Bab 16

469 34 3
                                    

Acara pemotretan hari pertama sudah selesai dilakukan, kedua pasangan itu pulang ke villa yang sudah disewakan Tama. Mereka berempat bergegas untuk makan malam setelah makan malam diantarkan oleh asisten Tama. Stephanie sendiri sudah sangat lapar sehingga ia langsung mengambil posisi untuk makan.

"Selaper itu ya?" Tanya Chairil seraya duduk di samping Stephanie.

"Menurut lo? Gue belom makan dari siang." Omel Stephanie seraya memakan daging gurita dengan lahap. Iya sangat menyukai semua olahan gurita.

"Yaudah iya, pelan-pelan makannya dong." Ucap Chairil seraya menggelengkan kepalanya melihat cara makan Stephanie.

Keadaan menjadi sangat hening, Chairil dan Stephanie sibuk dengan makanannya. Tak lama Rani dan Delvin duduk di depan mereka dengan membawa sepiring makanan dan segelas air putih. Stephanie dan Chairil tidak memedulikan kehadiran dua orang itu, dan memilih untuk menikmati makanannya.

"Iel, kamu kan enggak bisa makan udang, lo gimana sih jadi calon istri kok gak peka banget." Ucap Rani dengan terang-terangan membuat Stephanie mengalihkan perhatiannya.

Gadis itu malas sekali meladeni Rani, ia memilih mengambil ulang-ulang yang ada di piring Chairil. Chairil tersenyum, ternyata Stephanie tidak menanggapi ucapan Rani dengan ucapan pedas yang seperti biasa gadis itu lakukan padanya.

"Lo kalo gak bisa makan udang bilang dong." Ucap Stephanie dengan sebal, seraya mengupas udang yang ia ambil dari Chairil.

"Tadinya mau gue kupasin buat lo, bukan buat di makan sendiri." Ucap Chairil membuat Delvin mendelik, lelaki itu sudah tak tahan lagi dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

Setelah acara makan malam selesai, Chairil dan Stephanie memutuskan untuk bermain game online di ruang tengah villa ini. Mereka duduk berdekatan dengan perhatian yang sepenuhnya dialihkan pada ponsel.

"Chairil mata lo kemana sih, sini bantuin gue ke tengah." Ucap Stephanie yang menggerutu kesal.

"Sabar dong, gue lagi bantuin Beatrix di bawah." Ucap Chairil seraya menyenggol bahu Stephanie membuat gadis itu semakin kesal.

"Ih apaan sih senggol-senggol." Ucap Stephanie protes.

"Cuma di senggol doang, lebay lo." Ucap Chairil dengan ekspresi mengejek.

"BODO GUA AFK." Ucap Stephanie seraya menyimpan ponselnya di atas meja.

Gadis itu memberengut kesal, Chairil terkirim geli melihat ekspresi wajah Stephanie. Lelaki itu mengambil ponsel Stephanie, ia pun menyodorkan ponsel tersebut pada Stephanie. Tak hanya itu ia pun merangkul bahu Stephanie.

"Ayo ih main lagi, katanya lo mau naik rank." Ucap Chairil dengan nada manja.

"Lain kali aja." Ketus Stephanie seraya melangkahkan kakinya menuju kamar.

Gadis itu benar-benar gondok dengan tingkah Chairil. Ketika ia membuka pintu kamar, pintu kamar kembali ditutup oleh tangan seseorang. Stephanie membalikkan badannya, menatap Delvin yang menatapnya dengan tatapan sendunya. Stephanie mencoba melepaskan tangan Delvin dari pintu, namun tangan lelaki itu sangat kuat.

"Lepasin, kak, kamu mau apa lagi sih?" Tanya Stephanie dengan tatapan kesalnya, ia sudah sangat lelah saat ini.

"Kamu serius mau sekamar sama Chairil?" Tanya Delvin yang diangguki Stephanie tanpa banyak berargumen lagi.

"Stephanie yang aku kenal bukan perempuan murahan." Ucap Delvin membuat Stephanie mendorong tubuh lelaki itu menjauh dengan kencang, kata-katanya membuat Stephanie sakit.

Lancang sekali Delvin mengatakan hal seperti itu. Itu adalah kata-kata paling kasar yang bahkan tak pernah diucapkan mantan-mantan Stephanie yang lainnya.

"Jaga mulut kamu ya, kak." Ucap Stephanie dengan menunjuk mulut Delvin.

"Faktanya begitukan? Kamu mau aja tidur sama cowok yang bahkan gak kamu kenal lebih dari sebulan!" Bentak Delvin dengan tersenyum sinis.

Stephanie mengepalkan tangannya, ia sudah muak dengan wajah Delvin. Lelaki itu tampak sangat menyedihkan. Stephanie berusaha untuk tenang, ia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa gak jawab? Sadar kalo kamu murahan?" Tanya Delvin dengan lantang.

Bug!!

Suara pukulan kencang membuat Stephanie membalikkan tubuhnya. Ia melihat Delvin yang jatuh tersungkur dan Chairil yang berdiri seraya menatap Delvin dengan sorot mata penuh dengan amarah. Stephanie pun dengan sigap menghentikan Chairil yang akan memukul Delvin lagi.

"CHAIRIL UDAH!" Bentak Stephanie seraya menarik Chairil mundur.

"Gelar asisten dosen gak cocok buat orang yang kelakuannya kayak banci." Ucap Chairil dengan mengacak rambutnya.

"Chairil, udah!" Bentak Stephanie yang tak mau membuat urusan antara Chairil dan Delvin semakin panjang.

"Lo belain dia?" Tanya Chairil dengan menatap Stephanie dengan tatapan menusuk.

"Enggak, tapi lo tenang dulu dong. Ayo masuk kamar." Ucap Stephanie seraya menarik tangan Chairil.

Bug!!

Dari arah belakang Delvin menendang punggung Chairil hingga lelaki itu tersungkur ke lantai. Stephanie melindungi Chairil ketika Delvin yang akan memukul wajah lelaki yang saat ini memegangi punggungnya yang sakit.

"Ada apaan sih ini? Delvin! Lo gila ya?!" Bentak Rani seraya menahan Delvin.

"Chairil, ayo masuk gue obatin." Ucap Stephanie seraya menarik Chairil untuk masuk ke dalam kamar.

Di kamar keduanya mendadak terdiam, Stephanie baru ingat jika letak luka Chairil ada di bahunya yang otomatis harus membuka baju lelaki itu terlebih dahulu untuk mengobati lukanya. Stephanie ragu, ia tak berani melakukan hal tersebut.

"Katanya mau ngobatin gue, biru nih kayaknya." Ucap Chairil seraya membuka kaos yang ia pakai.

"Ih lo ngapain!" Bentak Stephanie yang membuat Chairil terkekeh.

"Dih, lo kenapa?" Tanya Chairil dengan melempar kaosnya sembarang.

"Gausah malu-malu deh lo, cepetan nih obatin." Ucap Chairil dengan menyodorkan punggungnya yang kena tendang Delvin tadi.

Stephanie menyentuh bahu Chairil yang memang sedikit membiru. Stephanie menelan ludah sendiri ketika melihat punggung kekar dan berotot milik calon suaminya ini.

"Tapi, gue gak punya obatnya." Ucap Stephanie dengan salah tingkah.

"Oh iya, gue lupa. Yaudah biarin aja, besok juga sembuh." Ucap Chairil seraya merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk.

Tangan Chairil menarik Stephanie untuk tidur di sebelahnya, entah mengapa perasaan Stephanie menjadi tidak tenang. Jantungnya berdetak cepat, namun gadis itu merasa ini normal. Gadis mana yang akan tenang saja ketika ia berada di sarang buaya seperti ini.

"Lo takut gue apa-apain ya?" Tanya Chairil seraya mendekatkan wajahnya pada Stephanie.

Ini sudah sangat berbahaya, namun Stephanie tidak bisa bergerak. Tubuhnya mendadak kaku saat wajah konyol Chairil yang tadi meledeknya merubah menjadi ekspresi serius yang membingungkan.

"Tapi, kalo nyoba, bolehkan?" Tanya Chairil dengan suara super pelan.

Tangan Chairil mengusap pipi Stephanie yang mulai bersemu merah. Gadis itu memejamkan matanya saat hembusan nafas Chairil semakin terasa di pipinya. Lembutnya bibir Chairil mulai terasa, bukan hanya lembut, namun bibir Chairil pun manis.

Ceklek...

Pintu kamar Chairil dan Stephanie terbuka, menampilkan Rani yang berdiri kaku melihat pemandangan menyakitkan di depannya. Dengan sigap, Chairil dan Stephanie pun saling menjauhkan diri satu sama lain. Rasanya Chairil ini ingin menjelaskan ciuman ini pada Rani, namun ia pikir itu terlalu sia-sia.

****

[M] FAKE MARRIAGE Where stories live. Discover now