Part_8 Sisi baik

89 73 33
                                    

"Ada apaan sih Al, kok lu tadi kumpul sama para cogan?" tanya Muna, sambil melangkah menuju kelas beriringan.

"Ada urusan sedikit hehehe," ucapku sambil memperlihatkan deretan gigi yang rapi.

"Ouh, pantesan lu engak ngajak anter sama gua tadi," dengusnya.

"Udah akh, jangan dibahas lagi, yu masuk kedalam kelas," kataku mengalihkan pembicaraan.

*****
Jarum jam bergerak sangat lambat seperti kura-kura, dia tidak tahu perutku sudah memberi kode sedari tadi. Aku menatap langit dari kaca jendela kelas, tampak buram seperti kondisiku saat ini, awan hitam mulai bergelombang 'tak tau arah. Burung-burung berterbangan migrasi entah kemana. Setetes air dari langit jatuh menjadi awal datangnya hujan.

"Akh Kak Imam udah nyampe belum ya?" ucapku sedikit berbisik.

Sepertinya aku mengkhawatirkan kak Imam, tapi harus kubuang jauh-jauh dulu rasa khawatir ini.

"Al, lu mau kekantin gak?" ajak Muna mengangetkanku.
"Alya?" Lagi-lagi Muna berteriak, membuat pendengeranku rusak saja.

"Iya aku ikut ke kantin," jawabku lemas.

"Eh bentar Al di luar hujan!" ucap Muna sambil melihat kearah lapangan upacara yang sudah dibasahi oleh air hujan.

"padahal aku lapar banget ini!" renggekku pada Muna, sambil memegang perut dengan kedua tanganku menahan lapar.

Terlihat Muna meraba-raba saku rok abu-abunya, sepertinya dia sedang mencari benda ataupun sejenisnya.
"Nih, buat lu!" Muna menyimpan sebatang coklat silver queen diatas mejaku.

"Mmmm ini dari kamu 'kan?" ucapku menyelidiki.

"Bukan hehehe, itu dari kak Imam katanya buat lu, kemarin dia nitipin ke gua waktu pulang sekolah," tutur Muna menjelaskan.
"Udah makan aja Al, mubazir tau," sambungnya berbisik.

Ku amati coklat silver queen itu, tanpa berani menyentuhnya, bentuknyapun sudah tidak persegi panjang lagi, dan bagian kertasnya robek-robek.

"Apa dari Kak Imam," timpalku kaget ada rasa haru juga.
"Ikh tapi, ini udah basi coklatnya, udah bau keringat kamu," ucapku mendefinisikan dari model coklat itu.

"Bukan basi Alya, tapi ini coklatnya udah leleh," jelas Muna cengar-cengir kearahku.

"Leleh kenapa?" tanyaku dengan dahi wajah sedikit dikerutkan.

"Yah leleh karena udah lama didalam saku rok gua lah," timpal Muna tertawa terbahak-bahak.

Ya Tuhan kenapa orang di sekelilingku pada nyebelin semua.

"Buat kamu aja deh," gertakku.

"Makasih Alya cantik, baik hati dan tidak sombong rajin ...!" Segera aku memotong ucapanya.

"Jangan bilang rajin menabung diwarung!" tegasku.

Muna hanya nyegir kuda, bibirnya sedikit belepotan coklat seperti anak kecil yang baru belajar makan sendiri.

Kembali aku termenung menatap jendela kosong. Sepertinya raga ini butuh sedikit inspirasi agar tidak terjebak bayang-bayang kak Imam dikepala yang membuatku bikin stres.

Aku sedikit memukul kepala dengan tangan. "Lupakan dulu lupakan!"

Pikiranku kini berputar. Aku menghembuskan nafas kasar. Aku ingin memulai semuanya lagi agar terlihat baik-baik saja tanpa kak Imam.

*****

"keluar yuk, kita jalan-jalan," ajakku pada Muna memohon. Mungkin ini akan menjadi jalan untuk sedikit melupakan bayang-bayang kak Imam.

"Jalan-jalan kemana maksudnya?"

"Ya jalan-jalan bulak-balik di koridor aja, jenuh tau disini tuh," tuturku tersenyum. Dengan ide gila ini.

Lantai-lantai kelas, sangatlah licin akibat cipratan air hujan, membuatku susah untuk jalan diatasnya, bahkan harus berpegangan pada tembok-tembok kokoh berwarna hijau toska.

"Lu kayak orang lewat jembatan Al," ucap Muna melihat tingkahku ini.
"Sekalian aja jadi Spiderman biar sekalian merayap keatas dinding," sambungnya kembali sambil tertawa geli, padahal menurutku tidak lucu dan sangat garing.

"Korban film huuhhh," ucapku menjulurkan lidah.

"Bruk ... awww ...." Aku meringis kesakitan, terjatuh di atas lantai dengan posisi tengkurap, seperti seseorang yang hendak menangkap katak. Udah sakit malu lagi banyak yang lihat dari jendela-jendela kelas.

"Bangun ayo cepatan, kaya bocah aja jatuh," ucapnya sambil menjulurkan tangan kekar. Tanpa dilihatpun, aku tau itu Kak Alfin.

Aku menepis kasar tangannya Kak Alfin, padahal dia memberi pertolongan, tapi aku tidak mau jika ditolong sama singa jantan.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk bangkit  namun, lagi-lagi aku terjatuh, bahkan bagian kaki terluka dan langsung meninggalkan jejak memar.

Aku menengadah terlihat Muna berdiri seperti patung tanpa adanya gerakan, entah apa yang dia lakukan.
"Muna bantuin dong jangan bengong mulu ikh," gerutuku kesal. Tapi tidak ada jawaban dari Muna, gak biasanya.

Aku menatap Muna bergantian dengan Kak Alfin, sepertinya mereka bermain kode-kodean yang sulit ditebak.

"Al gua ke kamar mandi dulu ya, kebelet ini," ucap sambil berlari-lari.

"Temen lagi susah bukannya bantu malah ninggalin," regekku.

Kembali Kak Alfin menjulurkan tangannya, segera aku meraihnya, sebenarnya niat hati tidak mau untuk di bantu Kak Alfin, cuman karena banyak siswa-siswi yang memperlihatkanku, dengan berat hati aku menerima bantuan Kak Alfin.

"Ayo masuk kelas," ajaknya padaku.

"Dih apaansih Kak orang kelas kita beda!" tuturku sekilas melihat Kak Alfin.

"Maksudnya gua anter lu ke kelas," tawarnya padaku dengan alis yang dinaikan satu, menunggu persetujuanku.

"Aku bukan anak kecil Kak!" Suaraku sedikit naik.

"Yaudah sana pulang ke kelas," tuturnya datar.

"Iya aku pulang ke kelas!" jawabku berdelik melihat kearah Kak Alfin. Ingin rasanya aku melempar Kak Alfin dengan batu jalanan, karena suka merasa kesal dibuatnya.

Lagi-lagi sakit di kaki akibat jatuh mengakibatkan aku susah berjalan, ditambah baju seragam malah basah kuyup gara-gara jatuh dengan posisi tengkurap tadi.
Aku menoleh kebelakang masih terlihat singa jantan itu memperhatikanku.

Aku terdiam sejenak untuk mengumpulkan energi agar bisa jalan kembali.

"Kata gua juga apa lu gak bisa jalan Al, biar gua bantu!" teriaknya sambil berlari kecil menghampiriku.
Langsung Kak Alfin membungkukkan tubuhnya di depanku.
"Ayo cepet naik," perintahnya menekan.

"Naik kemana?" tanyaku heran, melihat tingkah Singa jantan itu.

"Naik ke punggung gua Alya, gua ngendong!" tuturnya, masih dengan posisi membungkuk.

"Engak mau akh!" tolakku, sambil menggeleng-geleng kepala.

"Terserah, kalo lu betah diem disini, gua akan tinggalin lu," ungkapnya sinis.
Tanpa berpikir panjang aku menuruti perintah Kak Alfin. Digendongnya aku oleh Kak Alfin, banyak sorot mata yang tidak percaya.

"Ikh pacar gua, enak aja tuh si Alya, digendong!" ucap siswi yang tidak sengaja melintas.

"Njirrrt si Alya beruntung banget bisa digendong Pangeran," puji salah satu siswi.
Ada yang memuji ada juga yang sangat tidak peduli bahkan banyak juga yang iri.

Aku hanya menundukkan muka malu.

"Gak usah malu Al," ucap Kak Alfin seolah bisa membaca isi pikiran ku.

Diam dengan seribu bahasa itu yang kulakukan. Ada rasa tidak percaya juga karena Singa jantan ini mempunyai sisi baiknya juga.

*****
Tinggalkan jejaknya ❤️😁

Bersambung 😗

ONLY_LOVE_YOU (Hiatus)Where stories live. Discover now