[]Part 17[]

423 57 0
                                    

Seorang gadis berkuncir kuda terlihat tengah berjalan gontai di koridor sekolahnya. Sebelah tangannya terlihat menggenggam sekotak susu strawberry favoritnya yang ia temukan di atas mejanya dengan sebuah pesan singkat berisi ucapan selamat pagi untuk dirinya. Sudah hampir dua bulan ia selalu menerima hadiah-hadiah sederhana dari orang yang tak diketahui.

Dulu, Reva senang dengan itu semua. Namun sekarang, rasa senangnya beralih menjadi rasa takut. Entahlah, ia seperti merasakan kengerian sendiri saat dirinya selalu menerima hadiah dari orang yang tak diketahui.

Dalam langkahnya, Reva berdecak, kemudian dia berhenti dan memperhatikan susu kotak yang ia bawa. Rautnya terlihat cukup resah sekarang. "Apa benar, yah, gue punya segudang penggemar? Padahalkan gue cuma bercanda kalau gue punya pens." Setelahkan Reva menghela nafasnya kasar. Dia memilih kembali berjalan.

"Halah halah, bodo amat, deh. Ribet juga mikirin yang begituan. Dahlah, syukur-syukur dapet susu. Nikmat Tuhan ini namanya," gumam Reva ditengah perjalanannya.

Reva sedikit memelankan langkahnya saat dirasa ada langkah kaki lain yang berjalan bersisian dengannya. Reva menolehkan kepalanya, ingin melihat siapa orang yang berjalan di sampingnya.

Alis Reva bertaut saat matanya menangkap sosok pemuda berbadan tegap berjalan dengan pandangan lurus kedepan. Ia memutar otaknya guna mengingat siapa pemuda ini. Dirinya seperti pernah bertemu dengan orang ini. Tapi, dimana? Hingga beberapa detik kemudian sebuah lampu bohlam yang menyala tampak di atas kepalanya. Dia ingat. Dia ingat pernah beberapa kali melihat orang ini menjadi salah satu pasukan pengibar bendera saat upacara di hari senin. Tapi, sedang apa dia disini?

Reva berhenti melangkah. Dia ingin membiarkan orang itu jalan duluan. Karna, mau bagaimanapun Reva risih juga harus berjalan bersisian dengan orang asing.

Sadar akan Reva yang berhenti, pemuda itu juga menghentikan langkahnya. Berbalik badan dan memperhatikan Reva yang juga sedang menatapnya.

Reva semakin heran sekarang. Jadi, apa orang itu benar-benar berniat berjalan berisisan dengannya? Oh, ayolah beri tahu Reva ada apa ini.

"Kenapa berhenti?"

Reva menaikan sebelah alisnya saat pemuda di depannya itu mengeluarkan suara. Ini teh dia sedang tanya Reva atau bukan?

Reva yang tak mau geer, memilih menolehkan kepalanya ke kanan, kiri, lalu ke belakang. Siapa tau dia sedang bertanya pada orang lain gitu. Namun nihil, tidak ada orang yang sedang diam di koridor ini selain mereka berdua.

Perlahan Reva memberanikan diri menatap mata pemuda itu. Telunjuknya terangkat, menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanyanya.

Pemuda di hadapan Reva mengangguk. "Iya, lo," ucapnya. Pemuda itu mengangkat tangannya, menyodorkan tangan itu ke arah Reva. "Gue Elvin, kelas 11-IPA 3. Lo Reva, kan?"

Reva menatap tangan itu, kemudian dia mulai menjabat tangan Elvin. "Iya. Gue Reva," ucapnya. Setelahnya dia melepas jabatan tangan Reva.

Elvin tersenyum lebar, dia kemudian menarik kuat nafasnya lalu menghembuskannya secara pelan. Hal itu membuat Reva kembali heran, kenapa dia tampak gugup? Batinnya.

"Em, bisa kita berteman?" tanya Elvin tiba-tiba.

Reva terkekeh pelan. Ia ingin berusaha terlihat santai saat ini. Dirinya kemudian berjalan mendekati Elvin, hingga dia berhenti tepat di samping pemuda itu. "Kalau mau temenan, tinggal temenan aja, sih. Gausah gugup gitu. Haha."

Elvin menghembuskan nafasnya. Walau Reva bilang begitu, dirinya tetap saja masih gugup. Oh, ayolah ia sedang mengobrol dengan Reva saat ini. Andara Reva, gadis yang sudah ia taksir sejak masih kelas sepuluh.

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang