[3/28] Laura dan Pesta Teh Tamara

27 7 0
                                    

/spin off Laura Melody/

"Kak Ara." Anak perempuan yang rambut cokelatnya diikat dua oleh Ayahnya itu menempelkan diri ke tubuh Laura. Tangan mungilnya meremas jubah hitam kasar yang dikenakan Laura. "Kita di mana?" 

"Tempat tinggal Kakak." Laura mengusap kepala adiknya dengan lembut. Sentuhan hangat yang tidak selaras dengan raut dan intonasinya yang dingin. "Tadi 'kan kamu yang merajuk ingin ikut." 

"A-abisnya Kak Ara udah lama nggak main sama Mara." Usapan Laura sepertinya berhasil membuat Tamara lebih tenang. Bibirnya sudah bebas mengerucut dan tangan mungilnya kini melingkar di kaki Laura dengan erat. 

Mata cokelat bundarnya berbinar saat bertemu mata dengan Laura, lantas kemudian keningnya bekerut saat menyisir sekelilingnya yang gelap.  Bahkan Tamara tidak yakin menginjak lantai, aspal, atau bebatuan dari tadi. "Kenapa Kakak tinggal di tempat gelap?" Benaknya kemudian teringat film yang diam-diam ditontonnya dari sela pintu kamar setelah menyuruh Tamara pergi tidur. "Ja-jangan ini dunia ba-bawah tanah yang ada orang ja-jahatnya?!"  

Tamara memekik seraya mengeratkan pelukannya, hingga Laura tidak mampu melangkah karena gerakannya terkunci. "Anggap saja begitu, tapi di sini tidak ada orang jahat, Mara." 

"Be-benarkah?" Air mata Tamara yang nyaris keluar pun tertahap di pelupuknya. Salah satu tangan kecilnya mengusap mata, sementara yang lain kembali mencengkeram jubah Laura. 

Laura mengambil tangan adiknya itu dan menyelipkan di jemari. "Benar." 

Tamara tersenyum lebar. "Hehe." 

Mereka menyusuri kegelapan–atau lebih tepatnya kehampaan cukup lama. Tamara mulai bosan  dan mengembuskan napasnya kesal. Laura yang menydari itu, diam-diam menggerakkan jemarinya yang bebas. 

Sesaat setelah itu, kilauan cahaya muncul mengambang disekitar mereka dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Binar di mata Tamara kembali. "Kak! Kakak! Ada kilauan!" 

"Iya, ya. Kamu mau ke sana? Siapa tahu benda berkilau itu adalah periasanmu yang hilang 'kan? Bukannya saat aku baru tiba, kamu sedang ribut dengan Addy soal itu?" Laura ingat benar seketika ia bertelportasi ke depan pintu rumah keluarganya subuh tadi, Tamara sedang merajuk tidak ingin sekolah tanpa periasan kalung manik-maniknya yang berkilau. 

"Ayo kita ke sana!" seru Tamara senang hingga tanpa sadar berjalan melompat-lompat. 

Sesampainya mereka di kilauan cahaya itu, Tamara tidak menemukan periasannya yang hilang. Tentu saja itu karena, kemampuan Laura memang bukan untuk menciptakan sesuatu, namun keceriaan di wajah Tamara tidak dibiarkannya hilang. 

Ana–asisten Laura yang merupakan siluman burunhg gagak–ternyata berdiri tempat di sisi cahaya yang berkilau itu bersama dengan satu set teh yang sudah tersusun di atas meja berikut dengan bangku besi berukir yang biasanya Tamara lihat di kartun. 

"PESTA TEH!" serunya seraya buru-buruk duduk dan menuangkan teh ke dalam gelasnya dan Laura.

Laura segera duduk dan menikmati waktunya mendengarkan Tamara berceloteh tentang kehidupan sekolahnya sambil meminum teh yang sudah disiapkan Ana sebelum mereka tiba di kekosongan milik Laura.

Dating with My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang