[]Part 43[]

842 58 0
                                    

Kirana menatap heran sosok Mayang, Xandro, dan Vivi saat pagi ini ketiga orang itu sudah berada di depan pintu rumahnya. Ia tak mengerti mengapa keluarga dari sahabatnya sampai repot-repot datang pagi-pagi seperti ini saat dirinya sudah berjanji akan mengunjungi mereka saat siang hari. Ah, apa mungkin mereka tidak sabar untuk meluruskan permasalahan kemarin malam? Tapi, masa iya Xandro yang kalem bersikap rusuh seperti ini?

"Aku kesini mau bahas masalah kemarin, Kir," ucap Mayang membuka obrolan.

Kirana yang setengah melamun mengerjapkan matanya, dia kemudian memunculkan cengiran garingnya. "Iya, ayo masuk," ucapnya seraya membuka pintu lebar-lebar dan memberi jalan pada tamunya.

Vivi, kedua orang tuanya, dan juga Kirana berjalan menuju ke ruang tamu. Tiga orang itu mendudukan dirinya di sofa yang ada disana. Sedangkan Kirana, wanita itu pamit sebentar untuk memanggil anggota keluarganya yang lain, termasuk Nathan. Kebetulan, pemuda itu semalam menginap disini.

Saat semuanya telah berkumpul dan duduk dengan tenang, Mayang menyorot mereka satu persatu dengan sorot yang tak bisa mereka mengerti.

"Surat itu palsu. Maafin aku sama suami ku," ucap Mayang.

Semua yang mendengar, kecuali Xandro tentunya, mengernyitkan dahi mereka heran. Mereka sama sekali tak mengerti maksud dari ucapan yang mayang keluarkan. Surat? Palsu? Apa maksudnya itu?

"May---"

"Pa--palsu? Kalian bohongin aku?"

Semuanya menatap Vivi yang tiba-tiba berdiri dan menatap ibunya dengan pandangan tak percaya. Gadis itu bahkan memotong ucapan yang akan dikeluarkan oleh Kirana.

"Maafin mommy sayang, mommy sama dedy lakuin itu demi kamu," ucap Mayang.

Vivi memejamkan matanya, ia marah, ia kecewa, namun ia tak bisa mengeluarkannya. Gadis itu kembali duduk di atas sofa, memilih untuk kembali diam dan membiarkan para orang tua yang akan berbicara. Biarlah dulu seperti ini, nanti akan ada waktu untuk dirinya kembali membuka suara.

"Jangan-jangan maksud kamu surat yang ditulis Adel tentang perjohan itu, May yang palsu?" tanya Kirana.

Mayang mengangguk lemah, sekarang dirinya bahkan tak berani untuk menampilkan wajahnya di depan Kirana dan yang lainnya. Wanita itu menunduk, lebih memilih untuk memperhatikan tas selempang di pangkuannya.

"Astagfirullah, heran banget aku. Jadi, maksud kalian perjodohan itu cuma akal-akalan kalian gitu? Adel sama Andre sama sekali enggak bikin itu surat? Semuanya palsu, gitu?" tanya Kirana lagi.

Kali ini bukan Mayang yang bersuara, melainkan sosok pria di sebelahnya, Xandro. "Ya. Kira-kira seperti itu. Maafkan atas kelancangan kami membawa-bawa nama mereka yang sudah tiada."

"Tapi, kenapa, om?" tanya Reva. Serius, dirinya paling penasaran atas motif Mayang dan Xandro melakukan tindakan itu. Apa juga keuntungannya? Ah, Reva sama sekali tak mengerti. Apa itu jalan pikiran orang tua kali, yah? Begitulah kesimpulan di otaknya. Oke, untuk itu, sebaiknya hiraukan saja.

"Kami mau menebus dosa kami sama Vivi. Kami tau dia menyukai Nathan sejak lama, dan kami juga tau, Nathan tak balik menyukai anak kami. Maka dari itu kami membuat ide gila itu agar Vivi bahagia," balas Xandro.

Vivi menatap nyalang sosok ayahnya. Agar dirinya bahagia, yah? Bukannya bahagia, dirinya sekarang malah merasa malu atas tindakan kedua orang tuanya itu.

"Ah, penyesalan di masa lalu, yah? Bisa aku ngerti, kok. Kalau kalian minta maaf, sepertinya udah kami semua maafin. Kesalahan kalian enggak sampai ngerugiin negara, kok," ucap Kirana diakhiri dengan cengirannya.

HAMA [COMPLETED]Where stories live. Discover now