[11/28] Menulis Untuk Kami, Ya?

19 5 6
                                    

/Drabble/

"Ra. Apa aku berhenti aja?" Icha yang sedang mengetik di atas tempat tidur dengan posisi tengkurap menjatuhkan kepalanya ke kasur dengan frustrasi. 

"Kenapa?" Laura yang sedang duduk bersila di lantai seraya membersihkan seruling kesayangannya sampai mengkilat itu menatap Icha bingung. 

"Rasanya aku nggak akan jadi apa-apa juga walau berusaha seperti ini," keluh Icha setelah gagal  memaksakan diri menulis dengan baik setelah bertahun-tahun hiatus menulis novel. "Pengin nyerah, tapi kemampuan yang kupunya cuma ini ... gimana, ya?" 

"Apanya yang nggak akan jadi apa-apa, sekarang aja kau sudah menjadi apa-apa." Dahi Laura berkerut samar. 

"Jadi apa?" Icha mengangkat kepalanya, balik menatap tokoh utama di tulisan pertama (yang Icha akui layak baca). 

"Jadi penciptaku dan yang lain, bukankah itu sudah sesuatu?" Laura yang memang dirancang jarang tersenyum itu kini tersenyum tipis diantara kulit pucatnya yang dingin. 

Icha tertegun. "Ta–" 

"Ya, penulis memang banyak, tapi rasanya tidak banyak orang yang menciptakan malaikat maut, iblis, malaikat, peyihir, manusia yang hidupnya tragis dan bahagia dengan cara yang tidak lazim seperti buatanmu, bukan?" potong Laura cepat. 

"Ah." Kedua mata cokelat Icha basah. "Itu sungguh bukan apa-apa. Hidup kalian akan lebih bahagia tahu kalau penulisnya bukan Icha." 

"Nggak apa-apa, kita bahagia bersama-sama 'kan bisa." Tamara yang ternyata menguping pembicaraan kami muncul dari sela pintu kamar. 

"Mara udah pulang sekolah?" Laura beralih menatap adiknya dengan lembut. 

"KAK ARAA!" Tamara segera menerjang kakaknya hingga mereka berdua berpelukan di lantai. 

"Icha. Bukankah kita sebenarnya adalah pecahan perasaaan sedihmu selama ini? Justru aku senang, bisa lahir dari kesedihan Icha, jadi Icha bisa lega sedikit, ya 'kan?" Floren yang memang arwah menembus dinding di sisi tempat tidur Icha seenaknya. 

"Jadi masih mau berhenti  menulis dan meninggalkan kami? Setidaknya kau tidak akan pernah tidak berguna untuk kami, kisah kami 'kan tergantung kau mengetik apa tidak,"  sahut Laura yang baru saja lepas dari pelukan posesif Tamara. 

"Kalian membutuhkanku, ya? Walau aku katanya jahat sama kalian?" 

"Tentu," jawab Laura, Tamara dan Floren berbarengan.

"Walau rasanya tulisanmu tidak akan jadi apa-apa, tapi teruslah menulis untuk kami dan saudara-saudara kami. Boleh ya?" Tamara meletakkan dagunya ditepi kasur dan melempar tatapan memohon. 

Icha mengangguk seraya menyeka air matanya. "Baik. Terima kasih, ya." 

+++

Tema hari ini adalah Icha sebagai pencipta bertemu dengan karakter ciptaan, yak jadi di sana Laura dari Laura Melody, Tamara dari Deathless dan  Floren dari Setelah Dia Pergi adalah tokoh-tokoh ciptaan Icha yang mampir menyemangati huhu T^T 

Jujur ya, dengan segudang permasalahan hidup yang Icha tumpahkan pada mereka, pas baca tema hari ini di NPC kayak, OMG Kalau ketemu apakah mereka akan marah-marah karena sudah dibuat menderita? HAHAHAHA Ta-tapi entah mengapa tengah malam ini malah terpikir mereka ngomong kayak gini dan Icha nulis ini malah baper sendiri ....

Dating with My MindWhere stories live. Discover now