BAB 10

929 63 4
                                    

Di perjalanan pulang dan tidak jadi makan di restoran itu, wajah Stephanie terlihat begitu murung dan tidak bersemangat. Pikirannya selalu membayangkan kejadian yang sama sekali tidak diinginkan seperti tadi, Stephanie berkali-kali menghela nafas kasar membuat Chairil melirik gadis yang sedang menyandarkan kepalanya pada kaca pintu mobil tersebut.

Padahal Chairil pun sedang patah hati, namun kenapa Stephanie tidak melihat kegelisahan atau kegalauan di dalam wajah datar Chairil. Lelaki itu bersikap seperti seolah-olah tidak terjadi sesuatu, wajah datarnya saja yang semakin datar dan tidak memiliki ekspresi sama sekali.

"Kita pulang." Ucap Chairil singkat.

"Ya emang mau pulang kan ini." Sahut Stephanie acuh tak acuh.

"Ke Jakarta." Sahut Chairil yang membuat Stephanie mendelik kearahnya.

"Lo emang gak diundang ke tunangan mereka?" Tanya Stephanie penasaran.

"Di undang." Ucap Chairil tanpa melirik Stephanie sedikit pun.

"Terus kenapa mau pulang?" Tanya Stephanie bingung.

"Gue takut lo ngancurin pestanya aja." Sahut Chairil beralibi, nyatanya lelaki itu sedang patah.

Patah hati yang berhasil ia sembunyikan sampai sekarang, namun Chairil tidak menjamin dirinya akan bisa menahannya jika ia harus menghadiri pesta pertunangan orang yang sangat Chairil sayangi.

"Enak aja lo! Gini aja, sekarang kita cari toko baju couple gitu." Ucap Stephanie semangat.

Chairil menghela nafasnya, namun ia tetap mengikuti ucapan Stephanie saat walaupun sebal. Chairil menatap wajah Stephanie yang sudah terlihat biasa saja, itu tandanya gadis bar-bar ini sudah tidak sedih lagi. Entah kenapa, hal itu membuat Chairil ikut merasa lega dan sedih. Sedih, karena akan ditinggal tunangan oleh Rani.

Hening mendera keduanya cukup lama, tak ada obrolan yang mengisi kekosongan mobil ini. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing, Stephanie mengetuk-ngetuk kan kuku jari telunjuk tangan kanannya ke kaca mobil. Ia berusaha tidak menunjukkan rasa sedihnya dihadapan Chairil, ia malas diejek terus-menerus olehnya.

"Loh kita mau kemana?" Tanya Stephanie bingung.

"Nyari baju?" Tanya Chairil dengan alis kanannya terangkat.

"Dih, gue cuma bercanda kali." Ucap Stephanie sambil terkekeh

"Kita mau kemana?" Tanya Stephanie.

"Katanya nyari baju?" Ucap Chairil dengan menautkan alisnya bingung.

Polos sekali Chairil ini, padahal kan Stephanie cuma bercanda saja. Stephanie terkekeh, kemudian tak sadar mengusap puncak Chairil dan menepuknya pelan. Chairil menolehkan kepalanya ke arah Stephanie, ia tidak mengerti dengan respon Stephanie yang seperti ini.

"Gue cuma bercanda, Iel. Udah kita pulang aja, lagian disini gue gak tau butik yang bagus." Ucap Stephanie dengan menatap wajah Chairil.

Walaupun Chairil terlihat biasa saja setelah melihat mantan pacarnya tadi, namun Stephanie menyadari jika Chairil lebih diam dari biasanya. Chairil terasa lebih dingin dan tidak banyak mengusulkan Stephanie, lelaki itu bahkan memasang wajah datar. Mungkin Tuhan sudah mempersiapkan hal yang lebih indah untuk keduanya setelah mengambil kebahagiaan mereka berdua.

"Chairil, gue tau lo juga sakit kan?" Tanya Stephanie seraya menghela nafasnya.

Tak ada jawaban dari Chairil, lelaki itu hanya diam saja. Tentu saja Chairil tidak akan pernah membalas perkataan Stephanie. Chairil lelaki dengan gengsi yang besar dan cenderung lebih suka menyimpan perasaan sakitnya sendiri, berbeda dengan Stephanie yang lebih suka menceritakan kesedihannya pada orang lain.

[M] FAKE MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang