[]Part 3[]

849 145 23
                                    

Gadis cantik pemilik iris hitam pekat kini tengah berguling-guling tidak jelas di atas kasur king size nya. Sesekali ia juga menendang-nendang udara dengan kakinya yang terangkat.

Ia tengah membayangkan apa yang terjadi pada dirinya saat di sekolah tadi siang. Membayangkannya saja membuat gadis itu bahagia luar biasa.

Kini mulutnya mengapit lengan boneka beruang dan giginya secara kuat menggigit lengan boneka itu. Sungguh, demi apapun Reva rasanya ingin meledak saat ini.

Reva melepas gigitannya. Kini ia beralih mengambil ponselnya, membuka aplikasi instagram dan mengetik nama akun Instagram milik Alvaro yang sudah ia ketahui sejak dulu.

Ia membuka instagram Alvaro, melihat-lihat unggahan foto yang ada di aplikasi itu. Kebanyakan adalah foto-foto Varo saat melakukan kegiatan bersama teman-teman organisasi sketboardnya.

Mata Reva terpaku pada sebuah foto yang menampilkan Varo tengah tersenyum di atas sepeda hitam pendek khas BMX, kepalanya dilindungi oleh helm khusus yang berwarna senada dengan sepedanya. Ia terlihat mengenakan sebuah hoody navy bertuliskan 'Imposible'. Senyumnya begitu membuat Reva terpana, ia bahkan tak berkedip sekalipun saat sudah memandang foto itu.

Ingatan Reva kini kembali pada saat dimana Varo mengacak surainya. Sungguh rasa malu bercampur bahagia berkumpul di jiwanya. Gadis itu menggerakkan tangannya, memegang pucuk kepalanya sendiri dengan senyum yang tidak bisa ia tahan.

Reva kembali berguling-guling sambil memandangi foto Varo di ponselnya. Ia sangat suka terhadap foto itu, ralat, ia sangat suka terhadap semua foto yang ada Alvaro di dalamnya.

Sedang asik-asiknya membayangkan kisah halunya dengan Varo, Reva harus rela berhenti karena teriakan yang membuat dirinya hampir kehilangan jiwa.

"NATHANNNNN, ADIK KAMU GILA NATHAN. TOLONGIN NATHAN. MAMA GAK MAU PUNYA ANAK GILA."

Reva berdecak, menyorot malas sang Ibu yang sedang histeris di depan pintu kamarnya.

"Apaan sih, Ma?" tanya Reva malas.

"Diem! Orang gila kalau ngomong nyebarin virus gila. Diem kamu Re, diem!"

Reva menghela napas malas. Ia turun dari kasurnya, menghampiri Kirana yang kini kian menjauh saat Reva mulai mendekat.

Baru saja Reva membuka mulut hendak berbicara, seseorang telah mendahuluinya.

"Kenapa, Ma? Ada apa? Kenapa teriak?"

Reva memutar bola mata saat Nathan bertanya secara beruntun pada Ibunya.

Kirana memegang lengan Nathan, kemudian mulutnya terbuka dan bicara. "Adik kamu Nat, adik kamu gila, Nat. Mama gak mau punya anak gila," ujar Kirana.

Mendengar ucapan Kirana, Nathan kini menyorot Reva dengan tatapan menyelidik. Nathan memperhatikan Reva dari bawah hingga atas. Menilai gadis itu.

"Kenapa, sih, Nat? Lo terpana, ya, sampe ngeliatin gue sigitunya?" tanya Reva penuh percaya diri.

"Lo beneran gila?"

Reva melotot tajam, apa-apaan Nathan ini, masa iya dia percaya dengan ucapan Kirana. Sudah jelas-jelas semua saraf di kepala Reva masih berfungsi dengan normal, dia tidak mungkin kehilangan kewarasan.

"Nat, kamu jangan nanya gitu, liat tuh matanya jadi mau keluar," ucap Kirana cukup pelan sambil menyorot Reva ngeri.

"Plisdeh Ma~, Aku tuh nggak gila," ujar Reva yang mulai kesal dengan situasi ini.

"Terus kenapa tadi kayak orang gila? Senyum-senyum sindiri, guling-guling gitu dikasur. Ngeri tau," balas Kirana masih tak percaya.

"Hih, au, ah, Mah, lelah Reva. Bay," kata Reva yang kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintu cukup kencang.

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang