[]Part 31[]

297 32 0
                                    

"Lo gak nyaman soal  hubungan gue sama Reva, El?"

Seorang pemuda yang semula tengah membaca sebuah buku seraya berjalan, seketika mengalihkan pandangannya dari buku ke arah pemuda lain yang juga berjalan di sampingnya. Dia menaikan sebelah alisnya dan berkata, "Maksud lo?"

"Ketauan dari ekspresi lo, El," jawab pemuda itu tanpa mau melihat lawan bicaranya. Dia hanya fokus menatap ke depan, melihat murid-murid sebayanya yang sedang berlalu lalang.

Paham akan jawaban temannya, sang pemuda memilih menghembuskan nafasnya kasar, dia kembali menaruh perhatiannya pada buku yang ia genggam. Seraya terus berjalan bersama, dia kembali berujar, "Bohong pun gak akan ada gunanya yah kalau sama lo. Jujur sih, gue emang agak gak nyaman sama kalian, terlebih gue tau kalian berdua itu gak sedarah. Tapi, mau gimanapun, gue gak berhak larang kalian buat jauh-jauhan. Kesannya egois banget. Santai aja, Nat, walau gue keberatan, gue gak benci lo kok."

"Sedeket apapun gue sama Reva, dia tetep anggap gue musuh. Jadi, jangan cemburu apalagi iri. Mau lo disiksa tiap hari sama onta bar-bar?" ucap Nathan.

Elvin terkekeh pelan. "Dimengerti," ucapnya.

Setelah kata yang Elvin ucapkan, perjalanan mereka sekarang menjadi sunyi. Di antara kedua orang itu tak ada lagi yang mau membuka percakapan. Hingga beberapa saat kemudian, langkah kaki Elvin berhenti, pemuda itu menghadap ke arah Nathan dan menganggakat satu tangannya. "Gue duluan," ucapnya dan berlalu memasuki ruang kelasnya sendiri.

Nathan yang sempat terhenti sebentar, kembali berjalan. Hanya beberapa langkah lagi hingga ia akan sampai ke ruang kelasnya. Tempat dimana ia akan kembali mengikuti pelajaran setelah menghabiskan waktu istiharahat selama beberapa menit.

=====

Kedua mata Nathan mengikuti pergerakan sosok Reva yang baru saja  keluar dari rumah dan berjalan santai ke arahnya. Teras depan rumah.

Salah satu alis Nathan terangkat melihat pakaian rapi yang dikenakan oleh Reva. Tak biasanya gadis itu mau memakai pakaian rapi saat ia sedang berada di rumah seperti ini. "Mau kemana lo?" tanya Nathan.

Reva yang sudah duduk di teras depan yang posisinya agak jauh dengan Nathan menoleh pada pemuda itu. "Gak kemana-mana," balasnya.

"Kalau gitu, mau ada siapa ke rumah?" tanya Nathan lagi. Reva kalau tak ada acara di luar tapi memakai pakaian seperti itu, maka alasannya akan ada orang yang berkunjung ke rumah.

"Elvin," jawab Reva yang kali ini tanpa menoleh sama sekali ke arah lawan bicaranya. Gadis itu memilih memperhatikan bunga-bunga yang sengaja di tanam Kirana di sekitar halaman rumah.

Nathan mengangguk paham. Pemuda itu juga ikut memperhatikan bunga-bunga yang sedang Reva perhatikan. Hembusan angin yang cukup kencang membuat rambut halus Nathan bergerak-gerak mengikuti arahnya. Terasa dingin namun sangat nyaman.

"Tumben gak ngejek, sariawan lo?" tanya Reva.

Nathan yang ditanya, kembali mengalihkan perhatiannya pada Reva. "Heh, nyai, yang biasanya ngejek kan elo, bukan gue," ucapnya.

Reva balas melihat ke arah Nathan, gadis itu menautkan kedua alisnya dan berujar, "Kalau gak gue, ya pasti lo. Tapi kok sekarang engga? Berasa horror tau, Nat, kayak berada di dunia lain aja."

Nathan mendengus. "Dunia lain mata lo," ucapnya seraya mulai bangkit berdiri, berbalik ke arah pintu dan berjalan pelan kesana. Meninggalkan Reva yang tampak bodo amat di tempatnya.

Reva yang sudah sendiri kini menengadahkan kepalanya ke atas. Memperhatikan langit sore yang masih tampak cerah. Angin yang masih berhembus cukup kencang itu menerpa kulit Reva dan menerbangkan rambut tergerai milik gadis itu. Dia tertawa, entah kenapa rasa geli tiba-tiba mampir pada dirinya. "Bisa-bisanya gue jadian sama Elvin," ucapnya. "Aduh, aduh, aduh, siapa suruh ada cogan nembak pwincess, ya pwincess terima lah. Berkah tuhan namanya," lanjutnya.

HAMA [COMPLETED]Where stories live. Discover now