seorang di antaranya mendului berjalan menuju sebuah ruangan di mana ada empat sel berpagar terali. Sel-sel itu kosong. Pete dan Rudi dimasukkan ke dalam sebuah sel, sedang Jupiter dan Bob ke sel yang berhadapan. Pintu-pintu sel berdentangan ketika ditutup lalu dikunci dari luar.

"Jaga mereka dengan baik, kalau tidak ingin celaka!" bentak perwira pengawal istana. "Kami sekarang akan menyampaikan laporan pada Wali Negara di istana!"

Setelah itu anak-anak ditinggal sendiri. Rudi terhenyak ke salah satu dari kedua bangku yang ada dalam sel.

"Sekarang kita berada dalam kekuasaan mereka," katanya lesu. "Pokoknya kita tadi sudah berusaha sebaik-baiknya! Aku ingin tahu apa yang terjadi saat ini di istana!"

Jupiter ikut duduk di sel seberang.

"Sepanjang malam kita tidak tidur," katanya. "Kurasa satu- satunya yang masih bisa kita lakukan saat ini adalah menunggu. Tapi bunyi lonceng sebagai tanda bahaya-"

Ia tidak menyelesaikan kalimatnya, karena tahu-tahu sudah menguap lebar sekali. Ia mengusap-usap matanya. Dilihatnya Bob sudah tidur pulas di pembaringannya. Pete dan Rudi di sel seberang juga tidak mendengar lagi, karena sudah terlelap pula. Tapi kalau Jupiter hendak mengatakan sesuatu, ia ingin mengucapkannya sampai selesai. Karena itu ia meneruskan, walau tidak ada yang mendengarkan.

"Bunyi lonceng sebagai tanda bahaya sudah sejak lama dikenal orang," gumamnya pada diri sendiri, sambil merebahkan punggung ke pembaringan. "Sudah jauh lebih tua daripada radio atau televisi. Di Istambul yang dulu bernama Konstantinopel, ada larangan keras untuk membunyikan lonceng setelah kota itu ditaklukkan Turki tahun 1453, karena dikhawatirkan bahwa itu akan dijadikan isyarat bagi rakyat untuk bangkit dengan serentak lalu-lalu-"

Lalu Jupiter pun tertidur. Sekali itu ia tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya.

* * *

Di tengah arus air yang mengalir deras dalam terowongan di bawah kota Denzo, tiba-tiba Bob terpeleset lalu hanyut dibawa air. Tubuhnya terbanting-banting membentur sisi terowongan, sementara dari jauh terdengar suara Jupiter memanggil- manggil.

"Bob! Bob!"

Bob berusaha berdiri. Terasa ada orang memegang lengannya. Kini suara Jupiter terdengar dekat sekali ke telinganya. "Bob! Bangun, Bob!"

Bob mengejap-ngejapkan matanya dengan berat. Dengan susah payah ia duduk-di pembaringan! Jupiter yang juga kelihatan masih mengantuk menatapnya sambil nyengir. "Ada tamu untuk kita, Bob! Lihatlah siapa orangnya!"

(09) TRIO DETEKTIF : MISTERI LABA-LABA PERAKWhere stories live. Discover now