[]Part 12[]

495 75 23
                                    

Reva turun dari KLX oren Nathan. Gadis yang masih dengan wajah dongkolnya itu menyerahkan helm putih pada Nathan yang masih duduk di atas motor.

Setelah Nathan menerima helm Reva, Reva hendak melangkah pergi meninggalkan lelaki itu. Namun, niatnya itu harus tertunda saat Nathan malah mencekal tangannya.

"Anterin ke ruang guru dulu napa, sih? Baik dikit kek sama abang," ujar Nathan seraya turun dari motornya.

Reva menyentakan tangannya, membuat cekalan Nathan terlepas. "Nggak usah manja jadi cowok. Udah tua juga. Sana-sana," balas Reva seraya mengibas-ngibaskan tangan. Membuat gerakan seolah mengusir Nathan.

Nathan hanya mendelik. Adiknya ini tak ada sopan-sopannya sama sekali. Pikirnya.

"Yaudah gue pergi. Langsung ke kelas lo, jangan kelayapan!" peringat Nathan. Setelahnya Nathan pergi meninggalkan Reva.

Reva mulai berjalan ke arah koridor, melangkah pelan dengan walah yang masih saja terlihat suram. Ia sedang memikirkan nasibnya jika ada Nathan di sekolah ini. Bisa-bisa dia stress beneran karena ulah menyebalkan lelaki itu.

Reva kini memasuki kelasnya. Kedatangannya disambut dengan tatapan seluruh penghuni kelas yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Reva balas menatap mereka, memelototkan matanya dengan raut garang yang membuat sebagian teman kelasnya ngeri, namun ada juga yang malah terkekeh, gemas. Maklum, kehadiran Nathan membuat moodnya jelek pagi ini. Jadilah dia bertingkah menyebalkan pada teman sekelasnya.

"YA AMPUN REPAAAAA, AKHIRNYA LO SEKOLAH JUGA. GUE RINDUUUU BANGETTTTT."

Reva sedikit terjengkang ke belakang saat dirinya secara tiba-tiba diterjang pelukan dari gadis mungil yang barusan berteriak. Dia Nasya, temannya yang 11 12 dengannya.

"OMOOO, PWINCESS DAPET PELUKAN SPECIAL, NIH. HEU HEU HEU, PWINCESS EMANG NGANGENIN SELALUH," ucap Reva seraya balas memeluk Nasya. Kemudian keduanya loncat-loncat di depan kelas dengan posisi yang masih sama. Membuat teman sekelas mereka menggeleng melihatnya. Sudah hal lumrah bagi mereka untuk melihat tinggah absurd Reva dan Nasya.

"Re, kemana aja lo? Terdampar di hutan, ya?" seru Andre. Sosok pemuda brandalan sekolah dari pojok kelas. Penampilannya sungguh membuat mata Reva sakit. Seragam sekolah yang keluar, dasi yang hanya menggantung di lehernya, rambut acak-acakan lengkap dengan bandana hitam yang melingkari kening.

Reva melirik Andre sinis, enak saja dia dikata terdampar. "Gue abis liburan di Hawai, dong. Emang lo sekolah mulu. Kayak bakalan pinter aja," balasnya seraya mulai berjalan ke arah bangkunya. Meja nomor tiga di barisan pertama dekat pintu.

"Sialan lo, Re," gerutu Andre seraya melemparkan pensil yang ia temukan tadi ke arah Reva. Namun, tentu saja itu tak kena. Toh, jaraknya dan Reva cukup jauh.

Reva tak memperdulikan Andre lagi, dia kini memilih duduk di kursinya dan menaruh kepalanya di atas meja dengan raut muka yang dibuat senelangsa mungkin.

Sheyla, gadis yang menjadi partner duduk Reva memandang Reva heran. Tak biasanya gadis ceria ini murung saat di sekolah. Biasanya, kan, Reva paling heboh. Sheyla menyenggol kaki Reva dengan kakinya. "Kenapa lo, Re? Tumbenan amat adem ayem," ucap Sheyla.

Reva mengembungkan kedua pipinya, menarik kepalanya dari meja dan dirinya mulai menghadap pada Sheyla. Berniat bercerita. "Nathan gila pindah kesini tau. Resah gue tuh."

Brakk

"DEMI APA, RE?! ABANG LO YANG GANTENG ITU PINDAH KE KEBAKTIAN?! OH MY GOD, COGAN BERTAMBAH LAGI DONG?! Pingsan aku ges pingsan!"

Reva dan Sheyla serentak memegang dada mereka saat keduanya mendengar gebrakan meja disusul dengan teriakan heboh dari bangku belakang mereka.

Sheyla berdecak sebal dan melirik Nasya. Pelaku gebrakan meja dan teriakan melengking itu. "Pengang kuping gue," ucapnya yang hanya dibalas cengiran Nasya saja.

HAMA [COMPLETED]Where stories live. Discover now