Part_16 Bukan PHO

38 10 3
                                    

Benar kata bang Surya semalam, bahwa aku harus tidur lebih awal, rupanya kak Alfin sudah berada di kursi depan rumah, menungguku padahal ini sangat pagi-pagi buta.

Aku yang masih mengenakan baju tidur berwarna biru dongker langsung menghampiri pemuda itu.

"Kok belum siap?" tanyanya saat melihatku dengan tatapan tajam.

"Iya bentar kak!" Segera ku tinggalkan kembali kak Alfin, biarkan saja dia diluar rumah untuk menghirup udara segar pagi.

"Cieeee ... udah ada yang jemput," goda Bang Surya mukanya sedikit mengintip kearah kak Alfin yang berada diluar.

"Ganteng ya, Bu pacar Adekku."

"Iya betul banget tuh," timpal dengan mata yang dikedipkan satu.

Entah percakapan apalagi yang akan mereka katakan dipagi hari ini, aku yang super cepat sudah selesai untuk pergi sekolah memakai baju wearpack berwarna hijau toska senada dengan celana berwarna millo, dasi yang terpasang rapi menambah kesan sangat berkarisma. Segera aku keluar kamar betapa terkejutnya, saat mendapatkan Kak Alfin berada diambang pintu kamar.

Siapa yang mengajaknya untuk menunggu didepan kamar.

"Lama banget," gerutunya sambil memperlihatkan jam tangan berwarna hitam kearah mataku.

"Cuman 10 menitan kok Kak," lirihku dengan menutup pintu.

"Yaudah, yuk berangkat!" Entah sadar atau tidak Kak Alfin menggenggam tanganku dengan erat.

"Ekhem ... ekhem ... ekhem ...." Bang Surya berdekhem saat aku dan Kak Alfin melintas dihadapannya.

Buru-buru Kak Alfin melepaskan ngenggaman tanganku. Dengan rasa hormat Kak Alfin berhenti melangkah kaki, lalu menoleh kearah Bang Surya, yang tersenyum-senyum sendiri.

"Eh Bang," ucap Kak Alfin menyalami punggung tangan milik saudara kandungku.

"Jangain Alya ya, jangan sampai kenapa-kenapa!" bisik Bang Surya pada kuping Kak Alfin.

Aku hanya mengerutkan kening saat bisikkannya itu terdengar jelas.

"Iya Bang," jawabnya pelan.

*****
Sudah banyak dan terpampang jelas kendaraan roda dua dan roda empat memenuhi parkiran sekolah.

"Alya, lu duluan masuk kelas, gua ada urusan," ucap Kak Alfin menepuk pundak ku lembut.

"Iya Kak." Aku menuruti apa yang dia katakan. Sebagai adik kelas yang baik, selalu patuh pada kakak kelasnya.

Aku berjalan melewati kelas-kelas lain serta taman sekolah, pasang mata seakan ada yang memperhatikan ketika aku terus melangkah berjalan, aku menengok sedikit ke kanan dan ke kiri untuk memastikan rasa penasaran, tapi aku tidak mampu melihat siapa yang sedang benar-benar mengawasi gerak-gerik ku.

"Alya ...!" teriak Muna berlari, lalu memeluk tubuhku histeris dari arah yang berlawanan.

"Heg!" Nafasku seakan berhenti ketika pelukan dari Muna seakan mengerat kuat.

"Muna aku gak bisa nafas!" ucapku, wanita itu kini melonggarkan pelukan rindunya.

"Gimana pertama belajar sama kak Alfin, pasti kamu gak fokus belajar kan, aku tau kamu akan curi-curi pandang." Muna melirikku dengan pertanyaan yang sangat konyol itu.

Aku mengerutkan kening lalu menaikan sebelah alis.
"Biasa aja!" Singkatku.

"Tumben berangkat pagi?"

"Kenapa gak boleh?"

Muna buru-buru membukam mulutnya yang sepertinya menahan tawa.
"Upss ... gua lupa kan ada Arjuna yang jemput lu, jadi pantas saja gak kesiangan."

"Heh, ngada-ngada mulu kau."

