13. Semoga Cepat Sembuh

198 56 11
                                    

"Ibu, mas Dery mana?"

Wanita yang sedang bersantai di ruang tengah jadi menoleh. Menemukan anak gadisnya yang baru saja sampai pada ujung tangga tengah menyapu pandang pada penjuru rumah. Penasaran dengan keberadaan seseorang yang barusan dicari.

"Di teras. Ada Sunan juga itu mereka berdua lagi main bareng," sahut ibu sambil mengganti saluran televisi menggunakan remote.

"Ha?"

Ibu terkekeh pelan melihat Wulan yang sepertinya masih mencerna jawaban barusan. "Lihat sendiri aja ke depan."

Wulan yang masih heran jadi benar-benar melangkah menuju ruang depan. Benar saja, pintu utama dibiarkan dibuka, tapi ia belum bisa melihat Dery atau Sunan yang tadi di bilang ibu.

"The enemy has been slayed."

"Bang, maju, bang!"

"Sabar ini mau maju—ADOH SETAN!"

Hingga akhirnya gadis itu betulan melihat Dery dan Sunan yang duduk di lantai teras sembari merunduk memainkan ponsel dijadikan landscape.

"He," panggil Wulan entah pada siapa, tapi yang jelas keduanya jadi menoleh kompak. Walau hanya satu detik mereka mengangkat kepala lalu lanjut bermain lagi.

"He Paijo, lo ngapain di sini?" tanya Wulan dengan nada menyebalkan sembari bersandar pada pintu.

"Siapa tuh Paijo? Nama panggung lu, Nan?" tanya Dery pada Sunan sembari masih serius bermain.

"Nama panggung, emangnya gua penyanyi dangdut apa?" sahut Sunan santai melirik sekilas pada Wulan. "Gua lagi bercocok tanam. Lu mau apa?" tanya pemuda itu kemudian sarkas.

Wulan mendelik.

"Udah, ya adikku, lebih baik ambilkan kakakmu ini air. Haus," kata Dery memerintah yang sukses membuat Wulan makin mendelik.

"Ho, gua juga sekalian," imbuh Sunan santai tanpa beban.

"Ambil sendi—"

"Elah. Siapa, sih nelpon?!"

Wulan yang baru saja ingin menyahuti jadi menggantungkan kalimatnya. Mengangkat alis melihat Sunan menolak panggilan itu.

"Angkat. Siapa tahu penting," kata Wulan mengingatkan.

Tepat setelah Wulan mengatakan itu, ponsel Sunan kembali menerima telepon masuk ditambah pesan masuk bertubi-tubi.

Pemuda itu jadi berdecak merasa terganggu, kemudian mau tak mau jadi mengangkat telepon.

"Apa?"

"Nan, abang lo di Hollywings sendirian anjir."

"Abang gua siapa?"

"Hanan, lah! Dia minum banyak kayaknya. Kobam."

Sunan jadi menegak.

"Bukan aa gua kali, salah liat lu. Hanan 'kan lagi di rumah ay—"

"Serius abang lo, Nan. Lo cek aja chat gue, sempet gue foto diem-diem biar lo liat itu bener abang lo apa bukan."

Tanpa mematikan sambungan telepon, pemudia itu membuka aplikasi chat. Sedangkan Dery yang sebenarnya ingin tahu sebab Sunan terlihat seserius itu jadi ingin bertanya. Wulan juga jadi ikut menegang karena merasa mulai merasakan aura tak enak dari ekspresi Sunan.

"Lu di Hollywings mana, Ji?"

"Dupa. Tau? Kalo enggak tau gue share location."

"Enggak usah, gua tau. Boleh tolong awasin abang gua dulu? Dari jauh juga enggak apa-apa, yang penting dia masih di sana sampai gua dateng."

Tiga Pagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang