Part_17 Bingung

45 9 1
                                    

"Muna, kamu tau siapa wanita yang datang tadi pagi ke kelas?" tanyaku sambil memasukan Bakso kuah kedalam mulut.

Muna langsung mengangguk. "Iya, gua tau mereka kakak kelas, dan gua juga tau dia siapa namanya!"

Aku melongo 'tak percaya dengan penuturan Muna. "Lah kok kamu tau identitasnya? tau namanya juga gak?"

"Tau lah, lu aja yang gak pernah nyari tau, dia itu namanya SINTA!" terang Muna sedikit menekan nama _Sinta._

Ouh jadi wanita tadi pagi itu namanya Kak Sinta. Ku embuskan nafas perlahan.

"Lu tau gak Al, dia itu orang yang paling ditakutin di sekolah ini, tapi kalo dia macam-macam ke lu gua gak tinggal diam, gua gak takut!" lanjut Muna dengan mengepal tangan diatas meja seakan sedang berhadapa secara langsung dengan musuhnya.

"Tapi ... aku gak mau bikin gara-gara di sekolah," lirihku menatap wanita yang menyandang sebagai sahabat pertama sejak dulu.

Muna mengendikan kedua bahu ke atas, sepertinya otak dia sedikit lemot untuk memikirkan itu.

Langkah kaki mendekat seakan sengaja menginjak-injak lantai kantin dengan keras.

"Heh bocil nanti kalo Alfin ngajak pulang bareng lu gak usah ikut, karena harusnya gua bukan lu," bisiknya di sebelah kuping kanan.

Aku hanya berusaha diam tidak menoleh sedikitpun, tidak ada faedahnya.

"Jawab?"

"Iya, aku gak bakal pulang bareng kak Alfin!" sahutku pelan, semoga saja Muna tidak mendengar apa yang ku bisikkan pada wanita calon pacar kak Alfin itu, jika dia mendengar mungkin wanita itu akan habis bak rusa di terkam harimau.

Muna mengangkat sudut bibirnya keatas. "Ada apa?"

Aku menggeleng kepala ada rasa gusar jika terus-menerus akan di ancam seperti ini.

Kak Sinta beserta temannya langsung menempati meja kantin yang berada disamping ku. Apa mereka ingin tahu apa yang akan aku ceritakan pada Muna.

*****
Suara riuh siswa-siswi berhamburan dari kelas, berdesak-desakan antara si kurus dan si gemuk, antara yang pendek dan yang tinggi saling menghimpit tidak mau kalah, untuk mengambil sepatu miliknya di rak besi berwarna hitam pekat. Aku terhenti saat mengambil sepasang sepatu hitam putih milik ku terlihat seorang pemuda terburu-buru dari kelas sebelah akan menghampiri.

"Alya gua duluan ya!" Muna menepuk pundak ku, mungkin dia pikir aku akan pulang bareng kak Alfin hingga tega meninggalkan aku kembali sendiri.

Tanpa kuhiraukan lagi pasti Muna sudah menghilang setelah berkata.

Dasar hantu!

"Alya yuk ... pulang, kita belajar buat persiapan lagi!" ajak Pemuda itu tangannya menenteng keresek hitam yang berisi.

Aku menelan salivina sesaat. Dengan cepat aku menggelengkan kepala.

"Loh baru satu hari Alya masa mau bolos!" ucapnya kemudia Kak Alfin berjongkok melihat raut wajahku.

"Lagi gak enak badan Kak, jadi Alya gak mau belajar dulu!"

"Bohong lu, ayo belajar kita tuntaskan satu buku hari ini!" Sambil menarik lenganku dengan kuat.

"Engak Kak!"

"Kalo lu gak enak badan, biar gua anter lu pulang, mumpung gua baik," imbuhnya

"Gak mau repotin Kak." Aku menatap wajahnya.

Dengan antusias Kak Alfin menempelkan punggung tangan di keningku.
"Lu gak sakit Alya!" gertaknya dengan raut kecewa.

"Lu kenapa sih bicara sama gua!" tegasnya kembali seperti orang kebingungan dengan tingkahku yang tiba-tiba berubah.

"Iya aku bohong Kak, aku gak mau di bilang PHO sama pacar Kak Alfin, lagian kenapa sih Kak harus aku yang gantiin jadi wakil seminar, kenapa gak pacar Kak Alfin aja biar gak repot urusannya," lirihku sambil menatap kosong ke lapangan upacara sekolah yang sudah nampak sepi hanya satu atau dua orang yang lewat.

"Maksud lu apa, gua gak punya pacar!"

"Gak punya pacar, tapi punya gebetan, tadi mereka datang ke kelas Alya Kak!" Langsung berdiri dan beranjak lari, aku tidak peduli dengan Kak Alfin dan hukuman yang akan diberikan saat aku pergi. Aku hanya ingin bebas tanpa memikirkan rasa.

*****
"Kok jam segini pulang, bukannya belajar sama kak Alfin, kamu bolos ya?" Ibu menatapku penuh curiga.

"Atau lagi berantem sama kak Alfin?" ucapnya terus memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

Aku menghela nafas penat, lalu menghirup sedikit udara untuk mulai bicara.
"Ibu hari ini kak Alfin sedang sibuk, jadi Alya pulang duluan," ucapku sekilas melirik kearahnya.

Dosa bohongku akan bertambah!

"Ibu pikir kamu pulang tanpa alasan!" sahutnya Ibu terus menatap ke arahku, seperti membaca raut wajah yang sedikit cemberut.

Aku tersenyum dengan sedikit mengerutkan kening.

Aku beranjak ke kamar mengambil buku-buku tugas sekolah, lalu mengisi satu-persatu pertanyaan. Mulai hari ini aku tidak akan belajar lagi bareng kak Alfin, aku tidak mau jadi onar di sekolah. Aku menumpuk tangan di atas meja belajar menenggelamkan wajah.Hari ini aku harus membuat keputusan agar tidak salah arah.

"Ting."

Suara benda pipih membuyarkanku, segera aku mengambil benda pipih itu di ransel sekolah. Aku membuka satu pesan yang terkirim ... ah bukan satu pesan, tapi sudah berjimbun.

Pesan pertama aku buka, aku lebih memprioritaskan pesan dari kak Imam.
[Alya kok gak belajar?] Dengan emot yang mengeluh di penghujungnya.

Aku tersenyum tipis.
[Enggak Kak]

[Kenapa? Biar Kakak yang ajarin terus share materinya ke kamu lewat WhatsApp mau?]

Aku menatap layar handphone dengan rasa lelah, jika aku belajar lagi, berarti aku harus tetap ikut, tapi aku mau jika belajar bareng kak Imam walau virtual.

[Gimana nanti aja kak, Alya mau ngerjain dulu tugas]

Tidak ada balasan setelahnya, aku positif saja mungkin kak Imam sedang memikirkan pertanyaan kembali.

Aku membuka pesan yang sudah berjimbun lebih dari 50 pesan dari satu orang, serakah sekali bukan?
Siapa lagi kalo bukan Kak Alfin.

[Alya lu kenapa pulang duluan!]
[Kenapa gak mau belajar buat persiapan, beri alasan jangan asal pergi terus lupa sama apa yang sudah di janjikan, aku gak habis pikir kamu seperti itu Al!!!]

Aku membaca perkalimat pesan itu, isinya semua  sama. Dngan kata yang menekan oleh tanda seru merah, memojokkan aku. Aku tidak mau basa-basi akan hal ini.
***

Bersambung
Tinggalkan jejak jika sudah baca jangan kaya hantu😌♥️

ONLY_LOVE_YOU (Hiatus)Where stories live. Discover now