Hanya cerita yang menjadi canda tawa serta rindu, sebagai pengantar langkah kaki yang terus berayun ke arah kelas. Aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan Muna walau sedikit rewel dan nyebelin, tapi entahlah aku sangat menyangi Muna seperti saudara kandungku sendiri.

Tiba-tiba seseorang mencekam kedua pundakku dengan kuat dari belakang. Hingga tubuhku berputar dan beradu pandang mata tajam.

"Heh lu yang namanya Alya?" tanya wanita dengan pakai ketat dan bibir merah merona, rambutnya sebahu dengan sedikit poni yang menghalangi keningnya yang lebar. Wanita itu kini menampakkan wajah murka terhadapku.

"Iya bener Kak," jawabku dengan jujur, sambil berjalan mundur, tidak mungkin terus bertatap sesama jenis dengan jarak yang dekat. Rasanya sangat aneh.

"Ouh jadi lu yang so ... asik sama gebetan gua!" ucapnya ketus. Dengan ke-dua tangannya yang bertengger di pinggang.

Aku menggeleng kepala cepat. Lalu tatapan heran penuh dengan tanda tanya di kepala. Wanita berambut sebahu itu langsung mendorong tubuhku dengan kuat sepertinya tidak memberi ampun sedikitpun.

Siapa dia? kenapa? Ada masalah apa denganku?

"Lu ... gak tau diri banget jadi, Adek kelas," hardik temannya aku tahu mereka pasti satu tim cabe-cabean disekolah.

Aku hanya menggepal kedua tangan untuk menahan emosi fitnah apa yang mereka lontarkan bahkan aku tidak mengerti dengan cara bicaranya.

"Alya biar gua hajar aja tuh wanita itu!" bisik Muna dengan tatapan benci kearah cabe-cabean.

"Jangan, biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka sukai!" balasku tersenyum devil.

"Cemen lu jadi Adek kelas mainnya bisik-bisik gak tau malu emang!" hujatnya kembali.

"Dengerin gua, lu yang bernama Alya, adik kelas so ... cantik, so ... asik,  gua ngasih tau sama lu jangan deketin Alfin!" tegasnya dengan rahang yang bertautan.

"DASAR PERUSAK HUBUNGAN ORANG, PHO LU!" lanjutnya dengan menekan dan suara yang sengaja di naikan agar terdengar oleh semua penghuni sekolah.

"Tapi aku gak deketin siapapun di sekolah ini, dan aku bukan PHO!" balasku mencoba meredam sedikit emosi agar tidak salah ucap.

"Mana ada maling ngaku!" Tangannya dilipat diatas dada menandakan bahwa, dirinyalah yang paling berhak atas semuanya, dan yang diucapkan dari mulut tajamnya itu seakan benar semua tanpa ada tapi!

Suara tepuk tangan riuh dari geng cabe-cabean dengan anggota tiga orang, penampilannya yang sangat cetar membahana mengalahkan guru. Entah apa tujuan mereka sekolah sepertinya ingin konser, tapi salah tempat.

"PHO ... Demi apa Adek kelas berani banget mau nikung gua!" ucapnya lirih seperti ingin dikasihani.

Munafik!

Rasanya ingin menghajar mukanya lalu mencaci kembali, tapi aku sadar bahwa aku masih terbilang baru jadi tidak mungkin membuat masalah.

"Sekarang gua mau beri satu kesempatan pada lu, jangan deketin yang namanya Alfin, atau lu bakal dapat hadiah mengerikan dari gua!" ancamnya sebelum pergi dan menendang keras kursi yang tergelak di lantai kelasku.

"Awas lu!" Tunjuknya kearah mataku.

Rasanya ingin tertawa, pagi-pagi udah dihajar oleh geng cabe-cabean. Aku mengusap dada dengan sabar. Mungkin benar itu adalah wanita yang sedang dekat dengan kak Alfin.

*****
Bersambung
Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote
Krisan juga boleh tapi yang membangun 🥺♥️
Revisi nanti kalo udah selesai😗

ONLY_LOVE_YOU (Hiatus)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin